Gadis berambut sebahu tersebut sering orang lain bilang tomboy dan berpenampilan layaknya preman hari ini cantik, tangan kanan itu sibuk memegang lipstik lalu memoleskan ke bibir. Sehari untuk sahabat bagi Lovia tak apa, dia tak suka berdandan tapi khusus Naura Rafia Hayden... pagi ini Lovia akan berdandan.
"Kamu cantik."
Mendengar secara refleks, Lovia memutar bola mata. Kesekian kali mendengar itu. Percayalah, Naura lebih cantik darinya, kebaya brokat warna pastel itu melekat pas dan elegan, rambut hitam Naura disanggul memperlihatkan lehernya yang putih mulus.
"Makasih, lo lebih cantik dari gue Araku sayang. Fokus sama pernikahan lo hari ini, oke?" Lovia tersenyum lebar. Pernikahan Naura di laksanakan di hotel mewah setau Lovia di booking keluarga Dipran. "Mau ke toilet dulu, lo yang nikah napa gue malah deg-degan," lanjutnya kemudian Lovia berlari memasuki kamar mandi.
Naura melihat itu tersenyum samar kembali menatap wajahnya di pantulan cermin, dia tidak menyangka hari ini benar-benar terjadi walaupun Naura harus merahasiakan jika dirinya tengah hamil, sesuai kesepakatan bersama Kak Sila dan Raihan. Naura bersyukur Raihan bertanggung jawab, memegang janji, mencintainya tulus.
Intinya Naura tidak bisa mengutarakan kebahagiaan melalui apapun, yang pasti dia sangat bahagia.
"Maaf..." Telapak tangan gadis manis tersebut mengusap perut ratanya, ada kehidupan di sana. Berharap tidak ada siapapun mengetahui, biarkan Naura yang mengatakan jika dia hamil namun dalam keadaan sudah menikah, faktanya berbohong. Naura terpaksa mengambil pilihan itu, kemungkinan jika tidak, mana mungkin pernikahan ini terjadi.
Kamar luas dan mewah di pijaknya kini terasa nyaman, keluarga Raihan sudah mempersiapkan jauh-jauh hari apalagi mengingat Raihan adalah keluarga bungsu Dipran.
"Lembaran baru aku sadar tidak selamanya bahagia. Ada dua fase hidup, satunya kesedihan, tapi Raihan aku berharap di mana fase itu kamu selalu di samping seorang Naura," gumamnya sembari meraih pigura di sisi meja rias yang diberikan oleh Kak Dara, Naura tidak mengerti alasan Kak Dara memberikannya.
Foto tersebut ada Raihan tengah menghadap pantai sambil memegang kamera, dalam suasana sunset. Dari potretnya saja indah.
"Orangnya yang ganteng atau pantainya buat kamu tertarik." Suara berat di belakang mengagetkan Naura, mendogak. Naura tak bisa menahan tatapan bingung pria muda berdiri di belakangnya kini.
"Maaf, aku enggak tau Kak Neon ada di sini." Naura berdiri lalu berbalik menghadap Kak Neon, mungkin ada yang ingin di katakan pria itu sampai harus sendirian datang ke kamarnya padahal Naura tau pernikahan ini banyak kolega keluarga Raihan ikut di undang.
"Calon suami kamu sedang di perjalanan menuju ke sini, ke mana teman kamu itu?" tanyanya.
"Lagi di toilet dan penata rias, katanya mengambil barang yang ketinggalan di mobil," sahut Naura. Naura sedikit risih di tatap seperti itu oleh Kak Neon, seakan dirinya tengah di nilai.
Naura menatap Kak Neon yang tersenyum, arti senyuman Kak Neon bukan minggu-minggu lalu ketika Naura tak sengaja berpapasan dengan pria itu berbicara terhadap rekan bisnis, bosan dan lelah. Tapi kali ini senyuman hangat.
"Di sini kakak minta maaf, mereka ceroboh. Maaf atas ketidak nyamannya."
Buru-buru Naura menggeleng, terkejut mendadak Kak Neon meminta maaf baru saja Naura hendak membuka mulut derap langkah kaki bersamaan teriakan Lovia.
"Gue udah bilang jangan nung---eh, siapa ini? Oh, hai. Kak!" Lovia tergagap, melambai ringan. Malu, Lovia luar biasa malu. Sadar tengah di tertawakan Naura, gadis itu melotot.
Lima belas menit kemudian, barulah Kak Neon keluar dari kamar dan Lovia langsung bernapas lega, selama itu pula ketiganya mengobrol santai.
"Gue malu banget."
Naura menahan tangan Lovia yang hendak mengusap wajah. "Nanti berantakan, tadi aku juga canggung tau, sebelum kamu datang sekarang pun juga."
"Gue lebih malu, Ara. Masa gue teriak-teriak. Semoga gue nggak di depak di hotel ini! Soalnya Makanannya enak banget."
"Sekalian aja kamu bawa kantong belanja."
"Boleh tuh."
Kemudian kamar luas itu di isi gelak tawa, Naura menggeleng heran semakin waktu berlalu jantungnya terus berdebar-debar sebentar lagi tanggung jawabnya akan semakin besar, telapak tangan Naura mengusap kembali perutnya.
Kamu enggak akan pernah bernasib sama dengan mama. Naura membatin, hatinya berdesir. Di satu sisi Naura masih tidak percaya dia menikah muda, tapi jika di depan mata terdapat niat baik kenapa harus ditunda? Orang tuanya pun sudah merestui termasuk sang papa, mempercayai semuanya. Membuka lembaran baru bersama Raihan.
*****
Kalo aku nggak sibuk nanti malam bakal update lagi. Plis jangan bosan sama cerita ini ya, makin ke sini makin seru loh😍
sebelum itu vote dan komen dulu ya🌟 vote aja udah buat aku semangat. Terima kasih sudah baca ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Ficção AdolescenteNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...