"Kalian beruntung malam ini, nasi liwetnya terjual cuma separuh. Malam ini juga agak sepi," ucap Bu Gris seraya meletakkan dua gelas teh hangat. Warung tenda putih di jalan merdeka bukan hanya menjual nasi liwet, semacam ayam geprek dan sate ayam pun ikut ada beserta lontongnya.
Raihan tersenyum puas, menatap wajah cantik itu yang menikmati setiap suapan walaupun mata Naura keliatan bengkak mengingat istrinya tersebut selesai menangis. Raihan tidak tau seberapa lama Naura menangis, yang pasti Raihan tidak ingin melihat hal itu kembali apalagi dialah penyebabnya.
"Makasih, Bu. Yang masih ada saya borong," sahut Raihan. Wanita paruh baya itu tertegun sebentar buru-buru mengangguk seakan Raihan nanti berubah pikiran. Bu Gris lalu pamit meninggalkan keduanya.
Raihan refleks membuka mulut ketika tangan kanan Naura terulur hendak menyuapi, nasi liwet dan potongan ayam sudah dicocol sambal itu berakhir di perut Raihan.
"Sekarang giliran aku." Tidak berbeda jauh Raihan juga menyuapi Naura, menuruti saat gadis itu meminta terung goreng. "Kamu bahagia, kan? Untung ngidamnya nggak susah," lanjut Raihan terkekeh geli.
Naura tertawa kemudian mengusap perut buncitnya. "Aku bahagia banget, makasih Papa. Katanya dia makin sayang sama Papa ... jadi nggak sabar ketemu."
"Lah, Mama juga nggak sayang nih sama Papa. Permintaannya udah diturutin kasih hadiah ciuman boleh kan, dibibir?" Dengan sengaja Raihan menggoda Naura, menaik turunkan alisnya.
Sebatas nada santai, pipi gadis tersebut bersemu. Kenapa Raihan berkata seperti itu kalau ada yang mendengar bisa saja bahaya. Misalnya permesuman di depan umum, sadar pikirannya konyol. Naura menggeleng.
"Muka kamu gemesin beneran jadi pengen gigit," ucap Raihan kembali menyuapi Naura.
"Sembarangan, emang kamu nggak malu." Naura mendelik walaupun sebenarnya dia kini gugup, hanya mereka berdua di tengah-tengah warung duduk beralas tikar rotan. Alasan kenapa Naura menyukai warung tenda Bu Gris suasananya yang nyaman, tidak terpengaruh berada di pinggir jalan.
Malam mendung itu termasuk menjadi malam terindah bagi Naura begitu pula Raihan. Raihan yang puas atas kebahagiaan Naura permintaan atau mungkin ngidamnya terpenuhi yang Raihan tunggu. Dia tak sabar mendekap anak di perut istrinya itu.
Namun, tanpa di sadari ada seseorang gadis berpakaian minim sedang mengamati di sisi warung, sepasang mata itu menatap penuh dengki. Luar biasa marah melihat senyuman di wajah itu... dia, Gemina.
*****
Kiara dan Dara sepakat untuk tidak sibuk di hari kamis yang lebih penting adalah membantu adiknya itu, sesuai pilihan suaminya membeli rumah bercat putih.
"Makasih, Kak." Untuk kesekian kali Dara mendengarnya, Naura benar-benar tidak bosan. Berkacak pinggang Dara menghadap gadis itu.
"Sekali lagi kamu ngomong itu, rumah ini nggak jadi." Dara mengancam yang dibalas Naura dengan gelengan. Raihan akan marah karena rumah baru pemberian Kak Neon di ambil sebab dia kebanyakan berterima kasih.
Dara mengulum bibir, tidak menyangka Naura terlalu polos. Tentu saja Dara bercanda, namun Naura meresponnya serius apalagi setelahnya Naura menghampiri Kahfi sedang duduk di sofa sembari mengedot.
Rumah ini berlantai dua, cukup besar. Dara pun tidak menyangka terdapat kolam renang. Suaminya sudah melengkapi semua, peralatan rumah tangga tertata rapi. Raihan dan Naura cukup bawa pakaian saja, sekarang tiga koper di letakkan di kamar dekat ruang tengah. Untuk sementara keduanya tidur di sana karena di lantai dua belum sepenuhnya bersih.
Baru duduk di samping Kahfi, Naura dapat sambutan, Kahfi merangkak duduk bersila di hadapan Naura. Kedua tangan mungil itu kemudian mengusap perut buncitnya, Naura tertawa geli.
"Kapan ketemu dede," katanya.
"Bentar lagi Kahfi ketemu adek, nanti adeknya harus di sayang." Naura melepaskan dot itu bagaimana sekarang susunya habis.
"Mas Ian?" Balita itu menoleh kanan kiri seakan mencari seseorang.
"Mas Ian kerja." Kiara yang baru datang menyahut, meraih badan keponakannya itu lalu meletakkannya di atas paha. Kiara teringat tadi pagi Raihan terus protes semua map dia letakkan di meja sepupunya itu, dan alasan sore ini Raihan datang terlambat.
"Soal art dan satpam bakal aku cari, tapi beberapa hari kamu bisa kan, Ara?" tanya Kiara.
"Iya, Kak. Aku udah bisa masak, kalau pun nanti agak susah aku minta bantuan Mbak Anis."
Kiara bernapas lega, sesekali dia berkunjung ke rumah Neon ada kalanya Naura membantu Dara memasak entah itu siang atau malam.
"Jangan sungkan sama kami, kamu nggak nyaman bilang aja. Pas tau kamu ngidam nasi liwet, harusnya pergi jangan cuma sama Ian. Kita juga pengen liat warungnya kaya gimana... makanannya enak," ucap Kiara panjang lebar.
Benar adanya kalau Raihan memborong semua makanan, jam satu pagi penghuni rumah terjaga alasannya Raihan berteriak sambil memukul panci. 'BANGUN, OY! MAKAN ENAK' Kak Neon hampir mendamprat adiknya terhenti, sebab Raihan berlindung di punggungnya dan Naura pun menjelaskan semuanya.
*****
Sore ya updatenya, gak jadi malam:) Nasi liwetnya ternyata ada. Untung aja Rai gak liat wajah kecewa Ara.
Ramein vote dan komennya ya. Vote aja nggak papa itu udah buat aku semangat😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Ficção AdolescenteNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...