3. Different Countries
Pistol colt itu bergerak dengan indah di tangan sang pemegang. Jari-jari kokoh itu, menarik pelatuknya dengan cepat. Sepuluh sasaran yang bergerak cepat di depannya berhasil di tembak.
"Fifteen seconds, not bad, Brother," ucap pemuda bermata biru terang sambil mengedipkan matanya di hadapan sang penembak.
Arga mendengus, melemparkan pistol colt di meja. Melirik sekilas pada pemuda asal Kanada itu.
"Bilang saja itu lamban bagi orang yang sudah berlatih selama setahun," ujar Arga dengan suara kesal.
"Hey, itu tidak benar. Latihan akan membuatmu semakin paham dan mengerti. Practices make perfect. Bukan kah keahlianmu adalah menggambar gedung-gedung dan membuat maket?" tanya pemuda bernama Ben itu.
"Ya, itu salah satunya. Karena aku masuk ke jurusan arsitektur, mau tak mau harus bisa menggambar. Tetapi aku juga ingin ahli dalam menembak." Arga menjawab, melepas sarung tangan dan headset yang berguna untuk meredam bising dari gesekan antara peluru dan pistol.
"Jalani saja keahlianmu yang sekarang. Jangan kebanyakan keinginan, tadi sudah cukup hebat," ucap Ben.
"Thanks, Brother. But i wonder to make my life full more colorful, Ben." Arga tetap kekeh pada pendiriannya. Ia rasa hidup akan jauh lebih berwarna dengan mempelajari hal-hal yang ia tertarik di dalamnya. Sebelum belajar tentang olahraga menembak, di Indonesia ia juga suka olahraga memanah. Setiap Ahad sebelum keberangkatannya untuk menempuh pendidikan di Inggris, ia berlatih memanah bersama Abi nya. Manaf.
"Yeah, up to you. By the way, kamu tidak ada kelas?" tanya Ben, melirik jam di dinding.
Arga menepuk jidatnya, "Astaghfirullah aku lupa. Aku duluan Ben, Bye!" Dengan cepat Arga meraih ranselnya dan berjalan keluar dari gedung.
Ben hanya bisa mengedikkan bahu tak acuh, "Always."
Sesampainya di depan gedung tempat berlatih menembak, ia berjalan cepat menuju salah satu gedung Oxford University. Tak membutuhkan waktu lama untuk menuju ke sana. Arga hanya harus melewati beberapa anak tangga yang menurun dan gang kecil menuju gedung itu.
Dalam hati ia berdoa, supaya ia datang lebih dahulu sebelum Prof. Jemaa.
Peluh menetes dari kening Arga. Lengan yang berbalut kemeja berwarna navy juga ikut basah oleh keringat. Walaupun seperti itu, kharisma Arga tetap keluar. Arga tetap tampan, meskipun sedikit sekali pemuda keturunan Asia di Oxford University.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Spirituelles[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...