.
"Bang lo kenapa?"
"Gam!"
"Astatang, ini mukanya kenapa di make up in atuhh?"
"Bodo, itu bukan make up!"
"Tapi?"
"Riasan!"
"Pedut, sama aja! Bang Agam bukan make riasan atau make up. Itu namanya babak belur, bonyok, lebam-lebam you know?!"
Gio menghela napasnya kasar, melihat teman-teman lainnya malah bergurau seperti itu. "Bantuin woee, berat nih gue mapah si Agam!!" Ujar Gio, dengan nafas tersenggal.
Tatang dan Deni membantu Gio memapah Agam masuk ke dalam. "Bantuin juga anak yang lain masih pada di bawah, obatin langsung." Suruh Gio, posisinya Villa yang mereka tempati bertingkat. Dengan cekatan, mereka mengangguk dan langsung ke bawah.
"Gam lu kenape?" Tanya Rifki yang berada di ruang tengah dengan Akbar, dan Danish.
Mereka berdiri, membantu Agam selonjoran di sofa. "Kita ke bawah dulu bang, mau bantu anak yang lain." Pamit Deni, Akbar mengangguk, "bilang kalo butuh apa-apa." Katanya, Deni hanya mengangguk.
Tangan Danish dengan polosnya dia menghempas kasar rambut Agam. "Njing!!" Ringis Agam kesakitan.
Akbar dan Rifki kaget, dia menatap Agam kemudian beralih ke Danish. "Anis, lo ngapain? Kesakitan tuh," ucap Rifki, Danish menjawab dengan tampang dosanya. "Itu ada daun, kata mak gue kalo ada daun di kepala apalagi warnanya udah kek gini kecoklatan harus di ludahin." Katanya, sambil memegang daun kering yang tadi berada di kepala Agam.
"Teori dari mana itu anying? Ngapain harus di ludahin??" Tanya Akbar, dia berjalan mengambil kotak obat di atas lemari TV.
"Baheula cek ema urang.." Jawab Danish, sembari meludahi daun kering tersebut.
Rifki melihatnya merasa jijik, terlihat dari ekspresinya. "Terus udah di ludahin di apain?" Tanyanya.
"Ya di buang ai sia!" Jawab Danish, berjalan ke arah luar.
"Biar apa gue tanya?" Kata Akbar, dia duduk di dekat Agam. "Kalo gak cepet cepet di ludahin umurnya bakalan pendek." Jawab Danish.
Rifki menggaruk kepalanya bingung, aneh dengan pernyataan tersebut. "Mana ada anjir, yang tau umur kita cuma allah, lo mana tau ih jangan sonya deh sebel gue dengernya!" Gerutu Rifki.
Danish merampas kotak obat di tangan Akbar, kemudian mengedikkan bahunya acuh. "Kali aja, gue takut kehilangan Agam." Kata Danish, Akbar dan Rifki mengernyitkan dahinya. "Udah! Lu diem, aneh gue sama lo, obatin aja tuh si Agam. Gue jadi pusing mikirin teori aneh lo!" Dumel Akbar.
Agam sedari tadi hanya mendengarkan ocehan mereka. Matanya terpejam menahan rasa sakit. Danish mulai mengobati Agam dengan perlahan.
"Gioo!!!" Teriak Rifki, "mana si Gio?" Tanyanya pada anak Phoenix yang berada di luar.
"Di bawah!" Balas anak Phoenix berteriak.
"Suruhh kesini!" Kata Rifki.
Pluk!!
Bantal dari arah belakang mendarat di kepala Rifki.
Rifki menoleh ke belakang, "apa sih Del, lempar-lempar!" Dalia memutar bola matanya malas.
"Bisa kalo ngomong gak usah pake teriak-teriak segala?" Rifki mengangguk, "bisa.."
"Berisik tau, udah malem bukannya pada tidurr!" Kata Dalia, dia berjalan membuka kulkas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Double'A [END]
Teen Fiction[ 𝘽𝙐𝘿𝘼𝙔𝘼𝙆𝘼𝙉 𝙁𝙊𝙇𝙇𝙊𝙒 𝙎𝙀𝘽𝙀𝙇𝙐𝙈 𝙈𝙀𝙈𝘽𝘼𝘾𝘼! ] BURUAN BACA SEBELUM DI REPUBLISH!!! ~ - Ketika Kita Bersahabat Dengan Sebuah Luka - Adriana Albertina, sesuai dengan namanya dia adalah wanita pemberani yang dikenal banyak masyara...