42 - Deep talk

2K 123 4
                                    

.

Pagi yang cerah, dengan semilir angin yang berhembus membuat rambut bergerak kesana kemari dengan begitu indah. Orang-orang berkerumun, menundukkan kepalanya sembari berdoa dengan kepercayaan nya masing-masing.

Ya, di tanah pemakaman umum Sinaraga. Dengan pakaian serba hitam, mengantar ibu kandung Adya, yaitu Asla ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Isak tangis dari Vanya tak henti-hentinya, saat almarhumah Asla di masukkan ke dalam liang lahat. Dirinya tak sanggup melihat itu semua, tubuhnya melemas dan tak sadarkan diri. Agam yang berada di dekat wanita itu langsung membopongnya ke mobil.

Adya berdiri dengan tegap, mencoba untuk tetap tegar dan tenang. Meskipun, jiwa dan raga laki-laki itu sangat terguncang. Dadanya merasakan nyeri yang terus berlanjut ketika mengingat semua kenyataan pahit ini.

Tetapi munafik, jika Adya terus menutupi kepedihan ini dengan menahan diri berusaha tetap tegar dan ikhlas. Dan, sekarang untuk pertama kalinya, laki-laki itu mengeluarkan air matanya secara diam-diam.

Di samping laki-laki itu, Adriana yang menyadari tangisan kecil Adya, tangannya mengusap punggung Adya menenangkan laki-laki itu.

Tak hanya anak Phoenix yang berada disana, keempat sahabat Adriana pun ikut berbela sungkawa dengan musibah yang menimpa Adya.

****

"Gapapa, bunda jangan terlalu di pikirin ya? Jaga kesehatan bunda, Adya baik-baik aja kok." Adriana berbicara dengan Vanya di telpon.

Dua hari setelah pemakaman Asla, ibu kandung Adya. Laki-laki itu memutuskan untuk pergi dari rumah dan tinggal di apartementnya.

Adya tau sebenarnya, bahwa ini bukan salah Vanya. Hanya saja, ia ingin beradaptasi dengan kenyataan takdir yang menimpanya. Memberi sebuah jeda untuk ia pikirkan kedepannya dan berdamai dengan masalah ini.

Memang susah, tetapi tidak akan ada usaha sebelum kita mencoba. Dan ya, yang Adya lakukan adalah menenangkan diri, mencoba perlahan agar bisa berdamai.

Setelah kematian Asla, Nendra tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun. Atau memberi kabar kepada Adya, tidak sama sekali. Entah apa yang Nendra pikirkan, dia bisa sejahat dan setega itu kepadanya.

Tentu, Adya benar-benar membenci Papa-nya itu. Mencoba untuk tidak berkomunikasi satu sama lain. Karena akibat keegoisan dari Nendra, Adya yang menjadi korban.

"Ri!!" Teriak Adya, laki-laki itu sedang melangsungkan kegiatan membersihkan badannya.

"Bentar bunda..apa sih Dy?!" Adriana menyahut, menutup ponselnya dengan telapak tangannya.

"Gak ada handuk!!"

Mata Adriana melotot, "Urusannya sama gua apa?" Ketus Adriana.

"Ya ambilin lah!!"

"Macem-macem!!"

"Ri cepet, dingin nih!" Adya masih berteriak.

"Ihh," dumel Adriana, ia beranjak dan pergi ke kamar. Mengambil handuk untuk Adya.

"BURUAN ADRIANA!" Teriak Adya tidak sabaran.

"Kalo bukan karena bunda, gua ogah ngurusin dia! Lagian kenapa harus gua sih yang harus setiap hari cek ke apartement, gua juga kan banyak kesibukan yang lain!" Ia menggerutu sembari menghentakkan kakinya kesal.

"MANA RI!!" Tangan Adya sudah stay berada di cela pintu kamar mandi.

Adriana melempar handuk putih itu, yang langsung di tangkap oleh Adya. "MAKASIH!!!" Adriana berteriak kesal. Terdengar kekehan dari dalam ruangan kecil itu meskipun samar.

Double'A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang