[22] Kedatangan Kak Neon

792 96 2
                                    

Naura memang sudah lama dikeluarkan dari sekolah, dia tidak ingin membela diri atas tunduhan itu karena semuanya sekedar sia-sia. Dikeluarkan dari SMA Bintang bukan berarti Naura berhenti belajar.

Bertopang dagu Naura menatap penuh minat layar ponsel yang kini menjelaskan peluang pelajaran matematika. Dia memang sengaja ikut bimbel online dalam bentuk animasi.

"Mama bisa daftarin kamu ke sekolah baru lagi." Riani yang duduk di sofa berujar, tersenyum tipis. Naura tersentak menyadari dia tidak sendirian.

"Gak usah, Ara udah nyaman kaya gini," sahutnya. Naura menghela napas, berusaha suaranya tak bergetar

"Kapan kamu berhenti manggil mama dengan sebutan tante." Wanita muda itu beralih duduk di samping Naura. "Maapin kelakuan Gemina, apa yang harus mama lakuin biar kamu bisa maafin Gemina."

Naura meraih pergelangan tangan Riani hati-hati sebelum itu dia menyapu pandangan keseisi ruangan mengetahui tidak ada yang mengawasi mereka.

"Seharusnya Ara yang minta maaf, Ara pasti bakal manggil tante dengan sebutan mama, tapi bukan sekarang. Gemina, Ara udah lama maapin dia."

Sebenarnya Naura tau bagaimana kondisi Gemina sekarang, dulu Riani pernah menceritakannya. Jika Gemina memiliki masalah kejiwaan sejak papanya meninggal dunia, Naura tentu kaget. Saat itu pula dia berusaha agar Gemina tak selalu sendiri karena Gemina sering melakulan hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri.

Namun, itu semua justru berujung salah paham ditambahi Gemina cemburu atas hubungannya dengan Abian. Dalam hati kecil Naura berhubungan bersama Abian adalah kesalahan besar. Kepercayaan yang runtuh, luka yang mulai kering kembali dibuat basah.

"Kue kamu beneran enak, Mama suka banget. Kapan kamu bisa buat lagi?" tanya Riani memecah lamunan Naura.

"Tante bilang aja nanti pasti aku buatin lagi, Ara gak nyangka brownies Ara Tante jadi ngidam Tante." Naura tertawa pelan kemudian mematikan layar ponselnya. Kali ini dia ingin sekali mengobrol banyak dan berharap Gemina tidak salah paham, berkata jika dia ingin mencari perhatian Riani padahal itu tidak pernah.

Hampir sepuluh menit mereka berdua mengobrol, Riani benar-benar bahagia memandangi binaran ceria itu.

"Emang Ara boleh pegang perut Tante?"

"Boleh dong, sayang. Kan ini nanti jadi adik kamu." Riani meletakkan telapak tangan Naura ke perut buncitnya.

Naura tertegun sejenak mengikuti perintah mama tirinya itu detik berlalu senyuman Naura semakin lebar sesekali gadis pucat itu tertawa pelan, mengajak adiknya yang sebentar lagi akan melihat dunia itu berbicara walaupun Naura sadar tingkahnya konyol, tapi yang pernah Naura baca itu justru memang harus dilakukan.

"Aku udah gak sabar."

"Adik kamu juga gak sabar liat kakak-kakaknya yang cantik dan ganteng. Tanggung jawab Gian tambah satu."

Naura tak menduga Riani akan berkata nama Gian, adiknya itu sudah beberapa hari ini tidak ada di rumah.

"Gian itu sebenarnya ke mana? Ara sering liat Gemina khawatir dan bolak-balik di depan pintu," tanya Naura penasaran.

Riani terdiam cukup lama, membalas tatapan netra itu teduh. Keibuannya terpancar Naura seakan menatap mendiang sang mama. Naura merasa bersalah karena sampai sekarang dia belum bisa menerima Riani.

"Gian lagi di kantor polisi, ini hari keempat. Papa kamu dibantu pengacara sekarang lagi berusaha biar Gian keluar."

"Maaf, Tante."

"Gak papa, Mama beneran gak nyangka Gian berulah lagi bahkan sekarang udah jadi pengedar."

Naura merapatkan tubuhnya, Riani perlu sandaran ada tatapan terluka di sana. Kedua tangan Naura sudah melingkar di punggung Riani memeluknya erat.

"Ara yakin Gian pasti keluar dari tempat itu, papa bakal bantu. Mama jangan banyak pikiran, harus sehat," bisik Naura.

*****

Laki-laki dewasa itu mengeluarkan semua pakaiannya dari koper lalu menyerahkan kepada sang istri tanpa peduli penjelasan adiknya. Dia baru saja pulang dan Raihan tidak membiarkannya untuk istirahat.

"Anak lo mana, Kak?"

"Lagi sama Kiara, kenapa? Mau rusuh lagi."

"Gue udah cerita ditelpon waktu itu sekarang secara langsung juga udah, jadi gimana? Kak Neon setuju, kan? Gue gak terima penolakan."

Neon menghela napas, kabar ini mengejutkannya dan Dara. "Kamu serius?"

"Iya."

Dara menarik kursi, adik suaminya itu benar-benar keras kepala. Nasehatnya bahkan bagaikan angin yang tersapu.

"Bukannya kamu bilang orang tua gadis yang hendak kamu nikahi itu sering menyiksanya. Bagaimana kamu ingin minta restu pada mereka? Apa alasan kamu menikah? Semuanya gak gampang, apa dia udah tau rencana kamu sekarang. Harus ada pertemuan dulu, Rai." Dara berujar panjang lebar.

Raihan mengacak rambut menatap pada kakaknya dan Dara secara bergantian.

"Gue udah melakukan hal itu, tanpa pengaman. Gak menutup kemungkinan dia bakal hamil, ini emang sengaja. Secara gue pengen dia hilangin trauma itu secara perlahan," sahutnya serius.

Neon mendekati Raihan, jemarinya terkepal kuat. Cara Raihan sangat salah? Saat sambungan telpon Raihan mengatakan menolong. Tidak ada kata menolong dengan cara seperti itu.

"Kamu bertemu dengan keluarga Hayden, nama kamu tercoret di sana, kan? Karena udah berani bentak kepala keluarga mereka!" bentak Neon.

"Gue lakuin itu karena nolongin Ara!" balas Raihan sembari menepis kasar tangan Neon yang memegang bahunya. "Hidup Naura selama ini gak dipeduliin, kalau pun gue bawa dia pergi gak ada yang khawatir mereka malah membuka pintu lebar-lebar ... begitu pun si tua bangka itu!"

Dara di belakang berusaha menenangkan. "Kahfi mau ke sini, Mas? Kamu jangan kasih contoh yang gak baik sama anak kita."

Tak berapa lama Kiara datang dalam pelukannya ada balita berumur tiga tahun, tertawa kesenangan sembari merentangkan tangan.

Raihan membuang muka, mengatur emosi yang nyaris naik ke permukaan. Dia beranjak menuju balkon apartemen sebelum membuka pintu Raihan sempat menoleh menatap Kahfi, keponakannya itu. Waktu cepat berlalu, rasanya baru kemarin Raihan sibuk mengajari Kahfi memegang dot.

"Gue janji Ara bakal perjuangin semuanya, kita akan menyusun cerita indah. Lebih tepatnya berjuang bersama," gumam Raihan.

Raihan dan Naura [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang