13. If The Heart Could Talk
Banyak orang mengira, jika menginginkan sesuatu hal, maka dirinya harus sebisa mungkin menyingkirkan sesuatu yang menghambat tercapainya sesuatu hal tersebut. Padahal konsepnya sangat sederhana dan tak perlu rumit-rumit. Cukup untuk fokus dengan apa yang dinginkan. Dengan demikian, itu lebih dari cukup untuk menggapai impian. Karena, apa pun hambatan yang menghalangi, rintangan yang sedang dijalani, ataupun duri-duri kecil yang sedang dititi tidak akan pernah membuat laju keinginan berhenti seketika. Pasti faktor dalam diri yang menyembul ke permukaanlah yang memulai.
"Aku mungkin nggak tahu apa yang kamu rasa. Marahkah? Kesalkah? Atau kecewakah? Yang pasti aku mau minta maaf. Maaf Ga," suara Tsabita memecah keheningan yang semula tercipta, "apa karena situasi seperti pertemuan terakhir kita, aku juga nggak tahu. Kita mulai berjarak."
Arga berdehem, "Aku minta maaf juga. Maaf aku egois. Bawa-bawa nama Al dalam percakapan kita dan kita yang berseberangan, mungkin itu penyebabnya. Sekali lagi harusnya aku yang minta maaf, Ta."
Tsabita mengangguk, "Kita sama-sama egois, kok. Jujur, sekarang aku bingung harus bersikap seperti apa, Ga, ke kamu."
Arga menggeleng, "Ta, Boleh aku minta satu hal ke kamu?"
Tsabita mengangguk, "Apa?"
"Untuk saat ini, bisa kamu jadi Tsabita yang apatis? Kamu nggak perlu repot memikirkan sahabatmu ini atau perasaan cintanya. Nggak perlu kamu memantau kabar dia atau sekadar basa-basi menanyakan kesibukannya. Jadilah Tsabita yang dulu, yang hanya memikirkan dirimu sendiri tanpa peduli orang lain," ucap Arga sendu.
Tsabita menoleh ke samping, menghindar dari wajah Arga, "Aku," ada jeda. Tsabita merekam dengan jelas setiap waktu bersama Arga. Arga jarang sekali meminta sesuatu kepadanya, karena dirinyalah yang banyak menerima dari Arga. Apakah kali ini ia harus mengabulkan permintaan Arga? Karena itu Arga, Tsabita memilih untuk mengiyakan, "aku bisa jadi Tsabita yang kamu mau, Ga. Aku bisa," Tsabita menatap Arga lurus, tanpa memandang matanya.
Arga tersenyum, "Makasih Bita."
Tsabita balas tersenyum, "Ga bisa kamu buka blokir kontakku? Btw, aku kan mau sidang, nanti gimana ngabarinnya? Aku juga butuh doa dari kamu sebelum sidang, kan?" Tsabita mencoba membuat suasana lebih hangat.
"Iya aku akan buka blokirannya. Kangen ya, mau nge-chat?" Arga sudah mulai menyebalkan, dan itu membuat Tsabita lega.
"Kamu tuh, yang kangen kali," balas Tsabita tidak terima.
"Oh oke, kita lihat nanti berapa banyak pesan yang kamu kirim selama kontakmu aku blok," tantang Arga.
Tsabita mencebikkan bibirnya, "Pastinya banyak, kan aku khawatir sahabatku sakit."
Arga tertawa, "Jujur juga, kan? Btw, sekali lagi, selamat ya, Ta. Semoga sidangnya lancar. Semangat!"
"Makasih Ga. Kapan kamu menyusul?" tanya Tsabita dengan jahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Spiritual[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...