"Kamu beneran pengen belanja?" tanya Raihan ketika Naura melintas di belakangnya, di pagi buta istrinya ini sudah menunjukkan gelagat aneh. Katanya olahraga ringan untuk ibu hamil yang di ajarkan Sila, tapi tetap saja Raihan ketar-ketir setelahnya Naura mengeluh perutnya keram.
Gadis berpakaian rapi tersebut mengiyakan kembali fokus memoleskan bedak ke wajah lalu liptint di bibir.
"Aku jarang di ajak Kak Dara jalan-jalan apalagi Kak Kiara karena hari ini mereka gak sibuk, ngajakin aku ke mall. Sekalian beli peralatan bayi," jawab Naura.
Rasanya dasi baru dipasang Raihan terasa mencekik di lehernya, Naura tetap keras kepala.
"Kamu bisa sama aku, Yang. Please jangan sama mereka! Siapa nanti yang jagain." Raihan merengek layaknya anak kecil membuntuti Naura keluar kamar.
Sekarang kamar mereka tidak lagi di lantai dua sepakat pindah di lantai satu berdekatan dengan ruang tengah, mengingat kilas balik kejadian di tangga yang membuat Naura kehilangan Raina. Tepat keduanya sampai dua wanita berdiri kompak sambil tersenyum lebar.
"Ara, kamu siap kan?"
"Siapa apaan?! Gue gak biarin lo berdua culik bini gue!" seru Raihan kesal.
Kiara mendelik sengaja memonyongkan-monyongkan bibirnya, sementara Dara menepis tangan Raihan yang hendak memeluk lengan Naura.
"Ini semua ide Neon, kamu bisa hemat pengeluaran. Kakak kamu yang bayarin belanjaan Ara," jelas Dara.
"Dan kalian mengambil kesempatannya."
Akhirnya kesabaran Kiara hilang bagaimana Dara dan Raihan terus berdebat untuk itu dia mengeluarkan ponselnya.
"Oke, Rai. Hari ini kamu gak usah kerja dan biar pegawai lain yang gantiin kamu. Kamu juga ikut belanjanya, bayar sendiri. Isi ATM Kakak kamu berarti aman."
Kiara berjalan lebih dulu disusul Dara menuntun Kahfi menuju mobil. Naura melihatnya langsung kecewa, di saat dia perlu menabung dan kesempatan Kak Neon membelikan semua kebutuhan bayinya nanti berakhir gagal dan itu salah Raihan.
"Aku punya uang, tunai. Yaudah, kita ikut mereka. Nanti pas udah di mall kita berduaan aja ya?" Raihan tersenyum lebar menunggu respon Naura yang ada gadis itu diam bahkan menolak bergandengan tangan.
Di mobil hanya pembicaraan Kiara dan Dara di jok belakang, sementara Naura duduk di samping kemudi. Kahfi menangis lebih memilih bersama babysister berakhir tidak ikut.
Raihan menghela napas, kembali melakukan kesalahan. Tatapannya beralih memandangi perut besar sang istri, waktu terus berjalan. Banyak yang keduanya lalui, tinggal dua bulan menunggu bayi mereka lahir. Raihan berharap semoga semua baik-baik saja.
****
Di pusat perbelanjaan, salah satu tempat terkenal di Ibu Kota. Menjelang siang tempatnya cukup ramai, hampir di setiap lantai semua orang berlalu lalang sembari memegang tas belanja. Sudah satu jam, mereka di Mall. Dua wanita di depan Raihan kompak membawa banyak barang yang mampu harganya berpikir seribu kali untuk membeli.
"Aku suruh bodygruad menuju ke sini jadi kita gak keberatan kaya gini," ucap Dara.
"Bagus deh, tangan aku udah pegel." Kiara berbalik badan. "Itu toko peralatan bayi lengkap, aku pernah ke sana di ajak temen. Kalian bisa belinya di situ nanti aku suruh salah satu pengawal nyusul."
Keduanya menurut, Naura berjalan lebih dulu dengan Raihan di belakang membuntuti tanpa saling berpegangan tangan, Raihan menunduk tersenyum kecut. Naura marah? Dan telapak tangannya kosong.
