[13] Rahasia

1.1K 114 2
                                    

Raihan tidak mengerti, membiarkan sosok asing itu menggendong Naura lalu merebahkan tubuhnya ke ranjang dan Mbak Anis yang mundur lalu berdiri tepat di sampingnya. Belum sempat Raihan bertanya Mbak Anis menoleh.


"Namanya Alta, bisa dibilang dia sahabat Nona Ara walaupun umur mereka berdua cukup jauh. Mas Alta sekarang kuliah semester tiga."

Raihan tidak menanggapi, hanya sekedar berdiri bersandar di tembok sembari memandang lurus ke ranjang hingga sepuluh menit kemudian seorang wanita datang dengan setelan putih sembari membawa tas berbicara akrab pada seseorang yang bernama Alta itu.

"Mungkin mereka satu jurusan."

Kedua orang itu sibuk dengan Naura yang terbaring bagaimana infus dipasang di salah satu tangannya dan luka bagian perut itu mereka obati. Setidaknya tadi Raihan berhasil menghentikan darah itu mengalir.

"Saya ingin berbicara," ucap Mbak Anis kemudian melangkah pergi keluar kamar. Raihan tersentak, setelahnya dia mengikuti ke mana wanita kira-kira tidak berbeda jauh umurnya dengan sepupunya Kiara.

Lantai dua itu, saat di tengah. Serupa lantai bawah terdapat meja dan sofa mewah di sana, di bawahnya ambal berbulu sementara di sisi sofa ada dua guci besar.

"Sebenarnya kamu itu siapa?"

"Nama saya Raihan. Bukannya kita sudah berkenalan." Raihan tersenyum tipis bersikap santai saja ketika wanita di hadapannya kini memicing curiga. "...siapapun saya dan Mbak memaksa menjauh itu mustahil saya turuti," lanjutnya.

Mbak Anis tertegun seakan paham yang dikatakan selanjutnya pada Raihan dan memang benar.

"Sejak kapan kamu kenal Nona Ara?"

"Saat dimana dia nangis di taman, lalu kita sering ketemu. Lagipula saya mengenal Ara bukan di taman itu kita pernah bertemu sebelumnya."

"Maksud kamu apa?"

Raihan kemudian berdiri, tubuhnya sedikit condong ke arah wanita muda itu. Sudut bibirnya kembali melengkung, namun senyuman itu berbeda. Kilatan matanya berubah dingin.

"Tidak penting bagi saya menjawabnya. Ini rahasia, cukup saya dan Ara tau. Semoga Ara mengingat rahasia itu!" ucapnya.

"Ucapan kamu seperti mengancam saya!"

"Iya." Raihan tergelak.

Sepasang mata berbeda saling tatap itu terhenti, ketika mendengar derap langkah kaki. Raihan menegakkan tubuhnya.

"Ara baik-baik saja, Mbak. Lukanya tidak terlalu dalam." Laki-laki berjaket coklat itu menjelaskan lebih dulu lalu menoleh ke arah Raihan. "Kamu siapa?"

Raihan bersedekap sembari dagunya terangkat angkuh. Jelas sekali nada suara itu terdengar tidak suka mungkin hanya dirinya yang sadar sedangkan Mbak Anis benar-benar bersikap sopan sampai membungkung seakan sosok laki-laki di hadapannya kini istimewa.

"Gak ada keharusan buat gue jawab, kenapa kalian berdua kepo akut." Raihan melirik kedua orang di dekatnya bergantian. "Yang pasti gue dan Naura berteman akrab. Kata teman itu akan terhapus seiring waktu berjalan."

Raihan ragu apa gadis tersebut menganggapnya teman apalagi saat dia berkata kasar beberapa jam yang lalu.

"Ya, kayaknya lo emang orang baik tapi gue belum tau pendapat Ara saat nanti dia sadar gue bakal nanya," ucap Alta.

Hanya pembicaraan singkat itu yang terjadi karena Raihan pamit pulang. Untuk sekarang tidak ada alasan baginya ke kamar Naura. Kedua orang itu bersikap waspada seakan dia adalah orang jahat.


****

Malam dingin itu ada tiga orang berdiri di sisi jembatan. Laki-laki berkacamata bulat di samping kiri menghentikan kegiatannya terhadap ponsel saat mendengar geraman dari bibir itu.

"Lo kenapa?" tanya Nikan.

Raihan melirik sekilas, kedua tangannya mencengram kuat pembatas jembatan. Garis wajahnya perlahan menurun.

"Gue pengen kalian berdua cari siapa itu Alta. Nama lengkapnya, semuanya. Jangan ada yang tertinggal."

"Dia cari masalah sama lo?"

Tak lama Danika melotot jaketnya ditarik paksa, dia menelan ludah. Merutuk kecil.

"Intinya kalian berdua harus cari tau, persetan. Si Alta itu hati kaya malaikat! Gue gak peduli apa yang udah jadi milik gue gak boleh sedikit pun milik orang lain." desisnya.

Raihan mendorong kasar Danika tanpa peduli ringisan sakit itu. Dadanya terasa terbakar. Alta? Dari cerita singkat Mbak Anis pun tidak perlu menebak Naura pasti begitu akrab pada seseorang bernama Alta itu.

"Kalian boleh masuk mobil, tinggalin gue sendiri." Raihan menatap keduanya bergantian. Perkataan Raihan penuh perintah. Nikan lebih dulu menyebrang jalan, mobil hitamnya ada di sana.


Setelah kepergian mereka, Raihan menunduk. Sepasang netra kelam itu menatap serius ke bawah jembatan yang gelap. Sebelah tangannya merogoh kantong celana jeans yang Raihan pakai mengeluarkan album kecil yang sedari tadi terus dia bawa.

Album berwarna ping dan biru yang tengah Raihan pegang langsung dia remas kuat, jangan sampai ada yang tau hal ini. Cukup dirinya!

"Sekarang gue janji Ara sama diri gue sendiri, bakal jagain lo tapi sementara waktu gue cuma ngamatin lo dari jauh. Semuanya udah kejawab sayangnya jawaban itu menyakiti gue mungkin juga lo nanti," gumam Raihan.

Album itu kemudian menggantung di antara jari Raihan, angin malam menerbangkan rambut hitam Raihan menutupi keningnya. Pakaian atasannya sebatas kaos tipis tidak membuat laki-laki itu kedinginan.

"Maaf, tapi gue emang harus buang album ini. Kalau ada yang tau semuanya hancur." Berikutnya album di jatuh ke jurang gelap tersebut tanpa meninggalkan selembar apapun di dalamnya.

Raihan tidak menyadari jika di mana tempat posisinya berdiri walaupun cukup jauh ada seseorang berpakaian serba hitam, wajahnya tertutupi masker mengamati lekat.

Raihan dan Naura [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang