Gadis jangkung berambut sebahu itu meletakkan cemilan ke meja yang langsung di sambar kedua laki-laki di sebrang, sebelah alisnya naik menyadari sang kekasih yang sebelah tangan kemudian bertopang dagu dan satunya terulur memberikan permen karet.
"Bukain," pinta Danika tersenyum manis. Lovia mendelik sedikit tidak ikhlas menurut, batinnya meraung kesal.
"Manja lo, beneran mau pacaran sama dia. Kayaknya cuma manfaatin lo, Lov." Nikan memukul bahu Danika, di balik kacamata memandangi heran Lovia. Dengan mudahnya menerima Danika begitu saja.
Lovia memainkan sedotan teh kotaknya, untuk kesekian kali berhubungan dengan Danika di ragukan. Ya, dari setiap sisi kelihatan jelas Danika memanfaatkannya, biasa dia bisa berteriak dan memukul kelakuan Danika yang berhasil bikin darah tinggi, sekarang tidak lagi.
"Belum tiga bulan, nanti kalau udah tiga bulan masa percobaan langsung gue mutusin nih bekicot!" sahutnya ketus.
"Ah, iya. Gue lupa." Nikan cengar-cengir, teringat perjanjian itu. Katanya rahasia, entah apa yang terjadi setelahnya.
Lovia menyuapi permen berbentuk warna ping itu ke mulut Danika yang di balas elusan lembut puncak kepalanya, mengabaikan Nikan bereaksi orang muntah.
"Jadi makin sayang, kalau kaya gini aku bisa nyaman nih sebelum waktunya," guman Danika. Lovia tersenyum tipis, berusaha untuk tetap bersikap biasa.
"Ingat kan di sini ada yang masih jomblo." Nikan tak tahan menyindir, mengetuk meja. Sampai kapan saling tatap itu terhenti, muak sekali. Wajah Lovia biasanya sangar tidak cocok tersipu malu.
Lovia menegakkan badan, berdehem samar. Menetralkan degup jantungnya yang loncat-loncat, dua pipi tirus itu semakin panas. "Apaan?! Ganggu lo kuman!" desisnya.
Nikan memutar bola mata. "Terserah lah, palin--- eh, mau ke mana?" Refleks Nikan berdiri, Danika yang tiba-tiba melompat dari kursi berlari keluar kantin, sementara Lovia segera mengekori. Sadar air muka kekasihnya itu seperti menahan amarah.
Lovia berhasil berjalan di samping Danika, napasnya naik turun. Kaki panjang Danika berakhir di parkiran mobil kampus, Lovia menahan tangan Danika yang hendak membuka pintu mobil.
"Aku ikut."
"Ini masalah aku dan si mainan itu .... maksudnya Gemina kabur, jangan. Aku yakin orang yang bantuin sampah busuk itu pasti bukan orang biasa."
Tentu, Lovia paham. Danika sudah menceritakan semuanya semenjak mereka berdua pacaran.
"Bukan orang biasa gimana? Sama-sama makan nasi, intinya aku ikut, Danika. Titik!" serunya lalu merebut ponsel di genggaman Danika.
Danika menghela napas terdorong pasrah, gadis itu memasuki mobil di sisi kemudi. Membaca pesan nomor yang tidak kenal itu dalam.
089534++++++ : gemina lolos dari kurungan anda. Jangan mencoba mencarinya, siap-siap saja balasan yang lebih dari apa yang anda lakukan, penjahat!
Picture
Lovia melihat jelas foto Gemina entah itu tertidur atau tidak sadarkan diri di pelukan seseorang, dia tidak mengenali. Wajah Gemina memang nampak, tapi yang memeluknya samar.
"Kita ke apartemen! Karyawan di sana emang gak becus, kayaknya aku harus pindah dan blacklist itu tempat." Sepanjang perjalanan, Danika terus mengumpat.
*****
"Cie, yang bentar lagi mau lahiran!"
"Cie, di panggil Papa."
"Cie, punya suami kok tampan banget."
"Cie, itu yang bilang tampan pasti matanya katarak."
Raihan mengerucutkan bibir, punggungnya bersandar di meja patry sedikit memiringkan kepala mengamati Naura yang membersihkan piring basah dengan kain. Tugas Mbak Anis telah selesai dan pulang, awalnya dia ingin mengantar tetapi wanita itu menolak mengatakan terlanjur memesan ojol.
"Aku luar biasa nggak sabar gendong bayi!" Raihan tersenyum lebar, menggoyakan bergantian kakinya maju mundur.
"Aku juga lebih lagi nggak sabar bangettt! Kan, anak aku!" Naura mengangkat dagu seraya telapak tangan mengusap perut besarnya.
"Itu, kan. Anak aku juga. Nanti kita gendongnya gantian, oke?" Senyuman Raihan pudar, menyahut kaku. Ini istrinya seakan berlagak sombong atau perasaan Raihan saja.
"Ya, kita liat dulu."
"Jangan bercanda, Yang."
"Kamu jarang mandi, belum di gendong sama pangkuan udah nangis bayinya."
Raihan mengusap wajah, hari ini Naura sangat menyebalkan. Raihan memegang dadanya kemudian menjerit-jerit. "Aku selalu mandi, itu hoax! Kita buatnya sama-sama!"
Selesai mengelap piring Naura mengikuti Raihan yang kembali merengek layaknya anak kecil sambil memeluknya di belakang, Raihan berbisik katanya ingin memberikan kejutan.
Tibalah di belakang rumah, tanpa beralas merasakan anak rumput yang basah sisa hujan tadi sore di kaki. Naura justru senang, sensasi dingin dan nyaman di telapak kakinya.
"Liat deh, Yang. Ada cahaya."
Gadis berpiyama selutut itu menoleh dan benar, tidak jauh di tempat keduanya berdiri terdapat meja bundar tanpa kursi di tengah meja itu benda terang bersinar, sinarnya kuning keemasan mengingkatkan Naura lampu alon-alon kota.
"Kamu, lenteraku. Bersinar kaya lampu itu bedanya sinar kamu gak keliatan, terus sinarnya terang," bisik Raihan meletakkan dagunya ke bahu Naura, menghirup dalam-dalam aroma sampo khas Naura.
Hati Naura bergetar, sudut matanya tiba-tiba panas. Tuhan benar-benar baik, memberikan Raihan padanya.
"Satu lagi, sinar kamu selalu terang. Sekali pun banyak orang yang membenci. Tidak pernah redup walaupun jatuh berkali-kali."
*****
SEMOGA SUKA ❤
Ramein vote dan komennya. Vote aja nggak papa itu udah buat aku semangat😍

KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Teen FictionNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...