25 - Tertampar kenyataan

2.7K 159 9
                                    

.

Adya bangkit dari duduknya, dia berjalan menghampiri Adriana. Kemudian, menarik lengan wanita itu, refleks Adriana berdiri mengikuti Adya di belakang.

Mereka berdua meninggalkan kantin dan tidak menghiraukan teriakan teriakan dari teman-temannya. Adriana yang diseret hanya diam, dia malas jika dirinya protes pasti akan berdebat sampai kapanpun tidak akan habis.

Adya yang menariknya merasa berat, Adriana tidak bertenaga sekali. Adya berdecak sebal, menggerutu sendiri. "Berat banget nih cewek!"

Adriana sekilas mendengar gerutuan Adya, siapa suruh dia menyeretnya. Udah tau dirinya sedang tidak bertenaga, apalagi bersemangat.

Mereka berdua sampai di depan UKS. Lalu masuk ke dalam, ruangan ini terlihat gelap karena tidak ada petugas yang berjaga, mereka masih melangsungkan pelajarannya.

Adya menyalakan saklar yang berada di dekat pintu. "Ngapain kesini sih, Dy?" Tanya Adriana yang sudah duduk di sofa UKS.

Adya mencebik. "Kalo terluka tuh bilang, jangan biarin lukanya makin parah.." Dumel Adya, sembari mencari kotak P3K yang berisi perban dsb.

Alis Adriana menyatu, masih belum mengerti dari perkataan Adya.

"Biasa aja kening lo, sini!" Ucap Adya menyuruh Adriana mendekat.

Adriana menurut apa yang Adya suruh. Saat ini mereka berdua duduk di sofa dengan saling menghadap. Adya menarik tangan Adriana, menyimpannya di paha. Mata Adriana tidak pernah lepas dari gerak-gerik Adya, melihat laki-laki itu sangat teliti, membuka perban pergelangan tangannya. Adya mengambil kapas, menetesi alkohol dan betadine mengusapnya ke luka Adriana.

Adya membungkukkan badannya sedikit, membuat puncak kepalanya tepat di depan wajah Adriana. Wangi mint dari rambut Adya tercium oleh hidung Adriana. Ini salah satu list favorit shampoonya. Tak sadar, wanita itu menarik nafas dalam-dalam, terus mengendus rambut Adya.

"Awh!" Rintih Adriana, saat Adya menekannya.

"Lebay, baru aja segitu." Kata Adya. Adriana hanya mencibir.

Adriana terus merintih merasakan perih dan ngilu. "Ini luka kemarin malem?" Tanya Adya dengan mendongak.

Adriana diam, dia bingung harus menjawab apa. Dia belum siap, orang-orang terdekat barunya mengetahui masalah kehidupan Adriana. Cukup, keluarga dan sahabat dekatnya.

"Lo bisu? Dari tadi diem aja." Ucap Adya, sembari memakaikan perban yang baru di tangan Adriana.

"Tapi lukanya kaya goresan pisau, emang kemarin preman ada yang bawa senjata?" Tanya Adya, kali ini dia menatap meneliti tangan Adriana, lalu beralih menatap wajah Adriana lekat.

Adriana menelan ludahnya susah payah. "Lo kenapa sih?" Tanya Adya semakin bingung, pasalnya sedari tadi Adriana tidak membuka suara.

Adriana hanya menggelengkan kepalanya. Mereka berdua menatap satu sama lain, kali ini lebih lama. Bahkan berkedip pun tidak. Jantung Adriana yang semakin berdetak cepat, ia mengalihkan pandangannya. Kali ini dia kalah oleh tatapan maut dan sexy Adya.

Terdengar helaan nafas Adya yang gusar. "Gue tanya sekali lagi, ini tangan kenapa bisa luka?" Tanya Adya lembut dan terdengar santai.

"Kenapa kepo banget sih?"

Adya mencebik. "Ya gue harus tau.."

"Kenapa harus tau? Emang kita siapa? Lo siapa?" Ucap Adriana meninggikan nadanya satu oktaf, mampu membuat Adya tercengang beberapa kali matanya mengerjap.

Iya, Dy! Emang lo siapa?

Adya mengangguk, mengalihkan tangan Adriana dan menyimpannya di paha wanita itu. Dia bangkit dari duduknya, lalu berkata. "Oke, lupain." Ucapnya, sembari menyimpan kotak P3K di tempatnya semula.

Double'A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang