📏39. Full of Warmth💊

32 8 6
                                    

39. Full of Warmth

Kamar bernuansa putih dan merah muda itu kedatangan pemiliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamar bernuansa putih dan merah muda itu kedatangan pemiliknya. Tsabita melepas cadar di depan meja rias miliknya. Hari yang panjang ini telah usai. Ia dapat bernapas dengan lega.

Disusul oleh Arga yang berada di belakangnya, menutup pintu, ia masuk ke dalam kamar Tsabita.

"Masih sama. Enggak berubah," komentar Arga. Arga memandang kamar Tsabita yang masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu, saat terakhir kali ia bebas masuk dan keluar kamar Tsabita.

"Masih sama gimana? Aku sudah menyimpan boneka-boneka itu di gudang. Sekarang enggak ada lagi istana boneka dan lemari kaca penuh boneka," Tsabita mengambil micellar water, lalu dituangkan di kapas putih guna menghapus make up di wajahnya.

Arga menggeleng, ia berjalan menuju lemari kaca, "Hanya berganti dengan buku-buku tebal," ia mengambil salah satu buku tebalnya Tsabita. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, "kalau kamu kesal sama aku, jangan sampai lempar buku ini, ya? Lumayan juga nih, berat."

Tsabita terkekeh, menghentikan aktivitas menghapus make up, "Kalau ada yang lebih tebal kenapa harus buku yang itu untuk dilempar?"

"Hei, Ta. Itu namanya KDRT, tahu?" Arga mendelik, menyimpan buku Tsabita di posisi semula.

"Kasus KDRT itu kebanyakan laki-laki sebagai pelakunya. Memang ada yang percaya seorang istri melakukan kekerasan pada suami?" Tsabita melanjutkan kembali kegiatannya.

"Dunia sekarang memang memandang laki-laki yang lebih dominan, yang lebih kuat, yang lebih berkuasa. Tanpa tahu ada yang mengalami kasus kekerasan. Misal nih, kekerasan seksual. Laki-laki juga ada yang diperkosa loh sama perempuan. Tapi, mereka tidak ingin speak up, bukan tidak ingin tapi tidak mau speak up. Mereka malu. Lebih-lebih mereka hanya mendapat hinaan dan cibiran. Padahal, kondisi batin mereka mengalami guncangan."

"Memang ada? Kebanyakan kasus, laki-lakinya lah yang memperkosa perempuan."

Arga mengangguk, "Aku punya teman orang Malaysia, dia mengaku takut dengan wanita. Aku pikir awalnya dia penyuka sesama jenis. Nyatanya, karena ia mengalami trauma."

Wajah Tsabita sekarang sudah bersih, ia berbalik, lalu menatap Arga yang sedang menatap dirinya, "Apa dia enggak pergi ke psikolog?"

"Dia malu. Dia malu jika ditertawakan. Kasus seperti yang dialaminya itu dianggap tabu," sahut Arga.

"Memang sih, pasti ada ketakutan dan rasa malu. Tapi, berbincang dengan dokter psikolog tidak semenakutkan itu, kok. Jujur saja di awalnya. Nanti cerita akan mengalir dengan sendirinya. Aku pernah merasakannya," lirih Tsabita. Ia menunduk. Diam-diam, tanpa sepengatahuan orang tuanya, Tsabita memiliki dokter psikolog pribadi. Awal kuliah kedokteran, ia sering berkonsultasi pada dokter psikolongnya. 

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang