"Lebih baik kita putus?!" ucapnya penuh ketegasan. Pemuda berkacamata bulat itu membalas tatapan gadis di depannya kini yang terlihat kaget.
Naura termundur, memegang pilar di sampingnya. Menahan diri agar suaranya tak bergetar. Sesuai tebakan, Abian yang sekarang terlihat berbeda jauh, sering kasar bahkan menganggapnya seolah babu.
"Kenapa? Cuma kamu, Bi. Yang percaya sama aku. Yaudah kita putus tapi masih bisa ... temenan, kan?" sahut Naura sembari meraih pergelangan tangan Abian, air matanya menetes.
Sekali sentakan genggaman itu terlepas. Abian tertawa sumbang memalingkan wajahnya.
"Makin ke sini makin parah. Aku udah coba buat mereka nggak bully kamu tapi sulit. Justru kepopuleran aku sekar---" Belum sempat Abian meneruskan kata-katanya, ia tersentak kaget bagaimana gadis berambut panjang itu berlutut lalu memeluk kakinya.
"Kita bisa jadi kakak-adik."
"... cuma kamu yang percaya."
"Aku gak mau pindah sekolah lagi, ini terakhir kalinya aku pindah. Mereka itu sebatas iri, abaikan!" serunya. Nada suara Naura kesal. Ia ingin membalas mereka semua tetapi selalu saja ada orang lain yang mengancam.
Naura tidak peduli jika nanti ada yang mengambil kesempatan karena dirinya berlutut di hadapan seorang laki-laki. Seakan takut walaupun memang benar dirinya takut.
"Kamu itu emang keras kepala! Jangan pernah maksa orang lain, bagus mereka semua mandang kamu kaya gitu," bentaknya tak tahan. Abian mendorong kasar Naura, garis wajahnya memerah.
Naura meringis ngilu, jemari lentiknya memegang sudut bibir yang berdarah. Saat dorongan Abian, Naura yang hendak kembali memegang kaki Abian justru pemuda itu menendang mulutnya.
"Sekarang terserah lo, pindah sekolah atau apapun itu ... gue nggak akan ikut campur! Lebih baik emang pindah," ujar Abian sinis. "Selama ini gue cuma numpang nama sama lo."
Gadis itu terbatuk, jemarinya terkepal. Kedua pipinya basah. Naura kira Abian tulus. Gaya mereka berdua selalu sama ke perpustakaan dan sesekali pergi ke kantin. Namun mendengar fakta itu membuatnya sakit luar biasa.
Abian berjongkok kemudian menarik dagu Naura, sepasang mata berbeda itu saling tatap menyelami lebih dalam. Jika yang satunya memelas sementara yang lain menjatuhkan.
"Kalau udah dipake, harusnya dibuang. Nggak mungkin lagi gue harus nyimpen jadi nurut aja, oke?" bisiknya dalam.
Setelah mengatakan itu pemuda tersebut berdiri lalu berbalik, pergi menuju trotoar mengabaikan panggilan kekasihnya. Bukan kekasih lagi sekarang dimana ia sudah memutuskan.
Naura tertawa pelan memandangi punggung Abian yang mulai menjauh.
"Seharusnya jangan bertingkah seperti orang rendah, ada yang menjatuhkan angkat dagu kamu tinggi-tinggi. Tutup telinga anggap aja suara itu sebatas nada sumbang yang gak pernah bisa menghargai orang lain."
Naura hendak menoleh ke sumber suara namun matanya tiba-tiba ditutup, tubuhnya menegang sadar aroma parfum itu.
*****
JANGAN LUPA SIMPAN KE PERPUSTAKAAN ✔
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Teen FictionNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...