📏56. Love is Love💊

29 4 2
                                    

56. Love is Love

Dikatakan atau tidak dikatakan, jika itu perasaan cinta, akan tetap disebut cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dikatakan atau tidak dikatakan, jika itu perasaan cinta, akan tetap disebut cinta. Cinta mana ada yang biasa-biasa saja. Cinta itu pastinya luar biasa. Cinta bukan sekadar menepis sepi atau menyembuhkan luka, hadirnya bukan untuk hal-hal yang menyakitkan. Cinta bukan hanya sekadar keinginan untuk memiliki atau timbulnya perasaan suka, hadirnya bukan untuk hal-hal yang sederhana.

Cinta itu hanya dimiliki oleh orang yang mempunyai sikap pecinta. Sikap untuk merelakan apa yang ia sukai demi orang yang dicintainya atau mempertahankan apa yang ia sukai agar sejalan dengan rasa cintanya. Sederhanya apa ia mau menjadi pecinta dengan mental people pleaser atau pecinta dengan ego yang tinggi? Atau bisa jadi ia bisa mengendalikan, lalu menyeimbangkan porsi sikapnya, menjadi sikap pecinta yang berkelas.

Arga tersenyum menatap Tsabita dengan tatapan yang dalam.

"Ta, no need for thanks. Aku yang harusnya bilang makasih ke kamu," ucap Arga, "kamu udah sangat luar biasa bisa bertahan sampai tahap ini. Sorry, i bring you. Aku yang bawa kamu merasakan kekecewaan lebih, merasakan ketakutan, kesepian. Ya, kamu tahu sendiri, kamu punya banyak trauma dan masalah hati. Tapi, kamu juga dipaksa menerima aku yang punya hati yang patah."

Tsabita menggeleng, "Love you, Kak. Aku enggak merasa dipaksa," meski harus merasakan sakitnya juga mencintaimu," lanjut Tsabita dalam hati.

Lagi-lagi Arga terdiam. Bukan karena ia tak mau membalas. Tetapi, ia ragu untuk menjawabnya. Merespons kata-kata yang diucapkan Tsabita. Ia ragu. Sungguh ragu. Apakah perasaannya telah berubah? Ataukah masih sama bahkan tak berubah? Ia hanya tak mau jika hanya mengikuti perasaan kasihannya karena seorang perempuan yang menyatakan cinta lebih dahulu.

Tsabita tersenyum, "Ayo, kita makan aja!" tetap saja, Tsabita menebalkan mukanya meski tak mendapat respons dari Arga.

"Ta!" Arga memanggil. Ia merasa sangat bersalah pada Tsabita. Ia jadi tahu perasaan bersalah yang seperti ini juga lah yang mungkin hinggap di hati Tsabita pada Dokter Sahal. Ternyata, tak mengenakkan.

Tsabita yang sedang mengunyah nasi dan ayam itu langsung saja mengkode, menunjukkan ibu jarinya, "Enak Kak. Cobain!" setelah menelan makanannya ia pun berucap.

"Ta, kamu enggak papa, kan?" tanya Arga.

Tsabita meneguk minumannya beberapa teguk untuk melancarkan makanan yang masuk ke dalam kerongkongannya, "Aku kenapa? Aku enggak papa."

"Tapi, kamu," ucapan Arga terjeda karena Tsabita memotongnya.

"Kalau masalah perasaan, aku enggak bisa paksa kamu buat balas, Kak. Aku cuma mau mengutarakan perasaanku aja. Ngungkapin apa yang sedang aku rasain aja. Kalau pun aku diam, aku ingin menunjukannya lewat sikap. Tapi, aku ingin belajar buat ngungkapin langsung. Analoginya kayak anak kecil, aku ingin menyampaikan apa yang aku ingin, apa yang aku mau. Meskipun realitanya, keinginan yang enggak melulu bisa diungkapin. Kemauan juga enggak melulu selalu terjadi. Aku enggak salah, kan?" jelas Tsabita, "cuma satu yang enggak bakal bisa aku ungkapin, Kak. Aku enggak bisa mengatakan kalau aku cemburu sama Ungu. Jelas, itu enggak mungkin aku ungkapin."

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang