00. Prolog

2.3K 233 193
                                    

Aku bawa cerita baru nih hehe. Tekan bintang wahai cantik dan tampan. Terimakasih, I love you 3000.

***

Sera pikir kehidupannya yang bahagia akan terhenti mulai tahun ini. Dia yakin bahwa ketidak beruntungannya sebagai wanita dijatuhkan tuhan sekaligus saat ini juga.

Pagi tadi Sera sudah memangku jabatan baru sebagai seorang istri dari Sehun Adimasta absah secara agama dan negara. Tertulis dan terpampang nyata dibuku yang menjadi bukti dan persyaratan pembuatan kartu keluarga. Rasanya merinding kalau harus membayangkan secarik kertas dengan title kartu keluarga.

Ketika kebanyakan orang berbahagia dengan pernikahannya, Sera justru mengkategorikan hal itu sebagai sebuah ketidakberuntungan. Sebetulnya Sera lebih ingin mengatakannya sebagai kesialan, tapi dia tepis karena takut jadi sial betulan yang punya dampak berkepanjangan. Jadi ia hanya menamainya ketidakberuntungan.

Pernikahan yang terjadi bukan atas kemauannya ini adalah hasil dari paksaan halus dua pria paruh baya yang sering diledek bau tanah oleh orang-orang yang tak menyukai mereka. Termasuk Sera jika sedang benci pada salah satu pria tua itu seperti sekarang.

Begini awal ceritanya.

Dua bulan yang lalu, aba Tama sapaan dari kakeknya yang terhormat Haditama memanggil Sera ke kediamannya di Setiabudhi. Tanpa tahu alasan pemanggilan, Sera pergi begitu saja menghadap sang triliuner. Setibanya disana tanpa ia duga mama, papa, bahkan kakak perempuannya Soraya sudah duduk di kursi tamu bersama aba Tama serta empat orang lain yang hanya Sera tahu namanya.

"Sini ra duduk." Perintah aba saat Sera baru saja membuka pintu utama.

Ketukan suara high heels tujuh centi yang beradu dengan lantai marmer terdengar mendominasi ruangan. Sebagian besar mata di ruang tamu tertuju pada Sera, terutama empat orang lain itu. Kemudian ia memposisikan diri duduk disebelah Soraya.

"Halo Sera, sudah lama ya tante ga lihat kamu. Gimana kabarnya? Dulu cuma segini, sekarang udah tambah cantik aja." Kata wanita yang umurnya terlihat tak beda jauh dengan mama sambil memposisikan tangan lentiknya seperti sedang mengukur tinggi.

"Baik tante." Sera lalu tersenyum sebagai tanda menghargai perkataan tante Risa. Iya, Risa Larasati Seoharsono mantu dari Ginanjar Adimasta sobat seperjuangan Haditama. Wanita itu duduk di sofa sebrang terapit oleh dua pria yang Sera yakini sebagai suami dan anaknya.

Sebenarnya Sera tak ingat kapan pernah bertemu dengan wanita itu. Mungkin umurnya masih kecil, jadi ia tak ingat. Boro-boro mengingat kejadian masa kecil, kejadian sebulan yang lalu pun kadang ia lupa. Selemah itu memang otaknya kalau soal mengingat. Sera justru tahu siapa orang-orang didepannya ini ketika akan menjabat sebagai direktur keuangan di Tama Group.

"Kamu ingat ga sama tante Risa? Dulu kamu nemplok mulu loh sama Risa karena sering bawain kamu coklat." Mama sepertinya sadar dengan anaknya yang pendek ingatan.

"Iya ingat kok ma. Tante, om sama... eyang gimana kabarnya?" Sera sedikit menjeda ketika akan menyebutkan panggilan untuk sobat abanya karena takut salah ucap. Ia mencoba ramah pada tamu Haditama karena malas kena siraman kalbu Mira yang durasinya sama seperti tabligh akbar yang di gelar di Gelora Bung Karno.

"Kami baik ra, Alhamdulillah." Jawab tante Risa kalem.

Sera sebenarnya sudah lelah. Ia ingin bergelut dengan kasur dan selimut hangat di apartemen. Otaknya berasap karena pekerjaan yang tak kunjung selesai. Tapi ayah sang Kanjeng Ratu Mira Rianti Haditama mencegah niat malas itu.

"Jadi gini ra, Aba mau kamu menikah dengan Sehun." Haditama memang terkenal tak tahu basa-basi.

Pria yang dimaksud adalah pria dihadapannya yaitu Sehun Adimasta, anak dari Risa Larasati Soeharsono dan Seno Adimasta, cucu kedua Ginanjar Adimasta setelah kakaknya Sehan Adimasta. Pria yang merupakan pemegang saham di Tama Group dan PT. Wijaya Energy, direktur Adimasta Construction, juga komisaris Adimasta Foundation.

Husband in LawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang