Di luar dugaan satu jam lalu Naura tidak didorong sang papa, walaupun papanya tidak membalas pelukan sebatas bergeming ditempat duduknya tanpa mengeluarkan suara. Awalnya Naura siap menerima malu jika seandainya ditolak seperti dulu-dulu adalah angan. Sudut bibir itu terus melengkung ke atas, rasa bahagianya tak bisa diucapkan melalui apapun. Papanya menerima pelukan hangatnya.
Naura melompat kecil memasuki kamar setelah mengisi perutnya, hari ini melelahkan sekaligus membahagiakan. Perasaan Naura campur aduk walaupun Naura hamil, tidak ada yang tau kecuali Raihan dan Kak Sila. Mereka memang sepakat merahasiakannnya.
Tepat ketika Naura sudah berada di tengah kamar hotel, tempat yang juga dia akan tidur tidak lagi sendirian kamarnya cukup luas, semuanya lengkap tetapi yang membuat Naura tak bisa kaget siapa yang berbaring sambil bergulung di kasur.
"Kahfi!"
Hampir saja balita itu menghantam lantai jika Naura tidak menahan, Naura menoleh sebentar pada jam dinding. Seharusnya Kahfi telah tidur apalagi setengah jam lagi menunjukkan dua belas malam dan kenapa Kahfi berada dikamarnya?
"Unda tidul baleng," ucapnya. Naura mengerutkan kening kemudian memangku berhadapan dengan Kahfi, anak ini mengemaskan. Mata bundar raut wajahnya lugu, kedua pipi bersih itu berisi lebih mirip Kak Dara.
"Emang mamanya ke mana?" tanya Naura ikut memiringkan kepala, membiarkan tangan mungil itu memainkan rambutnya.
Tidak ada sahutan, mungkin kah Kahfi sengaja dibawa Raihan ke kamar tidak masalah Naura justru senang bisa tidur bersama bertiga.
"Nanti Kahfi punya adik," bisik Naura sambil meletakkan telapak tangan balita itu ke perut ratanya melihat kebingungan di wajah tersebut Naura tertawa pelan.
"Dede?"
"Iya."
"Ahfi jagain."
"Nanti Kahfi jagain dedenya biar bisa main bareng."
Naura menarik gemas pipi Kahfi setelah itu membaringkan tubuh Kahfi ke kasur begitupula Naura. Aroma pewangi ditambahi kasurnya empuk sangat nyaman membuat Naura mengantuk, tetapi dia harus lebih dulu menidurkan Kahfi yang memang dari tadi terus menguap.
"Ini rahasia ya, sayang. Kahfi punya adik jangan ada yang tau. Rahasia."
"Lahasia."
Naura mengangguk, sebelah tangannya mengusap rambut coklat Kahfi. Naura kira Kahfi tidak akan tidur sebelum dinyanyikan atau mendongeng, tapi balita ini tentu bukan dirinya saat kecil mengingat hal itu Naura terkekeh geli. Masa kecilnya memang merepotkan beruntung sang mama mau saja saat Naura meminta hal itu setiap malam.
Kelopak mata Kahfi sudah tertutup, deru napasnya yang beraturan. Naura beralih mengusap pipi Kahfi, jujur tidak sabar lagi kelahiran anak di perutnya walaupun masih lama Naura tetap ingin cepat-cepat waktu itu terjadi.
"Lah, kenapa nih anak di sini?"
Naura mengangkat sedikit kepalanya menatap lurus Raihan, rambut Raihan yang basah sampai menutupi kening. Pinggang Raihan hanya di lilit handuk sebatas perut, cowok itu bertelanjang dada. Sadar atas apa yang Naura lakukan dia berdehem samar, apa itu termasuk terpesona? Mendadak pipinya terasa panas.
"Mata kamu udah pengen copot liatin aku."
"Mana ada?"
Raihan melempar senyuman mengejek untuk sekarang menggoda Naura bisa yang kedua, keponakannya di kamar pengantin menurut Raihan tidak boleh.
"Harusnya Kahfi sama orang tuanya, Kak Neon malah bahagia bisa berduaan sama Kak Dara lah ... kita yang terganggu," kata Raihan.
"Aku kira kamu seng--"
"Terus bukan kamu?"
"Iya."
Raihan berdecak kesal kesimpulannya adalah pasti Kahfi dibantu orang lain bukan Naura apalagi dirinya, satu nama yang dipikiran Raihan. Sepupunya itu Kiara.
"Kiara dari dulu nggak pernah bertanggung jawab." Raihan bermaksud menggendong Kahfi terhenti saat tangan Naura menahan, sebelah alisnya naik. Jangan bilang Naura tidak mengizinkannya.
"Kasian."
"Kasiannya sama aku. Masa aku tidur di sofa."
"Lebih baik di lantai."
Raihan mengacak rambutnya serius dia tidak ingin di ajak bercanda.
"Yaudah, Kahfi tidurnya di tengah-tengah kita. Gimana?" tanya Naura.
Pemuda tampan tersebut melotot. "Kalau Kahfi tidur sama kita seranjang jelas itu ganggu banget, kamu tau kan malam pertama apa yang harus di lakuin," sahutnya terdengar ambigu.
Kini giliran Naura yang kesal, melakukan hal itu bukan berarti selalu malam pertama masih ada malan-malam berikutnya. Oke, Naura tidak ingin memikirkan maksud Raihan, lagipula dia tengah hamil.
Seakan mengerti apa yang dipikirkan gadis itu Raihan kembali melanjutkan ucapannya. "Kita udah konsultasi sama Kak Sila, dia bilang nggak papa, asal melakukan hubungan itu nggak keseringan atau kamu dalam keadaan lelah, Yang."
Mendengarnya Naura terbatuk, ternyata Raihan masih mengingatnya. Salah kira jika Raihan lupa.
"Ada Kahfi, lebih baik ditunda." Naura bergumam sambil turun dari ranjang. Berharap Raihan menurut, jantungnya berdebar kencang.
"Kita bisa pindah kamar sekalian nanti aku panggil Kiara atau enggak pengasuh Kahfi."
Naura berjalan meraih handuk kering di atas sofa. "Aku mau mandi, badan aku juga bau." Tidak membiarkan Raihan menjawabnya dengan langkah lebar Naura memasuki kamar mandi.
Malam itu Naura bersyukur sebab ketika selesai mandi, Raihan telah tertidur di samping Kahfi. Kaos hitam melekat di badan Raihan dan celana selututnya.
*****
Ramein vote dan komennya dong. Vote aja nggak papa itu udah buat aku semangat, biar besok update lagi😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
أدب المراهقينNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...