📏38. Our Wedding Day💊

37 8 4
                                    

38. Our Wedding Day

"Untuk ukuran perempuan yang belum pernah aku dengar curhatannya tentang laki-laki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Untuk ukuran perempuan yang belum pernah aku dengar curhatannya tentang laki-laki. Kamu tidak kaku dan canggung memegang tanganku, Ta," Arga menatap jahil pada Tsabita yang masih memegang lengannya itu. Padahal, mereka sudah berada di kamar ganti untuk acara resepsi nanti.

Tsabita tersenyum manis, ia melepaskan tangan Arga perlahan, "Aku hanya mengingat masa lalu. Saat itu, kita berlatih di pernikahan teman Umi, Tante Nimaz. Kamu ingat?" Arga merespons dengan anggukan.

"Kita dulu enggak tahu apa itu menikah, maknanya, atau bagaimana jalannya, prosesnya? Kita tidak tahu apa-apa. Kita masih anak kecil yang polos, tetapi ingin tahu banyak hal. Ingin tahu bagaimana dunia ini bekerja. Lalu di panggung itu, kita melihat dua orang yang sedang berpegangan tangan dan tersenyum bahagia. Aku belajar dari kejadian itu," lanjut Tsabita.

"Aku tahu kamu suka belajar. Tapi, seperti ini mungkin tindakan alami, respons alami," Arga menautkan jemarinya pada jemari kecil Tsabita.

Tsabita mengangkat tangannya dan tangan Arga yang tertaut itu, "Kira-kira di Inggris lebih dari ini, bukan? Kamu juga pernah melihatnya?"

Arga melipat bibirnya, menatap Tsabita, "Aku menunduk saat melewati mereka. Aku enggak mau melihatnya."

"Aku tahu karena lingkungan di sekitar kita, kita jadi rentan terpengaruh. Soal bar atau saat pasca kecelakaan itu," Tsabita menggantungkan ucapannya.

Arga menggeleng kuat, "Aku tidak menyentuh mereka. Perempuan malam. Alkohol, aku tak benar-benar meminumnya."

Tsabita mencium tangan Arga dengan takzim, "Terima kasih sudah bertahan. Terima kasih telah menjaga. Terima kasih atas perjuanganmu di sana. Terima kasih Arga, kamu telah mencintai Allah, untuk itu kamu menghindar dan takut akan larangan-Nya."

Hati Arga bergetar, Arga kira Tsabita akan menghakiminya. Ternyata, jauh dari dugaannya. "Bita, kamu bahkan bertumbuh jauh lebih hebat dari yang kupikirkan," batin Arga. Ia merasa sangat bersalah, bagaimana seorang Arga yang hidup pada masa lalu, bersama dengan seorang Tsabita yang terus bertumbuh dan maju ke depan.

Tsabita menepuk pundak Arga dua kali. Ia biarkan Arga dengan keterdiamannya itu. Lantas, ia mengambil gaun yang telah disiapkan dan menuju kamar mandi untuk berganti.

Lutut Arga melemas, ia duduk di kursi. Menatap wajahnya dari cermin di depan.

"Bita, pantaskah aku?" gumam Arga lirih.

Pintu diketuk, "Kakak, Bita," panggil Maira dari luar.

Arga segera mengusap wajahnya. Membukakan pintu untuk Uminya itu.

"Ada apa, Mi?" Arga melihat senyum Uminya yang merekah. Hari ini, harusnya memang hari di mana hati merasa bahagia. Namun, hati Arga berbeda. Pantas saja, ia masih berada di kehidupan yang sama, dengan keadaan yang semu, seperti hari-hari yang telah lalu.

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang