[49] Terpuruk

723 73 1
                                    

"Kita bertiga udah sepakat merahasiakannya!" tegas Lovia sambil memotong kecil apel merah di tangan menggunakan pisau, mendengar itu Naura tersenyum. Bersandar lebih nyaman di kepala ranjang, kamar perawatannya tiba-tiba pindah ke ruang VIP sesuai permintaaan Kak Neon, Naura tidak bisa menolak.

"Makasih, padahal masih perlu tiga bulan lagi Raina melihat dunia. Tapi Tuhan berkehendak lain walaupun begitu aku yakin Tuhan akan memberikan aku dan Raihan kembali kesempatan untuk menjadi orang tua."

Gadis berambut sebahu tersebut tersenyum lebar, sudah tiga hari Naura dirawat. Obrolan keduanya ini lah jawaban Naura yang panjang.

"Lo sehat, Ara. Kalian melakukan hubungan itu tanpa ikatan sampai hamil padahal belum nikah itu termasuk luar biasa," bisik Lovia semangat.

Naura terdiam, kalau pun mereka melakuan itu belum ada ikatan pernikahan, anaknya tetap tidak tidak selamat. Apa mungkin ini adalah karma?

"Nggak ada yang namanya luar biasa."

Lovia merapatkan bibir, merutuk kecil. Bicaranya salah kembali melihat wajah Naura yang muram.

Naura menerima potongan apel yang diberikan Lovia, hampir sepuluh menit keheningan hingga pintu di buka dan di sana ketiga wanita salah satunya menggendong balita mendekat.

"Seminggu ini aku berada di luar kota," tutur Sila. Naura tau hal itu, Raihan sudah mengatakannya. Rumah sakit Permata memang lah tempat bekerja Kak Sila.

"Gimana keadaan kamu, Ara? Jangan banyak pikiran. Keguguran mungkin bukan hal biasa, tapi kamu harus tau kesempatan itu masih ada," kata Dara. Naura tertegun sebentar, hampir mirip dengan ucapannya tadi. Naura tersenyum tipis, lagi-lagi kembali berbohong. Mereka tidak tau bahwa dia sudah melahirkan kecuali Kak Sila, namun sayang bayi perempuannya tidak selamat.

Pandangan Naura jatuh pada Kahfi meminta turun, Kiara menurutinya. Mendudukkan Kahfi dan Naura kini duduk berhadapan, Naura mengacak rambut berwarna cokelat itu.

"A-adeknya udah pergi..." ucap Naura bergetar. Sekuat apapun menahan agar mereka di kamar perawatannya tidak melemparkan tatapan prihatin, Naura tidak mampu. Dia tidak mampu bersikap sok kuat.

Naura menunduk, biasanya malu menangis di depan orang banyak. Dia lebih suka menangisi semuanya sendirian, malu itu pudar. Naura terisak, membiarkan pipinya basah oleh air mata.

"Lovia, kamu jaga Ara ya? Kita mau ke kantin rumah sakit," kata Dara. Dara mengangkat kembali anak laki-lakinya, melirik bergantian Kiara dan Sila seakan paham kedua orang itu lalu mengikuti. Naura merasa bersalah, dia ingin menghentikan mereka, tapi suaranya tertahan.

"Lo mau ngusir gue?" tanya Lovia datar. Kalau pun Naura meminta Lovia pergi, pasti sahabatnya ini juga tidak akan menurut. Katanya sampai Raihan datang barulah Lovia pulang. Entah di mana Raihan sekarang, sejak Naura bangun tidur Raihan tidak ada di kamar, hanya meninggalkan sarapan bubur ayam di nakas dan note kecil bahwa Raihan tidak bisa menemaninya.

"Lo boleh nangisin anak lo, Ra. Tapi ingat kondisi lo, sekarang pun gue yakin Rai lagi nyari Gemina. Tuh pembunuh kabur!" sambung Lovia.

Naura menghapus air matanya sekedar sia-sia dia malah semakin terisak. Naura lelah menangis, namun setiap ingat pembicarakannya dengan Raihan setiap malam sebelum tidur tentang bayi mereka, itu sangat menyakiti hatinya.

"Sekarang Gemina buronan polisi, perempuan gila itu harus dipenjara karena dia udah jelas pengen bunuh lo, Ra. Bisa jadi juga si gila itu kena pasal lebih dari satu."

Naura mendengarkan semua sumpah serapah Lovia pada adik tirinya itu, sama halnya Raihan dan Lovia. Naura juga marah, mungkin semua yang tau sebenarnya marah. Keluarga Raihan tidak tau hal ini, Raihan berbohong dan mengungkapkan dia keguguran karena jatuh dari tangga walaupun ada benarnya.

*****

Ketiga cowok di atas atap tersebut sibuk masing-masing. Raut wajah mereka serius, cowok berkacamata mata mendadak berdiri melangkah hati-hati, jika salah sedikit nyawalah taruhannya.

"Emang harus banget di ketinggian kaya gini, hah?! Gue sibuk!" Raihan membentak, kesabarannya habis. Kedua orang itu berjanji menemukan pembunuh anaknya, Raihan kira mencari Gemina adalah paling mudah, setelah seharian dibantu orang kepercayaan, Raihan terpaksa memperbaiki bahwa mencari Gemina sulit. Gemina cerdik dalam bersembunyi.

"Lo bisa nggak sabar?! Kayaknya toh cewek udah hilangin jejaknya."
Danika berdecak kesal laptop di pahanya hampir jatuh.

Raihan mengusap wajah, tangannya gatal sekali mematahkan siapapun penyebab emosinya tersulut. Gemina? Mulai sekarang nama itu, perempuan itu Raihan benci. Awal bertemu pun Raihan sudah benci, kebenciannya semakin bertambah. Dia tidak peduli permintaan ampun gadis itu.

"Rai, rekamannya udah jadi," ucap Nikan. Ada rasa puas tersendiri bagi Nikan tidak rugi dia memanjat hingga ke atap. Kenapa mereka bertiga memanjat dan duduk santai di atap? Itu karena Danika yang memaksa. Katanya sangat suka dengan ketinggian.

"Tugas lo tunjukin rekaman itu ke Mamanya Gemina, Tante Riani. Sekalian aja sama Om Darel!" Danika menyahut penuh perintah dan dibalas Nikan dengan anggukan, misi terakhirnya membongkar semua kebusukan Gemina.

Tidak sia-sia Raihan memasang CCTV di rumah barunya itu, letaknya berhasil merekam semua kejadian tiga hari lalu.

"Gue emang bukan suami yang baik buat Ara. Ara bisa kaya gini itu gara-gara gue, andai aja gue enggak terlalu sibuk. Pasti anak gue tetap hidup," gumam Raihan yang dapat di dengar Danika karena duduk di sebelah cowok itu.

"Jangan sekali-sekali lo menyalahkan diri lo, Rai. Semuanya udah kejadian!" Danika berkata sinis, baru pertama kali melihat Raihan semenyedihkan ini. Bukan kepura-puraan yang biasanya dijadikan bahan candaan.

Raihan mengacak rambutnya yang berantakan lebih berantakan, sekali tarikan napas Raihan berteriak penuh emosi. "PAPA JANJI ORANG YANG BUNUH KAMU RAINA, ANAK PAPA. MERASAKAN PENYESALAN. DIA PASTI MATI! NYAWA HARUS DI BAYAR NYAWA!"

Langit sore itu, air mata Raihan menetes. Bahunya bergetar. Setiap malam Raihan selalu pura-pura tidur dan mendengar tangisan pilu Naura di brankar rumah sakit yang begitu menyayat hatinya.




*****

Raihan bisa selemah itu cuma karna Ara dan bayinya  :")

Ramein vote dan komennya ya. Vote aja nggak papa itu udah buat aku semangat😍

Raihan dan Naura [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang