22. Inner Turmoil
"Hari Ahad besok datang ya, Tsabita. Insyaallah, Albiruni mau mengajukan lamaran," begitu Ungu mengucapkannya, Tsabita mematung, terpekur. Haruskah dirinya datang di acara lamaran Ungu? Haruskah ia pergi?
"Oh iya, jangan bilang siapa-siapa dulu, lamaran itu sebaiknya tertutup. Jadi, gue hanya mengundang lo," lanjut Ungu.
Tsabita hanya bisa berdehem, menetralkan rasa gundahnya. Tak mengiyakan ataupun segera menolaknya. Ia perlu berpikir.
"Lo bisa kan?" Ungu bersuara lagi, memastikan kesanggupan Tsabita.
Tsabita menggenggam smartphone-nya lebih erat, takut-takut akan terlepas dari tangannya, "Insyaallah ya, Ungu."
"Alhamdulillah. Setidaknya lo teman gue dan Al yang menyaksikan momen itu."
Tsabita tersenyum merasa beruntung, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa dirinya merasa bersalah bahkan menjadi pengkhianat karena sampai saat ini Arga tidak tahu menahu tentang berita sebesar ini. Berita tentang sang pujaan hati yang akan dipersunting oleh teman Arga sendiri. Albiruni.
"Ungu, kalau aku nggak bisa hadir gimana?" tanya Tsabita pelan, takut menyinggung perasaan Ungu yang antusias mengundangnya. Memutuskan untuk bertanya karena ia ingin menimbang jawaban Ungu ketika ia tak hadir di acara tersebut.
"Alasannya apa dulu? Gue pengin banget lo hadir, Ta, bahkan Felisa pun nggak bisa hadir karena harus ikut suami ke Morowali. Jujur, gue bakal sedih kalau sampai lo nggak hadir."
Tsabita terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat, "Aku cuma tanya kalau misal ada jadwal jaga yang ditukar dan mau nggak mau aku harus jaga, aku mungkin nggak bisa datang. Tapi, karena nggak mau bikin kamu sedih, di hari yang harusnya bahagia, insyaallah Ungu, aku usahakan datang."
"Makasih Ta," Tsabita mendengar nada suara riang yang renyah dari Ungu. Ya, Tsabita akan datang, ia pasti datang. Ia memutuskan untuk datang.
"Ya udah kalau gitu gue tutup dulu. Wassalamualaikum."
Tsabita menjawabnya. Panggilan terputus. Ia segera meraih spidol maker berwarna biru untuk melingkari hari Ahad besok pada kalender duduknya, menandai dengan tulisan 'Harinya Ungu'.
Bisikan-bisikan yang saling sahut menyahut, Tsabita harus meredam bisikan itu dari pikirannya. Di sisi lain, ia mungkin menjadi pengkhianat bagi sahabat kecilnya. Namun, ia juga tak tega mematahkan harapan Ungu akan kehadirannya.
Tsabita hanya bisa berdoa kepada Allah agar menunjukkan jalan terbaik bagi Arga. Hanya itu yang bisa ia lakukan, melangitkan doa supaya hati Arga masih utuh ketika tak lama lagi tersiar kabar tentang dia.
🌫🌫🌫
Tubuh besar nan tegap itu memasuki arena pelatihan tembak yang berada di belakang kampusnya. Ben menyapa, tepat di pintu masuk, "What's going on? You haven't been here in a long time. Practice?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Spiritualité[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...