Tidak sesuai dengan perkataan Kiara, satupun pengawal tak terlihat batang hidungnya. Setengah jam berada di toko bayi, beruntungnya Raihan tidak perlu membawa semua barang itu, dua pegawai toko ini yang membantu yang Raihan janjikan akan diberikan bonus.
"Apa lagi, Yang?" tanya Raihan. Istrinya tersebut berhenti di rak paling ujung. "Semua udah lengkap. Baju bayi, celana, selimut, kaos kaki, sarung tangan, handuk, miny---"
"Tempat tidur bayinya belum," sela Naura.
"Di rumah udah ada yang Papa kamu kasih sebelum kamu hamil."
"Kita gak tau jenis kelaminnya, di rumah itu keranjang untuk bayi laki-laki. Kamu ke sana beli yang perempuan. "
Raihan tidak bisa menolak, berjalan ke arah yang ditunjuk Naura dan menyuruh dua pegawai itu mengikutinya ke tempat tidur bayi.
Naura dapat mendengar gumaman Raihan sebelum benar-benar pergi katanya. "Ya, kamu sendiri yang nolak di USG jadi kita gak tau gender bayinya." Salahkan saja Naura, dia ingin semuanya menjadi kejutan. Lagipula Kak Sila bilang bayi mereka sehat.
Sekitar sepuluh menit Naura duduk di sofa yang sengaja di letakkan di toko tersebut menyakinkan jika tempat di dudukinya ini memang untuk umum. Di lakukan Naura membuka media sosial, membaca setiap komentar di postingan Raihan.
"Ara...."
Suara itu, Naura sangat kenal. Badannya sedikit gemetar mendongak dan bersitatapan dengan pemuda berkacamata bulat itu.
"Abian!"
"Gue mau bicara sama lo," ucapnya dengan raut serius bercampur memohon. Naura refleks berdiri, ada dalam dirinya yang Abian katakan sangat penting. Naura baru menyadari tampilan pemuda ini berbeda dari yang terakhir bertemu.
"Di sini aja, aku gak mau mereka salah paham," jawab Naura pelan.
Abian mengangguk, sepasang matanya menatap liar tanpa Naura duga, Abian tiba-tiba merengkuhnya ke dada pemuda itu.
Naura tersentak kaget. "Bian, lepasin aku. Nanti Rai---"
"Gue minta maaf, maafin gue. Ara! Gue mohon. Maafin seorang Abian udah hancurin hidup seorang Naura, ini salah gue." Abian menyela.
Lidah gadis itu kelu sekedar menjawab, merasakan pemuda yang memeluknya ini menangis terisak. Naura berdiri kaku dengan Abian terus meracau kata maaf berulang kali.
"Gue tau kesalahan gue ... enggak bisa dimaafin, tapi gue mohon ... lo terima maaf gue. Dan gue cuma mau bilang kalau ini balasan untuk kesalahan, Dokter bilang gue diagnosa terkena tumor ... otak."
Pengakuan Abian menamparnya, Naura seperti tidak dibiarkan membuka suara semakin jelas telinganya menangkap tangisan penyesalan Abian.
"Di sini ... sebelum gue pergi, setidaknya gue masih bisa bermanfaat. Banyak .... yang mau gue bilang, tapi waktu seakan tidak membiarkan. Ara, gue jujur pengen donorin jantung gue buat lo...."
Secepat kilat badan Abian di dorong kasar, Naura menahan napas nyaris ikut jatuh ke lantai namun tangannya sudah di pegang erat.
"Lo tuli atau gimana, hah?! Jangan pernah lagi muncul di depan gue apalagi Naura. Lo beneran pengen gue MUSNAHIN!" Air muka itu memerah, napasnya naik turun. Kedua tangan Raihan terkepal menatap nyalang Abian.
Entah itu kecerobohan, pegangan Raihan pada Naura mengendur begitu saja.
Pusat Raihan pada Abian pecah, bibirnya pucat paci. Naura jatuh terduduk di lantai, tidak apa-apa. Dia baik-baik saja. Naura yakin, tetapi seyakin apapun sepuluh detik berikutnya, punggung Naura nyeri menjalar ke pinggul.
****
SEMOGA SUKA ❤
Ramein vote dan komennya. Vote aja nggak papa itu udah buat aku semangat😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Teen FictionNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...