Sesuai permintaan Dara, ruang tengah itu seketika ramai walaupun hanya bertambah tiga orang, banyak makanan di atas meja termasuk empat box pizza, makanan kesukaan Raihan berupa sosis langganannya pun ikut hadir yang kini tengah di gigit Naura.
Naura tidak boleh bergerak sedikit pun tanpa pengawasan. Naura tidak boleh dekat-dekat dengan Lovia itu bisa saja Lovia ingin mengelus perut Naura lalu nantinya menimbulkan kecurigaan karena perut Naura telah buncit.
"Lebih baik pesta kaya gini daripada pesta besar-besaran. Kamu nggak mau kan kolega Kak Neon juga diundang perayaan kamu hamil," bisik Raihan sambil menggeser duduknya.
Gadis yang diajak bicara menoleh, sedari tadi mengamati tingkah Lovia bersama Nikan yang berfoto dengan Kahfi di pangkuan Nikan sementara Danika tampak tidak peduli, cowok itu terlihat tidak menyukai anak kecil.
"Iya, kalau anak ini lahir bisa jadi nanti Kakak kamu baru lakuin perayaan," sahutnya. Raihan tersenyum, menyapu pandangan. Semua orang sibuk masing-masing. Kakaknya pun telah pergi sepuluh menit lalu katanya ada urusan penting seperti biasa membahas pekerjaan.
"Dia yang setuju kenapa malah pergi? Kamu tau alasan aku ogah kerja di perusahaan Kak Neon, pegawainya pun tetap sibuk."
"Bos tetap sibuk ya?"
"Menurut aku Kak Neon itu pegawai."
Naura mendengarnya berdecak kesal, terserah lah. Raihan sengaja memutar-memutar bicaranya, seharusnya Naura sadar.
"Gara-gara mereka aku harus tertunda-tunda manjanya sama kamu," bisik Raihan lalu mengubah posisi tubuhnya menjadi berbaring sebagai bantalan paha Naura. Tidak peduli siulan Danika dan ejekan Lovia. Kedua orang itu kompak sekali sampai Naura berusaha mendorongnya.
"Ngapain sih kamu tiduran kaya gini, Kak Kiara liat aku jadi malu. Kamu emang nggak tau tempat." Naura mengomel, habis kesabaran Naura berdiri beruntung Raihan segera menahan tubuhnya untuk tak berakhir di lantai.
Buru-buru Naura mendekati Lovia yang duduk di atas karpet hanya dirinya dan Raihan berada di sofa itu kembali paksaan Raihan dan sekarang cowok itu mengekori di belakang. Raihan tidak pernah jera sudah Naura katakan dia dapat menjaga diri.
"Cie, bumil."
Naura terkekeh geli meraih uluran potongan pizza yang di berikan Nikan. "Makasih, gimana kuliah kalian?" tanyanya.
"Baik. Danika jurusan teknik, gue dan Lovia sosiologi." Nikan menyahut pelan, sudut matanya melirik Raihan memasang raut masam.
"Makasih ya untuk semuanya."
Nikan menaikkan sebelah alis, tidak mengerti ucapan Naura yang pasti terdengar tulus. "Gue nggak ngerti?"
"Karena kamu udah jadi teman aku, padahal kalian tau kan aku bukan seseorang yang layak punya teman."
Lovia sedang memainkan pipi tembem Kahfi terhenti, begitu pun Raihan pura-pura sibuk dengan ponsel tertegun sejenak. Ternyata Naura tetap Naura seperti dulu, Raihan kira istrinya itu sudah melupakan masa lalu, namun itu mustahil bagaimana raut wajah Naura seakan masih ada beban.
"Kamu dan Danika selalu dukung Rai," lanjutnya.
Pemuda berkacamata bulat itu tertawa pelan, baru pertama kali mendengar ucapan terima kasih secara tulus padahal menurutnya tidak perlu.
"Walaupun dia buaya saat gue tau Raihan serius sama satu cewek dan cewek itu lo, awalnya gue takut. Orang sebaik lo beneran nggak cocok bersanding sama dia." Telunjuk Nikan mengarah ke arah Raihan yang langsung memberikan pelototan.
Nikan menyadari Raihan membalasnya dengan tendangan gerakan cepat berdiri, menghampiri Danika yang mengotak-atik benda berbentuk seperti radio, bukan itu mirip lebih kotak musik modern biasanya Nikan pernah melihat iklan tersebut di instagram.
*****
Menjelang tengah malam ruang tengah itu masih ramai bahkan bunyi musik dangdut lebih nyaring daripada teriakan Lovia dan Kak Kiara. Kedua orang itu layaknya kerasukan, Naura melihat itu melongo. Sebelum kepalanya benar-benar semakin pusing lebih baik Naura tidur menyusul Raihan sudah lebih dulu ke kamar.
Berganti pakaian, piyama panjang kini melekat pas di tubuh Naura. Badan Raihan tepat menghadapnya, kelopak mata itu terpejam dan deru napas yang teratur.
Naura ikut memejamkan mata. Biasanya Raihan akan mengajak bicara sebelum tidur tapi untuk hari ini Raihan terlihat lelah, bagaimana tidak lelah. Raihan selalu bersikap waspada, kalau tidak duduk pasti berdiri. Menempeli dia ke manapun, yang Naura pikirkan besok Raihan tidak boleh kelelahan.
"Berisik." Suara serak tersebut membuat Naura tersentak kaget. Apa dia mengganggu Raihan sampai terbangun? Mendadak dia merasa bersalah.
"Maaf, aku janji enggak akan berisik lagi." Naura membasahi bibir, bersiap jika Raihan marah padanya.
"Bukan kamu tapi mereka yang dibawah, ganggu orang tidur." Raihan menatap istrinya itu yang kembali tegang seperti tadi pagi. Tangan Raihan mengusap perut Naura yang menonjol, tertawa saat mendapati wajah mulus itu yang memerah. "Aku ini suami kamu, masa harus ada sekat sih. Boleh kan kancing piyamanya di buka?"
Naura terbatuk pelan. "Cuma sebentar, dingin." jawabnya gagap. Bersikap biasa Naura menuruti permintaan Raihan membuka kancing piyamanya setelah itu bukan pendingin ruangan yang Naura rasakan melainkan tangan hangat Raihan yang mengelus lembut kulit perutnya.
"Gimana soal obrolan tentang rumah baru hadiah dari Kak Neon, kamu mau kan kita, tinggal di sana?" tanya Raihan.
Naura teringat di sela sarapan pria itu menunjukkan berupa foto tiga rumah, dia dan Raihan lalu sibuk memilih yang bagus. Sepakat rumah bercat putih, di foto semuanya lengkap hingga ke isinya. Halaman hijau cukup luas. Kolam renang yang sempat Raihan katakan lebih cocok budidaya ikan cupang setelahnya mengundang tawa.
"Aku beneran nggak nyangka Kak Neon kasih kita hadiah itu, menurut aku terlalu besar," tutur Naura.
"Lebih baik terima, Yang. Kan enak tinggal berdua." Raihan menyengir, gemas sekali melihat perut besar istrinya ini, tapi Raihan tidak boleh menggoda atau berceletuk seperti itu. Kemungkinan dia tidak lagi di berikan kesempatan.
*****
Emang si Rai banyak maunya. Untung Ara mau xixixi :") aku mulai update tiap hari kayaknya.
Ramein vote dan komennya ya. Vote aja nggak papa itu udah buat aku semangat😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Teen FictionNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...