[11] Terungkap

1.1K 124 6
                                    

Ini kesalahannya.

Seharusnya Raihan tidak melakukan itu. Bersikap kasar dan membentak pada gadis yang tengah tertidur diranjang itu sekarang, raut wajah polosnya. Ketenangan namun terlihat rapuh.

"Kenapa rumah ini sepi?"

"Keluarga Nona Ara pergi ke Bandung. Ada perayaan perusahaan cabang di sana." Mbak Anis menjelaskan sembari membenarkan posisi selimut.

Raihan terdiam sepasang matanya menyapu kamar bernuasa hitam putih ini, kamarnya dingin. Mungkin sipenghuni menyukainya. Tidak ada hiasan dinding sama sekali, di sudut kanan yang Raihan duduki terdapat sofa panjang dan di depannya meja, sementara di samping meja rias.

"Jadi Mbak beneran nggak bisa jelasin tentang Ara. Saya pengen tau hal sesuatu."

"Maaf, untuk itu saya maupun orang dirumah ini tidak ada wewenang. Kami sebatas bekerja."

Raihan menghela napas. Jam terus berputar sudah dua jam dia menunggu Naura bangun namun kenyataannya kelopak mata itu pun tidak bergerak.

"Apa benar Ara dikeluarkan dari sekolahnya karena melanggar peraturan sekolah dan dia sebenarnya kejebak, semua foto terpasang dimading. Semua orang menghakimi Naura lalu dibully," ucap Raihan.

Perempuan yang membelakangi Raihan menegang. Bibirnya berusaha terkunci rapat. Ultimatum Darel masih membekas di ingatan Mbak Anis.

"SIAPAPUN YANG MEMBONGKAR MASALAH INI, AIB KELUARGA HAYDEN KALIAN SEMUA AKAN HANCUR!"

Aib

Itu sangat tidak pantas. Naura bukanlah aib, dia sebatas dijebak pemuda brengsek itu.

"Saya pergi dulu, kamar kamu berada dilantai bawah. Secepatnya keluar!" Mbak Anis berujar tegas menatap tepat Raihan. "Jika kamu ingin makan, ruangannya di sisi tangga."

Raihan sadar pertanyaannya sangat sensitif. Penasaran, melindungi itulah tujuannya sekarang atau membawa pergi. Raihan kemudian beranjak, langkah kakinya berakhir di ranjang bed cover setelah kepergian Mbak Anis dengan pintu kamar tetap di biarkan terbuka.

Tatapan matanya tak pernah lepas dari wajah gadis itu, dia duduk di sebelah Naura. Untuk kedua kalinya Raihan menatap Naura dalam keadaan tidak sadarkan diri dan bibir itu berubah pucat.

"Gue bingung harus ngapain ... lo sebenarnya siapa? Kenapa gue semacam gak asing sama lo. Kita seakan udah kenal lama," ucap Raihan lirih.

Jemari Raihan mengusap lengan Naura terdapat lebam biru di sana, kejadian tadi benar-benar membuatnya emosi. Apa salah Raihan ingin Naura membalas perbuatan mereka, mana ada keluarga, papanya sendiri menyakiti darah dagingnya dan tidak pernah merasa bersalah.

"Dari cerita Lovia aja gue ngerti gimana kesiksanya lo. Maaf, gue tau lo bukan orang lemah."

Raihan tersentak dengan erangan Naura, keringat mengalir dari wajahnya. Tubuh dibalik selimut itu terus bergerak gelisah, awalnya Raihan bingung namun kemudian dia sadar jika sekarang gadis di sampingnya kini tengah bermimpi sementara bibir yang nyaris tidak berwarna itu terus bergerak menyebut mama.

Raihan menarik tisu dinakas lalu menghilangkan jejak keringat dikening Naura, tak lama dia tertegun tangan itu berusaha mencapai sesuatu walaupun sekarang gadis ini masih terpejam refleks Raihan menyambutnya seakan menjadi pegangan ketakutan Naura.

"Mama, takut..."

"Jangan takut." Raihan mendekatkan bibirnya di telinga Naura, terus mengucapkan kata itu. "Jangan takut, aku di sini, Ara."

*****

Lima belas menit kemudian baru setelahnya Raihan keluar kamar menuruni tangga. Rumah luas dipijaknya memang terlihat sepi, jika di dalam kamar, dinding itu polos maka di luarnya berbeda lagi. Banyak foto besar yang melekat di dinding, setiap sudut ada guci maupun patung. Namun yang membuat Raihan heran tidak ada foto keluarga hanya foto besar perjalanan bisnis yang Raihan yakini laki-laki berumur empat puluhan itu adalah Darel, yang diceritakan Lovia.

Raihan tau tindakannya memang tidak sopan karena dia keluar kamar membawa sesuatu, berbohong terhadap asisten rumah tangga itu jika yang tengah dia pegang sampah.

"Gue yakin semuanya akan terjawab,  album ini familiar," gumamnya. Raihan kemudian mendaratkan pantatnya di ujung tangga.

Buku yang Raihan pegang bergambar garis-garis memanjang terdapat dua warna biru dan ping Raihan menemukannya di bawah ranjang Naura. Sebelumnya dia mencari di setiap lemari dan meja nakas tapi nihil lalu setelahnya entah kenapa Raihan langsung berjongkok merasakan jika itu tempat terakhir.

Lembaran pertama Raihan menahan napas, matanya tidak pernah salah ketika kenal dalam benda atau hal apapun itu terlebih album dipegangnya kini.

Baru lembaran kedua Raihan tercengat, mendadak tangannya gemetar dan album itu jatuh ke lantai. Dia menelan ludah, kilatan matanya berubah dingin dengan ekspresi wajah yang rumit.

Apa itu?

Jelas album tersebut memberikan fakta mengejutkan. Raihan menarik napas mengembuskan pelan, suara derap langkah kaki terdengar gerakan cepat Raihan menyembunyikan album itu ke dalam jaket hitamnya.

"Kamu bisa nolongin saya?! Nona Ara tiba-tiba mengamuk!" Perempuan yang memperkenalkan diri kepada Raihan sebagai Anis itu berteriak dari lantai dua, air matanya mengalir.

Raihan dan Naura [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang