📏17. Not Really💊

39 11 4
                                    

17. Not Really

Saat Sang Maha Bijaksana sedang mengajarkan tentang diri agar bisa bersikap lebih tegas untuk masa depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Sang Maha Bijaksana sedang mengajarkan tentang diri agar bisa bersikap lebih tegas untuk masa depan. Artinya, Allah ta'ala tidak lama lagi akan menunjukkan masa depan yang terbaik bagi kita.

Seharusnya seperti itu, tanpa ego yang tinggi atau emosi sesaat bahkan euforia yang singkat, pelan-pelan kita meraba, menaiki satu per satu anak tangga menuju masa depan.

Seharusnya memang begitu, tak perlu merisaukan akan masa lalu, cukup untuk dijadikan pijakan untuk menapaki masa depan.

Namun, tampaknya Arga belum bisa membebaskan diri dari kekangan masa lalu, pun tentang ego yang menggebu dalam diri.

Para syaithan memang punya banyak cara agar kita kembali mengharap banyak tentang masa lalu. Menggantungkan harapan bukan kepada yang semestinya. Karena sejatinya, Allah ta'ala lah tempat bergantung seorang hamba.

Arga dengan cepat bersembunyi di balik dinding, saat netranya tanpa sengaja melihat Ungu yang sedang menuruni anak tangga. Tepatnya, di gedung tiga fakultas kedokteran. Melangkah dengan pelan sambil menenteng sebuah buku tebal dan sebuah buket bunga.

Dalam hati yang terdalam, dirinya ingin menyapa sekadar bertanya kabar atau bertanya tentang apa yang akan dilakukan hari ini. Namun, ia harus menahan diri. Pasalnya, tujuan ia datang dari Inggris ke Indonesia adalah untuk memberi kejutan kepada sang sahabat kecil, Tsabita, bukan untuk berbasa-basi dengan Ungu. Arga pikir, nanti setelah ia siap dengan segala ambisi untuk meminang gadis itu, baru lah ia berani bertegur sapa dengannya lagi.

Mengintip di balik dinding, Arga tersenyum. Setiap langkah gadis itu selalu membuatnya kagum, gadis itu berjalan sangat tenang, tegas, magis, dan terkesan kuat. Seperti ada daya tarik yang mengumpulkan seluruh keindahan. Seperti ada pagar kokoh yang ia coba tunjukkan di setiap langkahnya, yang mencoba mengatakan bahwa apapun rintangan yang dihadapi, ia mampu menerjangnya ia sanggup menghadangnya, sekaligus dapat menundukkannya.

Sekarang, ia hanya bisa memandang gadis itu. Semoga saja, suatu saat nanti ia bisa berjalan seirama, melangkah pada tujuan yang sama. Itu harapannya.

Berbalik arah saat sosok Ungu sudah tak nampak lagi di pandangannya, Arga lalu melihat layar smartphone nya. Pesan dari sang Umi yang mengirimkan lokasi tempat Tsabita melaksanakan sidang seminar hasil hari ini.

Langkah Arga ringan, hatinya berbunga. Ia bersenandung kecil menuju tempat Tsabita sidang. Sesekali melihat pemandangan dan suasana di fakultas kedokteran di mana Tsabita menimba ilmu.

Uminya sudah melambaikan salah satu tangannya ketika ia baru saja menapaki tangga pertama menuju pintu berbahan kaca. Segera bergegas, Arga memeluk Uminya. Melunturkan rindu yang tersimpan dalam dada.

"Umi kira kamu nggak jadi datang, Kak. Lama banget," celetuk Maira menepuk pundak Arga.

"Kesasar dulu, Mi. Kampus Bita luas banget, sih!" Arga menjawab, terkekeh.

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang