Soal Raihan meminta ciuman pagi itu Naura menurut sebagai istri yang baik, lagipula tidak ada larangan. Seminggu setelahnya Raihan pernah mengatakan dia akan mengajaknya jalan-jalan dan memang nyatanya malam ini rambut hitam cowok itu mendadak di sisir rapi. Kaos abu-abu melekat dan celana jeans sambil jaket di bahu tersampir.
"Jaga-jaga nanti kamu kedinginan." Raihan berbalik tanpa menunggu jawaban Naura, Raihan memasangkan jaket. Naura sendiri tidak berbeda jauh dengan Raihan. Kaos berlengan panjang warna ping dan celana longgar, rambut Naura di ikat tinggi, wajahnya semakin cantik memakai riasan.
"Kamu beneran pengen masuk ke sana." Telunjuk Naura mengarah ke alun-alun kota dari tempatnya pun ramai. Rasanya terakhir ke sini sebelum keduanya menikah dan Raihan kembali mengajak ke tempat ini.
"Iya, aku gak mau kamu keseringan melamun."
"Itu bukan melamun."
"Kamu dipanggil pasti kalanya diam, di tepuk baru sadar."
"Tap---"
"Oke, jangan debat. Kita masuk sekarang." Raihan mengalah meraih jemari Naura, tangan berbeda itu saling bertautan. Raihan tersenyum lebar sementara Naura mencari tempat duduk, banyak anak-anak yang bermain. Alun-alun kota tempat cocok melepaskan penat, lentera menggantung dan Naura suka, bunyi gemercik air mancur terdengar.
"Mana ada piknik malam?"
"Ada."
"Siapa?"
"Kita."
Naura memutar bola matanya setelah pencarian sampai harus berkeliling akhirnya menemukan tempat duduk, sebelum ke sini Raihan beberapa kali berhenti membeli jajanan, katanya menikmati suasana akan lebih indah kalau makan.
"Mau yang mana, Yang?"
"Telur gulung."
Raihan membuka satu-satu isi kantong bening lumayan besar itu meletakkan di tengah lalu menyerahkan sesuai diminta Naura.
"Hati-hati makannya." Raihan tertawa, pasalnya istrinya layaknya orang kelaparan. "Kamu masih banyak makan ya padahal gak hamil."
Tepat gigitan Naura terhenti, menoleh sepenuhnya. Dia berdehem mencoba bersikap biasa. "Iya, maafin aku. Belum hamil, kamu pasti pengen banget kan aku secepatnya hamil?" sahut Naura.
Mendengar nada sarkas itu Raihan menggeleng tak bermaksud. "Bukan kaya gitu, tapi aku gemes sama kamu. Tergantung kehendak Tuhan, kalau pun kita berusaha ya semuanya udah ditentuin."
Naura tersenyum pahit refleks sebelah tangan mengusap perut ratanya, berada di keramaian justru membuatnya merasakan sendiri. Naura mencoba kuat, Raina telah pergi dan dia pun sudah ke makam bayi perempuanya itu. Kesedihan Naura semakin menjadi tanpa sengaja iris cokelat madu tersebut melihat wanita muda tengah hamil.
"Sayang..."
Naura terisak tertahan membiarkan Raihan menariknya merapat bersandar di bahu kokoh itu, dadanya sesak mengingat kembali bayi perempuannya. Naura tau tidak semudah itu, mereka baru saja kehilangan belum lama masih perlu penyembuhan. Yang dikatakan Raihan tadi pun benar.
"Jangan nangis, malam romantis kita di luar. Kamu kuat, sekali pun kamu gak pernah nolak keinginan aku," bisik Raihan sambil menyuapi Naura dengan telur gulungnya.
Raihan berkata jujur, Naura termasuk perempuan penurut. Apa Raihan minta Naura selalu berusaha menyanggupi, tidak pernah lelah terucap di bibir itu dan Raihan tentu sadar dia laki-laki beruntung memiliki Naura.
Di alun-alun kota cukup luas itu keduanya memuaskan diri berkeliling, mengisi perut. Sebagai penutup Raihan menghadiahkan boneka beruang putih dan arum manis.
"Gimana udah kenyang?"
"Iya, makasih."
"Jari kamu masih ada sisanya toh."
Belum sempat Naura menjilat sisa remahan arum manisnya, Raihan yang baru hendak naik ke motor lebih dulu melakukan, Naura tersenyum geli. Dua pipinya memerah, di parkiran mau tak mau keduanya berakhir jadi pusat perhatian.
*****
Raihan merebahkan tubuhnya di samping Naura, mengiyakan omelan istrinya itu karena setelah berbicara dengan Mang Adam langsung masuk kamar tanpa membersihkan badan.
"Kita ini baru keluar rumah, naik motor. Banyak polusi sama debu nanti kotor kasurnya gimana," kata Naura dibalas Raihan gumaman tak jelas. Wajahnya bersembunyi di balik bantal seakan menjadi pegangan Naura terus menarik kakinya.
"Aku ngantuk."
"Tapi kotor, bau lagi."
"Ke kamar mandinya berdua."
"Yaudah, kamu langsung tidur."
Membelakangi Raihan kemudian Naura menarik selimut, Raihan berat. Dia menyerah, yang ada penyakit jantungnya bisa kambuh.
"Kamu itu emang menggemaskan."
"Terus?"
Naura berdecak kesal mulai menyadari jalan pikiran Raihan, kedua tangan itu telah melingkar di perutnya bahkan deru napas Raihan terasa di lehernya.
"Kebiasaan aku usap perut kamu gak akan hilang walaupun kamu gak hamil. Maafin ucapan di taman tadi ya? Aku salah," ucap Raihan.
Naura beralih menghadap Raihan. "Kenapa kamu minta maaf? Justru aku yang minta maaf bersikap emosional."
Raihan tersenyum lebar, hatinya menghangat. "Oke, di sini kita berdua salah," sahutnya final. Raihan mempertipis jarak, hidung keduanya bersentuhan. Bibir Raihan lebih dulu mendarat di kening detik berlalu turun sementara jemarinya bergerak membuka lihai kancing piyama Naura.
*****
Akhir-akhir ini sibuk, tapi aku bakal usahain untuk selalu update tiap hari🙂
Ramein vote dan komennya ya. Vote aja nggak papa itu udah buat aku semangat😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Teen FictionNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...