.
Aroma wangi dari cangkir coffee latte membuat ia sedikit tenang, menepis rasa kantuk dan bosannya selama di tempat ini. Perlahan ia meminum dan merasakan sensasi nikmat dengan coffee latte yang ia pesan tadi.
Berada di dalam cafe seorang diri tidak membuatnya merasa kesepian. Para waitters sibuk dengan kegiatannya, dan ia hanya bisa melihat bagaimana mereka bekerja begitu giat dan semangat meski sudah waktunya untuk mereka istirahat.
Alunan musik yang di putar oleh barista cafe juga sedikit menghangatkan suasana. Terlebih lagunya, terdengar relate untuk perasaannya saat ini.
I'm missing you...waiting for you...
Sesak. Dadanya terasa penuh, begitu menyakitkan jika bayangan seseorang terus memenuhi isi pikirannya.
Berharap untuk bertemu dengannya meski dalam jangka waktu yang sedikit. Melepas kerinduan selama ini, dan menyalurkan rasa sebelum terlambat.
Terhitung 2 jam lagi dia akan meninggalkan tempat ini, bahkan tanah kelahirannya untuk memulai hidup yang baru di Negeri orang. Sulit di percaya, ia akan meninggalkan semua kenangan, kehidupannya selama beberapa tahun terakhir ini.
Stuck di tempat yang sama tidak akan membuat kita merasa lebih baik jika kita sendiri yang tidak berniat untuk beranjak dan memulai awal yang baru.
Larut dalam pikirannya, serta masuk ke dalam alunan musik yang terputar membuat dia melamun dengan tatapan lurus ke depan sambil memegang cangkir.
"Mbak?"
Beberapa kali waitters itu terus memanggilnya. Masih enggan untuk tersadar dari lamunannya, laki-laki dengan pakaian kerja itu menepuk pelan lengannya.
"Mbak!"
"Eh maaf." Ucap laki-laki itu tidak enak, melihat wajahnya yang terkejut.
"Gapapa Mas. Kenapa?"
"Dari tadi handphonenya bunyi terus, barang kali penting Mbak."
Dilihat ponsel di meja, dan menyimpan cangkir, ada beberapa panggilan tak terjawab terlihat di layar ponselnya yang menyala.
"Ah iya. Terima kasih."
Laki-laki itu mengangguk serta tersenyum. Kesimpulan yang bisa dilihat, tatapannya begitu sendu hingga tidak menyadari sekelilingnya. Larut dalam lamunan yang membuatnya terlihat menyedihkan.
Drrrttt..
Satu panggilan masuk lagi. Dengan segera ia mengangkatnya dan mendekatkannya di dekat telinga kanan.
"Lama!"
"Gue di cafe."
"Ya cari aja cafe yang ada, cuma satu disini."
"Hmm."
Pembicaraan dengan seseorang disana sangat singkat. Setelah menyimpan kembali ponselnya di meja, dia menyandarkan tubuhnya ke belakang dan kembali menikmati lagu-lagu yang terputar.
****
Setelah perjalanan kurang lebih 2 jam, Adya serta teman-teman lainnya sampai di Bandara Soetta. Mereka tidak mengendarai motor karena saran Agam katanya lebih baik memakai mobil dan Agam bergantian menyetir dengan Relda.
"Coba telepon Bar." Adya turun dari mobil dan menyuruh Akbar untuk menelepon Arkan.
"Tenang Dy. Rileks, rileks!" Kata Danish menepuk pelan bahu Adya.
Adya memang merasakan hatinya sedikit gelisah. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Sebentar lagi, ia akan bertemu dengan belahan jiwa nya yang sempat hilang sebelum dia genggam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double'A [END]
Teen Fiction[ 𝘽𝙐𝘿𝘼𝙔𝘼𝙆𝘼𝙉 𝙁𝙊𝙇𝙇𝙊𝙒 𝙎𝙀𝘽𝙀𝙇𝙐𝙈 𝙈𝙀𝙈𝘽𝘼𝘾𝘼! ] BURUAN BACA SEBELUM DI REPUBLISH!!! ~ - Ketika Kita Bersahabat Dengan Sebuah Luka - Adriana Albertina, sesuai dengan namanya dia adalah wanita pemberani yang dikenal banyak masyara...