"Kamu tunggu di sini ya, Ara. Aku baru ingat susu formula Kahfi udah habis." Dara tersenyum sambil membersihkan kursi. Kini keduanya tengah berada di supermarket, Naura bosan di rumah untuk itu memilih menemani Kak Dara yang berbelanja bulanan.
"Iya, Kak. Kantong belanjaannya nggak usah di bawa. Biar aku aja yang jagain." Naura mengambil satu-persatu kantong bermerek itu di tangan Kak Dara lalu menyusunnya di sisi kursi.
Senyuman Dara semakin lebar, benar-benar adik idaman. Kalau tau lebih awal lebih baik Dara menjadikan Naura adik angkatnya, untuk menikah dengan Raihan harus melalui seleksi dulu.
"Kenapa sih ketemunya baru sekarang," ucap Dara sembari mengelus perut Naura, Naura tak mengantisipasi langsung tersentak kaget apalagi melihat raut wajah Dara yang berubah. "Beneran tambah gendut, nanti pas perut kamu tambah besar dua kali lipat nih!" lanjutnya geli.
Berikutnya Naura bernapas lega, syukurlah. Kak Dara tidak curiga sedikit pun justru mengatakan dia gendut, berarti selama ini celetukan Raihan bermanfaat. Kedua telapak tangan Naura lalu menyentuh pipinya sambil tertawa kaku.
"Rai juga bilang pipi aku tambah tembem, katanya kalah sama Kahfi," ungkap Naura.
"Yang paling penting kamu makannya jangan sembarangan." Dara setelahnya menasihati singkat Naura, bahwa tidak boleh pergi ke manapun.
Naura menatap punggung Kak Dara memasuki supermarket kembali, hingga berbelok ke salah satu rak barulah menghilang dari pandangan.
Sambil menunggu Kak Dara, gadis cantik itu lalu menyedot susu kotak yang sengaja dibelinya. Susu kotak ini lebih nyaman di bawa dan memang di khususkan untuk ibu hamil. Kak Dara hampir memborong semuanya jika dia tak ingat kalau mereka belanja hanya berdua tanpa pengawal.
"Rai pulangnya masih lama," gumam Naura. Pasalnya suaminya itu datang sore hari, sekarang menjelang siang. Mendadak Naura merindukan rengekan manja Raihan walaupun sikap Raihan justru lebih sering membuat Naura salah tingkah.
"Ara," panggilan itu terdengar tidak asing di telinga. Naura mengenal sepasang sepatu itu karena sepatu tersebut adalah pemberiannya kemudian Naura mendogak dan tebakannya benar, dia adalah Abian.
Naura berdiri berhadapan, sebelah alisnya naik. Berbagai pertanyaan memenuhi pikirannya, kenapa Abian berada di sini? Ini memang tempat umum jika Abian ingin beli sesuatu tidak usah berhenti. Abaikan saja dia yang kini tengah duduk di depan supermarket.
"Gue mau bicara sama lo, tentang kita, Ara. Cukup berdua..." ucapnya.
Naura tersentak, keduanya tidak ada lagi hubungan apapun. Semua sudah selesai lagipula dia telah memaafkan walaupun melupakan cukup sulit.
"Sekarang kita lagi bicara, kamu mau ngomong apa?" sahut Naura berusaha bersikap tenang. Dia harus tetap waspada karena itu selalu yang dikatakan Raihan bukan berarti Naura memberikan sudut pandang buruk pada Abian, dia sebatas takut.
Pemuda berpakaian santai itu menghela napas, kepalanya sedikit tertunduk. Benar apa yang di dengar secara tak sengaja obrolan Nikan dan Danika di kantin kampus bahwa Naura hamil.
"Itu beneran anak Raihan?" tanya Abian setelahnya, tidak menyadari ekspresi wajah Naura.
Berusaha mempertahankan ketenangan, hatinya jelas tertohok mendenngar ucapan santai Abian. Bagaimana bisa cowok ini, mengira anak dikandungannya bukan anak Raihan?
"Iya, dia suami aku. Kenapa aku ngerasa aneh atau cuma aku kegeeran kamu berharap justru yang pernah kamu lakuin itu meninggalkan benih." Naura tertawa pelan, tidak menyangka bisa membalas Abian. "...kamu awal membuat aku terpuruk, memaksa melakukan itu sampai aku di dropout terus kamu bisa mewakili olimpiade, tapi sayangnya kamu tetap kalah."
Dapat Naura lihat perubahan di wajah Abian, seandainya Abian tidak menyebarkan fotonya. Dalam keadaan mahkotanya sudah di rebut, Abian sengaja memotretnya yang nyaris telanjang mengingat itu membuat dada Naura sesak, di satu sisi Naura berhasil dibantu teman Lovia merentas hape Abian hingga video itu terhapus, namun berbeda dengan foto.
"K-kamu beneran lupa gimana sakitnya setelah melakukan hal itu, kamu megang kamera. Hati aku sakit, fisik dan mental aku terganggu!" Air mata Naura jatuh, kedua tangan Naura lalu menarik kaos hitam Abian. "KAMU ITU PERUSAK, AKU TERPURUK GARA-GARA KAMU! AKU PERCAYA SAMA KAMU, CERITAIN HIDUP AKU. TAPI SEMUANYA MALAH HANCUR!" teriaknya marah.
Bahu Naura bergetar menatap keterdiaman Abian semakin mengalirkan rasa sakit, kepala Abian tertunduk seakan menerima balasan darinya.
"Enggak ada tentang kita, udah hancur. Jangan muncul lagi di depan aku, Abian!" gumam Naura.
******
Pulang dari supermarket yang dilakukan gadis itu mengurung di kamar. Berharap Kak Dara tidak melihat kejadian yang melampiaskan emosi pada Abian, di lihat Kak Dara seolah memang tidak tau apapun.
Naura berbaring setelah melepas dressnya, menyisakan tank top melekat di tubuh dan celana selutut. Pendingin ruangan tidak meredakan emosi, Naura jarang marah lebih suka memendam, tapi jika tak tahan lagi dia kelepasan dan sulit menghilangkannya. Naura beralih bersandar di kepala ranjang, mengusap perut besarnya. Hal seperti ini bisa saja membuat suasana hatinya membaik.
"Maafin mama ya, sayang. Kamu pasti takut," lirihnya. Senyuman Naura memudar mendengar pintu di buka, satu orang melakukan hal itu tanpa mengetuknya.
Di sana Raihan berdiri, kemungkinan Kak Dara melihatnya dan mengadu. Naura tidak pernah melihat raut wajah Raihan sedingin itu, tatapan matanya yang hangat seakan hilang.
*****
Ramein vote dan komennya ya. Vote aja nggak papa itu udah buat aku semangat😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
Teen FictionNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...