SELAMAT MEMBACA❤
BERIKAN VOTE DAN KOMEN DI PART TERAKHIR INI.*****
Baru sebentar rasanya pertemuan itu hadir, di taman. Pertemuan kembali suara serak dan aroma parfum yang khas walaupun di taman pada saat itu penampilan Raihan tidak cocok di bumbui kata-kata bijaknya
"Sagas dan Sagara udah kenyang, Ra. Itu Sagara udah tidur. Jangan melamun."
Mata bundar Naura mengerjap, bayi mungil laki-laki di dekapnya ini sudah memejamkan mata, sang kakak telah tertidur sebelumnya.
Lovia meraih Sagara dengan hati-hati, meletakkan ke ranjang bayi di sisi brankar sahabatnya sementara itu Naura memperbaiki pakaiannya, dia baru selesai memberikan ASI.
Lima hari berlalu, kejadian itu berakhir membuat Naura trauma dan Lovia. Kebengisan Danika, raut tenangnya yang menebas tujuh orang itu. Nikan paling tenang justru layaknya seseorang yang juga tak punya hati, memukul bruntal sampai lantai gudang di banjiri darah.
"Menurut lo si sampah itu sekarang kondisinya gimana?" tanya Lovia.
Naura mengerti maksud Lovia terdiam sebentar. "Mungkin Gian dan Gemina dalam keadaan enggak baik-baik aja. Mereka sama Danika kan, liat Danika waktu itu buat aku merinding," sahutnya.
Walaupun Naura sedang berjuang dia masih bisa melihat kesadisan itu, semuanya terekam di memorinya yang berhasil menggetarkan hatinya saat Raihan di tusuk Gemina, tanpa sadar bibir Naura bergetar. Raihan? Mengingat nama tersebut hatinya remuk dan luka kasat mata itu semakin menyakiti.
"Mata lo udah bengkak, Ra. Please. Kapan lo berhenti nangis?" Lovia mengusap punggung tangan Naura, dia ikut merasakan hal sama. Penampilan Naura layaknya mayat hidup, bibir itu pucat pasi, rambut lurusnya dan pakaian putih selutut.
"Aku takut."
"Dokter bilang Rai baik-baik aja, Rai emang kehilangan darah tapi Kak Neon dah donorin darahnya. Operasi juga berjalan lancar da---"
"Rai masih kritis, di antara hidup dan mati. Gimana aku bisa tenang? Tusukan itu malah merusak ginjal, Rai. AKU HARUS GIMANA?!" Naura berteriak sambil menarik rambutnya, dia sakit. Bagaimana kondisi Raihan? Tanpa Raihan, sayap Naura patah. Cahayanya redup dengan perlahan dan pasti akan menghilang. Semua orang terus berkata kompak Raihan baik-baik saja.
Naura memeluk lutut, memandang lurus. Seluruh ingatannya bersama Raihan datang begitu saja, Lovia mundur. Tubuhnya ikut gemetar, Naura benar-benar hancur. Lovia bingung menenangkan Naura yang menolak bahkan selalu menepisnya. Naura menjaga jarak, tapi Lovia tidak membiarkan hal itu, pandangan Naura yang kosong terasa menamparnya sebagai sahabat yang tak berguna.
"Rasanya aku mau mati."
"Ucapan Raihan selalu tergiang di kepala aku, aku butuh Rai, Via. Buat apa kan aku hidup, punya riwayat jantung lemah ... aku beneran pengen mati, bunuh dir---"
Plak
Naura tercengat, tamparan keras melayang di pipinya. Wajah Naura sampai miring ke kiri bersamaan dengan pekikan Lovia. Lovia menoleh kaget baru menyadari ada orang lain memasuki kamar perawatan.
Pria paruh baya itu menatap meradang Naura, mencengram bahu anak perempuannya kuat-kuat.
"Jadi kamu mau mati, saya bantu!" Darel mendesis geram, mencabut selang infus di punggung tangan Naura. Naura meringis, pasrah saja tubuhnya di tarik paksa. Lovia melihat itu memegang lengan Darel, namun yang ada dia justru di dorong membentur tembok. Tenang papa Naura sekuat itu.
"Om, maksud Ara enggak gitu! Dia cuma bercanda!" Lovia berlari kemudian merentangkan tangan, demi apapun Lovia berani bersumpah jika sesuatu terjadi pada Naura itu akan membuatnya merasa bersalah sepanjang bernapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raihan dan Naura [END]
أدب المراهقينNaura Rafia Hayden memiliki arti bunga dan cahaya. Dulu ia berjanji akan memberikan cahaya kepada orang lain layaknya kunang-kunang dan ingin seperti bunga yang bermekaran. Semuanya berubah sejak kejadian itu! Tawanya berganti menjadi rasa sakit Nam...