27. Hurt Look
Demi Allah, Tsabita tidak sanggup melihat pandangan Arga yang mendadak kosong itu. Demi Allah, Tsabita merasakan denyut kesakitan dalam dadanya. Berucap dalam hati, Arga, apa yang bisa aku lakukan untuk hatimu agar tak patah?
Undangan yang tergeletak di depan Arga, menjadi pusat perhatian kedua matanya. Menangkap dengan jelas nama kedua mempelai. Lantas, Arga memejamkan mata, menikmati kesakitan-kesakitan yang menghujam hatinya.
"Arga lihat! Aku di sini. Aku di sampingmu. Kamu nggak sendiri. Bagaimana ini? Ya Allah, Arga. Aku tahu, aku tahu apa yang kamu rasakan dan aku mencoba untuk mengerti," ucap Tsabita dengan lirih. Suaranya tercekat, kedua matanya memanas.
"Arga tolong lihat aku sebentar. Ikutin bacaanku. Allah yang tahu semua isi hatimu. Minta sama Allah untuk melapangkan hatimu, Ga. Minta sama Allah untuk meluaskan kesabaranmu," Tsabita dengan terburu-buru menutup undangan yang terbuka itu, menggeser mendekat ke arahnya.
Arga masih terdiam. Jari-jarinya menggenggam erat, giginya bergemeletuk seperti orang kedinginan. Emosinya semakin tidak terkendali.
"Astaghfirullah hal adzim," bimbing Tsabita, masih menatap Arga. Masih berharap Arga mendengarnya, mengalahkan amarah dalam hatinya.
Arga balas menatap Tsabita dengan ekspresi terluka. Satu tetes jatuh begitu saja, turun melewati pipi kanan Tsabita.
"Nggak Ga. Jangan menatapku seperti itu! Ayo kita beristighfar!" Tsabita menggeleng pelan, memaksakan senyuman.
"Astaghfirullah hal adzim," ulang Tsabita.
Arga berdiri, tidak sanggup berlama-lama dengan situasi dan kondisi seperti ini. Hatinya belum siap dan tidak akan pernah siap. Berita mendadak ini, seperti tembakan yang tepat menyasar pada jantungnya. Meninggalkan Tsabita dalam lantunan istighfar yang terucap dari bibir Tsabita.
Bibir Tsabita terbuka dengan maksud ingin memanggil nama Arga. Tetapi urung, ia harus memberikan Arga waktu. Memberikan Arga jeda. Memberikan Arga kesendirian. InsyaAllah dirinya akan berada di sisi Arga, menemani pemuda yang sedang patah hati itu dan mencoba menjadi penyembuh sakit hatinya.
"Loh Arga kok pergi duluan?" Tak berselang lama dari pintu kedai yang tertutup, Jei melangkah menuju Tsabita. Suara dengan nada tanyanya, menyadarkan Tsabita yang menatap punggung Arga hingga menjauh. Tsabita segera menghapus buliran air mata yang turun dan menyembunyikan undangan di atas mejanya ke dalam tas.
"Ada urusan sebentar, Kak. Kita juga nggak bakal tersesat kan, Kak? Kalau mau balik hotel?" Tsabita menoleh, tersenyum tipis.
Jei ber-oh ria. Untung saja, Jei tidak menanyakan hal-hal lain seperti 'apa urusan Arga hingga pergi meninggalkan kita berdua?' Atau semacam menghakimi sikap Arga yang tidak sopan meninggalkan perempuan itu tanpa pamit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Spiritual[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...