Lovia bersimpuh di kaki Raihan, air matanya mengalir deras. Menangis cegukan, ini salahnya walaupun kedua orang di belakang kompak menentang keras.
"Maafin gue, Rai. Harusnya gue nolak di ajakin Ara ke taman komplek. Gue kira juga aman tapi gak taunya orang itu malah culik Ara, Gian sialan!" lirih Lovia.
Sementara itu Raihan duduk di kursi diam, syok mendengarnya lima belas menit lalu. Matanya memerah, hidung mancung itu basah. Raihan kembali membaca pesan Naura untuk keempat kalinya.
Naura : aku mau ke taman komplek, jalan-jalan bosan dirumah aku sama lovia. Makasih sayang😍
Kemudian ponsel itu hancur berkeping-keping, Raihan berdiri. Kedua tangannya terkepal kuat. Istrinya di jadikan umpan? Rasanya Raihan ingin sekali mencekik orang itu, jika sesuatu terjadi Raihan berjanji membalasnya.
Raihan menoleh. "Gimana?" tanyanya datar pada Nikan yang berdiri di sisi meja sambil berkutat dengan laptop.
"Lovia gak liat kan pelat mobilnya agak susah carinya tapi lo tenang aja, gue berusaha rentas CCTV gerbang perumahan lo," sahut pemuda berkacamata bening itu.
Menunggu selama lima belas menit Nikan sama sekali tidak membuahkan hasil, Raihan bergerak tak tenang semakin emosi melihat Danika yang duduk di sofa memainkan hape.
Lovia mengusap pipi, memekik tertahan. Raihan yang tiba-tiba menarik kasar Danika.
"Ini semua gara-gara lo brengsek! Istri gue taruhannya! Gue beneran hilang akal Naura lecet sedikit pun, mati lo semua! GIAN ITU MAUNYA ELO BUKAN ARA." Raihan berteriak keras, mendorong Danika. Berikutnya Raihan jatuh berlutut, luar biasa takut. Naura pasti ketakutan.
Danika tertawa keras, melempar tatapan tajam. "Iya, emang salah gue. Tapi lo tenang aja gue udah nemu di mana Ara sekarang." Setelah mengatakannya Lovia dan Nikan berdiri di samping Danika, membaca pesan itu yang baru lima menit di terima.
089534++++++ : ini gue gian, danika lo pasti tau kan tempat di mana adik gue di perkosa tempat itu pula Naura berada. Tenang aja gue janji gak apa-apain kakak gue sendiri, cuma gue butuh lo. Untuk membalas semuanya
089534++++++ : tanpa polisi, orang jahat kaya lo gak pantas atau pengen jadi banci
Raihan mengusap wajah setelah Lovia membaca ulang pesannya, tidak semudah itu percaya. Raihan mendongak.
"Di mana tempatnya?"
"Keadaan lo benar-benar berantakan dan lo belum mak---"
"Di saat kaya gini gue bahkan gak selera buat makan."
"Kamu harus tetap makan!"
Ketiganya menoleh ke pintu dengan raut kaget, Nikan mengantup bibir rapat. Bagaimana bisa Sila ada di kantor Raihan, pertanyaan itu terjawab dengan Raihan yang memanggil lebih dulu.
"Akhirnya lo datang," kata Raihan parau. "Gue berterima kasih karena lo milih nurutin permintaan gue, Kak. daripada lanjutin praktek di rumah sakit!" sambungnya.
Wanita bersetelan dokter itu tersenyum hangat. "Kalian semua udah aku anggap adik sendiri, intinya Rai kalau pun di antara kalian sesuatu terjadi aku pasti membantu selama mampu."
Lovia berlari memeluk Kak Sila, air matanya kembali tumpah. Hari ini sangat menyakiti hatinya, Lovia yang takut di salahkan, Lovia meradang apa yang di lakukan Danika saat kekasihnya itu menceritakan tentang Gemina, Danika tidak memberitahu bahwa gadis itu tinggal di apartemen Danika, sebatas di gudang. Baru lah Danika menceritakan yang Gemina kabur dari apartemen.
*****
Erangan keluar di bibir itu, kelopak matanya perlahan terbuka, mengamati cahaya terang tepat berpusat ke arahnya. Dia menelan ludah, menyadari dua tangannya kini terikat di belakang kursi.
"Gi-gian."
"Akhirnya lo sadar."
Helaan napas lega, pemuda itu menegakkan badan. Tersenyum lebar menahan Naura yang mencoba melepaskan ikatan tangannya.
"Gue janji enggak akan nyakitin lo, yang gue butuhin cuma Danika dan Raihan apalagi Danika," ujarnya.
Naura mendongak, iris coklat madu itu berkaca-kaca. Remuk luar biasa mendengar nama Raihan, dia melakukan kesalahan. Pergi begitu saja, Raihan pasti khawatir. Naura tidak apa-apa hanya di ikat dan menjadi pusat perhatian tujuh orang pria tambun berkeliling yang membuat Naura tak bisa membendung marah, siapa duduk tak jauh dari tempatnya. Gemina di sana.
"KENAPA PEMBUNUH ITU DI SINI?!" Naura membentak keras, nada suaranya sarat penuh amarah. Kilas balik penyebab dia kehilangan Raina berputar cepat di kepalanya, layaknya kaset rusak. Dia jatuh di tangga, hinaan Gemina. Kesakitannya justru sebagai tawa bahagia.
Kedua orang itu tersentak, Gemina membuang muka. Gian yang kaget dan ucapan Naura membuatnya tertampar keras.
"Gemina juga korban!" tutur Gian. Naura membalas tatapan Gian tak kalah tajam, terisak tertahan. Korban? Naura tergelak, kakinya yang tidak terikat menendang lutut Gian.
"Korban? Kamu sekali pun gak pernah ngerti gimana perasaan aku kehilangan Raina, aku berjuang dan setelahnya suara tangisan itu malah gak ada!"
Rambut Naura berantakan, sepasang matanya mengitari liar gudang bekas ini hari sudah malam dan yang pasti Naura tidak ingin dia kembali kehilangan untuk kedua kalinya.
"Aku mohon...." Bibir itu pucat sepenuhnya. "Lepasin aku, Gian. Aku mohon! Kamu tau kan aku hamil, lepasin aku!" Pergelangan tangannya terasa nyeri di tambah kakinya kesemutan.
Pandangan Naura hanya berpusat pada Gian, dia tidak mau kehilangan tenaganya sekedar marah-marah, Naura tercengat, dagunya tertarik paksa. Air matanya berdesakan keluar, pertahanan Naura di ujung, pasrah. Asal sesuatu yang terjaga selama sembilan bulan ini harus selamat.
"Kamu mau ngapain?" tanyanya serak. Naura mengerang sakit jari tajam itu seakan hendak melukai pipinya, dia memelas ke Gian yang tersenyum. "Lepasin aku, aku mohon. Sa-sakit."
Sorot mata Gian berubah dingin. "Gue udah janji gak melukai lo sedikit pun, tapi lo yang mau gue kasarin. Berhenti bilang adik gue pembunuh, dia korban. Danika si bangsat itu perkosa adik gue!" desisnya geram sembari mencengram dagu Naura kuat.
Naura menyerah. Satu nama yang melintas di benaknya dan Naura berdoa laki-laki itu segera muncul menyelamatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Teen FictionNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...