.
Drrrrtt..
Adya terbangun karena ponselnya berdering. Dia menoleh, mengambil ponsel yang berada di dekatnya.
Tangannya bergerak menekan ikon hijau. "Hallo?"
"..."
"Terus?"
"..."
Adya berdecak, "sumpah Gam, lo nambah kerjaan aja." Dia menghela napasnya, kemudian berkata pasrah, "yaudah, tunggu bentar."
Adriana terusik, karena suara Adya yang cukup keras. Adriana menguap, lalu menatap Adya. "Berisik lo, gue lagi enak tidur mimpiin Oppaa kepotong gara-gara suara lo." Gerutu Adriana.
Adya hanya melirik sekilas, dia bangkit dari duduknya dan pergi dari ruangan itu tanpa permisi. Adriana tercengang, kenapa tiba-tiba Adya seperti itu?
"Tuh orang aneh aneh nyebelin tapi gumushin gimana gitu.." Gumam Adriana dengan senyum tipisnya. Adriana berdiri, menyapu rambutnya dan mengikatnya dengan karet hitam yang berada di pergelangan tangan. Setelah selesai, dengan urusan mengikat rambutnya Adriana keluar dari ruangan itu.
****
"Kabarin anak-anak yang lain, buat kumpul malam ini di puncak." Ujar Adya, dia mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu.
Agam melakukan apa yang Adya katakan. Dia memberitahu anak Phoenix di grup.
"Dia bilang apa aja sama lo?" Tanya Adya rasa penasarannya masih menjalar.
Agam melirik, kemudian menggeleng. "Gak ngomong, cuma kasih surat."
Adya mengerutkan keningnya. "Surat apa?" Agam merogoh sakunya, mengeluarkan amplop putih yang berada di sakunya, dia menyodorkannya pada Adya.
Adya menerima amplop itu. "Gak ada sepatah kata aja gitu?" Agam menggeleng, dia mengusap wajahnya. "Buat apa?" Pertanyaan itu membuat Adya mengepalkan tangannya kesal.
"Lo bener-bener Gam! Sampe lo nyesel, nangis kejer depan gue, gue ledekin lo sampe mampus!" Sahut Adya kesal.
Agam hanya terdiam, matanya menatap lurus dengan tatapan kosong. "Awas aja, kalo sampe dia kenapa-kenapa lo orang pertama yang gue hajar! Dia relain balik buat siapa? Buat lo Gam!" Adya berucap sembari menahan emosinya.
"Lo gak pernah tau seberapa kerasnya dia berjuang demi bertahan hidup! Dia cuma pingin lo ngerti dan memahami semua alasannya. Bukan terus menghindar kaya gini." Tutur Adya.
Agam menarik napasnya, "gak ada yang perlu dijelasin lagi Dy. Lo, bahkan anak-anak lain udah tau kenapa gue kaya gini! Seharusnya lo gak kaya gini, nuntut gue untuk mengikuti arah kemauannya. Dipikir gue gak punya hati? Gue punya, kalo endingnya sama sama aja ngapain gue kasih hati?!" Fixs, no debat. Ini pertama kalinya Agam berbicara panjang, dia meluapkan isi hati dan keresahannya.
Adya mengacak rambutnya, dia berdiri. "Setelah perlakuan buruk lo sama dia, dengan seenaknya lo bicara enteng kaya gini? Gue cuma pingin lo tau arti dari HARGAI SELAGI ADA!!" Bentak Adya, dia sudah tidak bisa mengontrol emosinya.
Agam terdiam, mencerna perkataan Adya. "Kenapa diem? Bener 'kan apa yang gue omongin? Lo sama aja kaya cowok luaran sana yang mikir pake dengkul!" Agam mengadah, menatap intens Adya. Dia bangkit dari duduknya, "apa bedanya sama lo? Gue sama lo sama, gue mikir pake dengkul karena sering gaul sama lo." Adya mendecak sebal.
"Anying!" Umpatnya.
"Lo bisa nyari jalan keluar masalah orang lain. Tapi kenapa gak bisa nyelesaiin masalah lo sendiri sih Gam?" Tanya Adya heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double'A [END]
Fiksi Remaja[ 𝘽𝙐𝘿𝘼𝙔𝘼𝙆𝘼𝙉 𝙁𝙊𝙇𝙇𝙊𝙒 𝙎𝙀𝘽𝙀𝙇𝙐𝙈 𝙈𝙀𝙈𝘽𝘼𝘾𝘼! ] BURUAN BACA SEBELUM DI REPUBLISH!!! ~ - Ketika Kita Bersahabat Dengan Sebuah Luka - Adriana Albertina, sesuai dengan namanya dia adalah wanita pemberani yang dikenal banyak masyara...