[34] Hadiah Dari Papa

773 98 5
                                    

Malam harinya, pertemuan keluarga itu memutuskan untuk di restoran yang telah di siapkan Kak Sila, sekarang meja tengah tersebut cukup ramai lebih menarik dua pasangan sebentar lagi akan menikah kini menerima tiga paper bag besar di berikan Riani.

"Makasih, calon mama." Raihan tertawa pelan meletakkan di samping kursi.

Dara di tempatnya berdecak kesal, benar-benar merasakan canggung tetapi Raihan justru bersikap seperti itu.

"Di sini saya mewakili keluarga Dipran, suami saya tidak bisa datang kemari satu jam lalu mendadak diberitahu jika dia ingin ke luar kota mengurus perusahaan yang katanya sedikit bermasalah," jelas Dara menatap tepat pria dewasa di sebrang memasang ekspresi dingin.

Riani tersenyum tipis ke Dara menyadari sang suami tetap bergeming.

"Nggak papa, sebentar lagi kan kita akan menjadi keluarga. Ara, itu hadiah dari Papa kamu. Kebaya dan gaun semuanya udah lengkap. Soal ukuran Mbak Anis yang bantuin bilang ya sayang jika ukurannya enggak sesuai."

Naura tertegun, pantas saja dua hari yang lalu Mbak Anis sibuk mengukur pinggang dan seluruh badannya. Tadi Naura sempat melirik di dalam paper bag itu sepasang sepatu yang menawan. Naura tidak bisa membayangkan harganya

"Mungkin harga sepatu itu cukup mampu membeli batu berlian." Raihan berbisik seakan mampu membaca pikiran Naura.

"Terserah," sahutnya ketus. Tentu Naura masih ingat kelakuan Raihan seharian ini luar biasa menyebalkan terus mengodanya apalagi ketika di kamar, bibirnya di jadikan santapan. Naura menyimpulkan Raihan adalah cowok mesum, seharusnya memang dari dulu dia memberikan predikat itu.

Naura berusaha bersikap biasa, menatap bergantian adik tirinya itu yang juga tengah memandanginya.

"Aku bahagia kamu ada di sini, Gian." Gadis berdress biru navy selutut itu tersenyum lembut. Dia tau jika Gian telah lama keluar di penjara melalui bantuan sang papa dan adiknya itu pasti mengerti maksudnya.

"Iya, gue janji enggak akan mengulang lagi. Ini semua karena pergaulan bebas gue," sahut Gian.

Naura mengangguk, baguslah pasti Gian tidak hanya berjanji padanya tetapi ke keluarga Hayden walaupun di satu sisi Naura menyadari ada hal aneh di cowok itu, lain halnya Gemina sekarang tetap sinis padanya.

"Kakak sama adik persis banget." Bukan suara Naura melainkan suara Raihan, Naura melotot kemudian menyikut perut Raihan begitupula Dara dan Kiara menahan diri agar garpu di tangan tidak melayang.

"Maksud lo apaan?!" Gemina berdecak kesal, tatapan remeh Raihan membuatnya tak bisa menahan lagi. Buku menu di tangan kemudian berakhir tepat di wajah Raihan.

Raihan hendak membalas bukan melalui kekerasan, tetapi mulutnya gagal sebab di bekap Naura.

"Gemi, maafin Rai." Naura memohon lalu berdiri, menarik pergelangan tangan Raihan ikut beranjak dia harus menasehati Raihan atas sikapnya. Bagaimana jika Darel yang sedari tadi diam, mendadak langsung marah dengan gangguan acara makan malam ini.

Naura membawa Raihan ke belakang restoran, di sana terdapat kanopi dan banyaknya tanaman bunga mawar, sebagai penerangan banyak lentera, cahaya kuning memperindah restoran walaupun berada di pusat kota.

"Harusnya kamu bisa jaga emosi. Aku tau kamu marah sama Gemina dan Gian apalagi Gemina, tapi jangan kaya gitu!" omel Naura memelas.

"Gemina itu udah jahat sama kamu, kapan lagi kita bisa ketemu dia. Mak lampir itu selalu jadiin kamu kambing hitam," jawab Raihan tidak ingin disalahkan.

Naura mengusap wajah, dikatakan Raihan benar, namun berbeda dia hampir tidak pernah makan bersama dengan sang papa. Sejak dikeluarkan di SMA Bintang, untuk kali ini Naura meminta Raihan mengerti.

"Aku mohon, jaga ucapan kamu. Aku beneran kangen Papa, pengen salaman sama ... Papa sebelum nikah. Seengaknya aku mau pelukan walaupun Papa nggak suka. Please, kamu nggak ada niatan kan rusakin semuanya?" Nada suara Naura bergetar. Mengingat kembali hidupnya Naura selalu ingin menangis, Raihan mengira dia benci keluarga Hayden, namun faktanya tidak.

Kelopak mata cowok itu meneduh, tanpa Raihan sadari perbuatannya menyakiti hati gadisnya itu.

"Maaf." Raihan berkata serak sembari mengangkat pelan dagu Naura, netra berbeda itu saling menyelami. Rasa bersalah memenuhi hati Raihan.



******

Jika Naura tau sang papa pulang lebih awal Naura memilih mengajak Raihan berbicara tidak terlalu jauh, sekarang harapannya hanya ingin mobil itu belum keluar dari parkiran restoran.

Naura tak peduli sepatu high heelsnya yang cukup membuat kakinya sakit sebab berlari, doa Naura terkabul di mana sekarang sang papa terakhir memasuki mobil.

"Papa!" Bersamaan dengan Naura memanggil dia lalu memeluk pria merawatnya itu sejak sang mama meninggal. Kedua tangan mulus tersebut melingkar di perut Darel, Naura menerima jika dia akan didorong tapi tolong biarkan memeluk Darel walau sebatas lima detik.

Air mata Naura luruh perlahan, tangisnya menjadi isakan. Darel sama sekali tidak mendorongnya itu berarti sang papa menerima.

"Papa..."

"Makasih untuk hadiahnya. Ara janji bakal simpan hadiah itu setelah memakainya ... Ara simpan di tempat paling bersih."

"Ara sayang-sayang Papa. Makasih udah rawat Ara sampai sekarang, makasih udah berikan Ara kebahagiaan."

Naura tidak bisa melihat ekspresi Darel sekarang karena membelakanginya, tapi dia dapat melihat di tempat duduk kemudi Riani tersenyum dan Naura juga berterima kasih pada ibu sambungnya itu.

Raihan dan Naura [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang