43. She is Dangerous
Nyaman itu berbahaya. Lebih berbahaya daripada rasa cinta.
Arga sudah membuktikannya. Ia merasa sangat nyaman dengan Tsabita. Berhari-hari dirawat di rumah sakit, membuat kedekatan Arga dan Tsabita semakin menjadi. Lebih dari seorang sahabat, ia merasa sudah menjadi seorang laki-laki dari si gadis cantik berkacamata itu.
Entah, apa yang dirasakan Tsabita apakah sama dengan apa yang ia rasa, Arga tak mau menebak dan menduga-duganya. Ia hanya ingin menikmati rasa yang mengalir dan menyusup ke dalam hatinya saja. Apalagi untuk berharap Tsabita merasakan hal yang sama. Ia tidak ingin serakah lagi. Kedekatan yang disebut nyaman ini, sudah cukup. Entah esok, apa akan ada masa ketika ia menjadi egois kembali?
Sebenarnya, definisi seperti apa yang membuat Arga bisa merasakan kenyamanan? Apakah hanya sekadar rasa tenang?
Arga mengawasi setiap pergerakan Tsabita yang sedang membereskan barang-barangnya ke dalam tas dan koper. Sudah empat hari Arga dirawat, tetapi lihatlah! Tsabita dan Uminya seakan membawa semua barang di kamar Arga pindah ke kamar inap ini. Benar-benar definisi pindah kamar yang sebenarnya.
Merasa ada yang menatap dan mengawasi, Tsabita mendongak. Lalu, tersenyum, "Kenapa Ga? Kamu butuh sesuatu?" Tsabita menghentikan kegiatannya melipat baju Arga.
Arga menggeleng, "Hanya ingin lihat kamu aja."
Dahi Tsabita berkerut, "Kayak enggak lihat aku sebulan aja! Tiap hari juga lihat."
Arga menyengir, lalu berdiri. Berjalan dengan kaki yang pincang mendekati Tsabita, "Kamu itu bahaya, Ta. Ketika melihatmu terus menerus aku merasa duniaku tertarik, ketika tidak melihatmu aku merasa rindu. Apa itu wajar, Ta?"
Tsabita terdiam, berpikir sejenak, "Iya-iya, sebagai sahabat aku juga merasakannya kok, Ga. Saat kita di sekolah dulu, kayaknya aku enggak pernah enggak ikut terseret ke dalam masalahmu. Terus, saat kamu memutuskan kuliah di Inggris, aku merasa kehilangan sahabatku ini. Ada rasa rindu enggak bisa jahil ke kamu. Wajar sih, kita kan, sahabat."
Arga tersenyum miring. Ia duduk di sebelah Tsabita yang berada di sofa. Bukan itu yang ia maksud, "Kalau bukan sebagai sahabat?" terbesit nada bicara penuh keraguan yang Arga ucapkan.
"Kalau bukan sebagai sahabat, sebagai apalagi?" Tsabita terkekeh, "apa jangan-jangan kamu sudah menganggapku sebagai..." belum juga kalimat Tsabita selesai. Suara pintu dibuka dan ucapan salam terdengar.
"Assalamualaikum," sepasang suami istri menatap Arga dan Tsabita dengan senyum.
Tsabita segera menghampiri Ungu dan Albiruni yang berdiri di depan pintu, "Waalaikumussalam, Ungu, Al. Ayo masuk!"
Ungu mengulurkan keranjang buah kepada Tsabita, "Ini, Ta."
"Aduh, kenapa harus repot, sih, Ungu? Padahal kita sudah siap-siap untuk pulang," sahut Tsabita, segera menerima keranjang buah itu. Mereka duduk berhadapan di sofa yang berada di kamar inap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Spiritual[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...