📏46. More Than Me💊

22 6 3
                                    

46. More Than Me

Mencari kesalahan diri sendiri itu memang sulit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mencari kesalahan diri sendiri itu memang sulit. Manusia cenderung menyalahkan orang lain daripada menyalahkan dirinya. Menujuk orang lain lebih mudah daripada menunjuk diri sendiri.

Seperti halnya Tsabita, ia baru sadar bahwa apa yang dilakukannya kepada Dokter Sahal itu salah. Tak tahu kenapa, rasa bersalahnya semakin menjadi setelah mendengar cerita dari Shima tentang penolakan keberlanjutan ta'aruf dengan Dokter Sahal. Memang seharusnya Tsabita bersikap tegas dengan perasaannya. Memang seharusnya Tsabita bersikap tega terhadap Dokter Sahal. Namun, bagaimana lagi? Sebagai manusia yang masih punya hati nurani, bukankah kejam jika ia tidak merasa bersalah? Apalagi ia merespons pernyataan cinta yang Dokter Sahal ungkapkan dengan cara yang arogan. Ia terlalu sombong untuk menjawab agar Dokter Sahal melupakan pernyataan yang ia ungkapkan pada Tsabita. Padahal, Dokter Sahal sudah berpikir masak-masak dan perlu keberanian besar untuk menyatakannya.

Dan itu adalah defini dari rasa bersalah yang terlambat datang.

"Tsabita?!" panggil Shima setelah ia keluar dari ruang kecil yang diperuntukkan untuk adik-adik mahasiswi yang menjalani koas.

Tsabita menoleh, "Yuk!" ajaknya.

Shima berjalan bersisian dengan Tsabita, "Aku enggak habis pikir sama Dokter Sahal. Orang tuanya itu sudah jodohin beliau. Kabarnya sih, beliau dijodohin dengan anak Profesor Wira. Dokter juga, cantik. Meski belum berkerudung," Shima berucap kepada Tsabita. Membahas orang yang sama yang akan mereka temui.

Tsabita yang biasanya mendengar sambil lalu. Kali ini, menyimak ucapan Shima dengan saksama, "Anak Prof Wira? Bukannya itu Dokter Gea, dokter spesialis bedah itu, kan?"

Shima mengangguk, "Ya kita jarang bertemu dengan beliau. Padahal, aku sangat ingin dapat ilmu dari Dokter Gea."

"Iya, sama. Aku pun juga. Beliau itu hebat. Masih umur dua puluh delapan tahun sudah jadi spesialis bedah toraks. Lulusan John Hopskins lagi. MasyaAllah, kerennya," Tsabita sontak saja berdecak kagum.

"Keren sih, keren. Tapi kalau enggak tertarik, apa mau dikata? Dokter Sahal itu, tertariknya cuma ke kamu aja, Tsabita," balas Shima.

"Kamu, Shima. Dokter Sahal yang minta ta'aruf denganmu," timpal Tsabita.

"Aku dari pertama Dokter Sahal bilang begitu, aku enggak ada pikiran untuk berharap lebih, Tsabita. Aku tahu, yang ada di hatinya Dokter Sahal cuma kamu. Bagaimana bisa mematikan bunga yang tumbuh di taman hanya dengan tiupan angin sepoi-sepoi saja?" Shima berucap serius.

"Shima, enggak seharusnya kamu se-pesimis itu. Jangan berpikiran negatif dulu! Kamu berpikir bahwa Dokter Sahal hanya punya perasaan padaku. Aku enggak se-spesial itu, Shima," Tsabita menghentikan langkahnya. Menatap balik Shima.

Shima tersenyum, "Kamu bercanda, Tsabita? Kamu pikir aku enggak tahu apa yang ada di pikiran Dokter Sahal. Bukan yang harus ditutup-tutupi, beberapa kali, Dokter Sahal salah panggil nama, Tsabita. Bukannya itu sudah sangat kentara sekali?"

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang