16. Feel Guilty
Tepatnya hari Sabtu pagi, sebelum jarum jam menunjukkan pukul sembilan, Tsabita bersiap untuk datang ke walimahan-nya Felisa.
Tsabita menenteng dua bungkus kado menuju mobilnya. Tidak besar dan tidak kecil, yang satu dilapisi kertas kado berwarna hitam putih, yang satu merah muda dengan pola polkadot. Kado itu dari dirinya sendiri dan juga Arga. Arga berpesan lewat chat untuk meminta tolong Tsabita memilihkan kado untuk Felisa.
Bagaimanapun juga, mereka teman satu sekolah dengan angkatan yang sama. Meskipun tidak sedekat sahabat, tetapi sudah seharusnya memenuhi undangan sekaligus saling bersilahturahim.
Mengenai kondisi Tsabita sendiri, bisa dikatakan sudah membaik. Maira merawat Tsabita dengan telaten dan penuh perhatian. Kadang, ia akan menegur dengan halus jika Tsabita bandel saat melupakan diri meminum obat.
"Kata Arga, teman kalian yang hari ini nikah itu pernah dateng ke rumah juga?" Maira muncul membawakan tas kecil Tsabita yang berisi dompet dan smartphone ke hadapan Tsabita.
"Makasih, Mi," Tsabita menerima tas kecilnya lalu mengenakannya, "pernah sekali. Waktu itu Tsabita sakit, jadi ngerepotin banyak orang termasuk Ungu dan Felisa. Nah, Felisa yang nikah hari ini itu, sahabat banget sama Ungu. Umi masih ingat Ungu, kan?"
Maira mengangguk, "Mana mungkin lupa. Tipe cewek tangguh, berani, tapi manis."
Tsabita tersenyum tipis, "Cocok buat dijadikan menantu juga," berbalik untuk meletakkan kado di kursi penumpang, "Bita kasih restu," Tsabita sudah menghadap ke arah Maira.
Maira diam sejenak, mengelus lembut kepala Tsabita yang tertutupi pashmina warna jingga, "Ungu anak baik, kamu juga. Umi dan Abi serahin semuanya ke Arga."
"Iya iya memang terserah Arga, tapi Umi setuju kan kalau misalnya Arga milih Ungu jadi pendamping hidupnya?" Tsabita memeluk lengan Maira.
Maira mengangguk sebentar, "Udah-udah nanti telat. Kenapa malah ngomongin Arga, sih?"
Tsabita tertawa, "Ya udah, Mi. Bita berangkat dulu. Assalamualaikum," Tsabita melepas pelukan di lengan Maira, lantas mencium tangan Maira dengan takzim.
Maira mengangguk, "waalaikumussalam, hati-hati jangan ngebut, di tas sudah Umi bawakan antibiotik jangan lupa diminum."
Senyum Tsabita pun hilang, "Harus diminum, Mi?"
"Harus!" jawab Maira tegas. Menunduk lesu, Tsabita membuka pintu pengemudi dan masuk dalam mobil.
"Jalan dulu, Mi! Assalamualaikum," Tsabita muncul di jendela yang dibuka sedikit.
Maira melambaikan tangannya, "Waalaikumussalam."
🌫🌫🌫
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Espiritual[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...