📏37. Can We?💊

34 9 8
                                    

37. Can We?

Sungguh, Demi Allah, Arga diam tak berpaling saat Tsabita berjalan perlahan menujunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sungguh, Demi Allah, Arga diam tak berpaling saat Tsabita berjalan perlahan menujunya. Langkah yang tak terburu-buru, tak juga terlalu pelan. Pas. Begitu menegaskan jika Tsabitanya adalah perempuan yang kuat dan tegar. Dengan gaun pengantin warna putih pilihan Arga untuk akad-nya, Tsabita tampak anggun dan cantik.

"Ta, aku akan ingat hari ini, saat kamu menarik seluruh kewarasanku untuk memandang ke arahmu saja," gumam Arga dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ta, aku akan ingat hari ini, saat kamu menarik seluruh kewarasanku untuk memandang ke arahmu saja," gumam Arga dalam hati.

Kata 'sah' telah terucap kurang lebih lima menit yang lalu. Tsabita yang berada di ruangan terpisah itu, datang ke meja akad untuk menandatangani berkas-berkas yang telah disiapkan.

Setelah semuanya selesai, Arga segera memeluk istrinya. Menyembunyikan wajahnya di antara ceruk leher Tsabita. Bau parfum tipis yang Tsabita gunakan menguar. Harum bunga mawar. Tanpa terasa, Arga meneteskan air mata.

"Aku memang egois, Ta. Maaf, membuatmu kesulitan. Tapi, aku membutuhkanmu," seru batin Arga. Sesak itu mengimpit dadanya. Tangannya bergetar mengelus punggung belakang Tsabita. Sentuhan pertama sang laki-laki pada sang perempuan. Pertama yang begitu mengharukan. Pertama yang begitu menggetarkan. Pertama yang begitu merindukan rasa tenang. Magis dan ajaib.

Tsabita tak kalah erat memeluk Arga. Mata bulatnya yang kini tanpa bingkai kacamata itu, mengerjap perlahan. Ia bisa merasakan emosi yang Arga sampaikan lewat pelukannya ini. Lewat sentuhan itu, sentuhan pertama sang perempuan pada sang laki-laki. Bagaimanapun juga, mereka berdua adalah sepasang yang terjaga. Ia pun terbawa suasana, meneteskan air mata yang sedari tadi ia coba tahan. Bagaimanapun juga, ia adalah seorang perempuan, tidak peduli dengan cara yang selalu ia gunakan untuk menutupi perasaannya. Ia tetaplah perempuan, yang rapuh hanya sekali sentuh.

Mereka berdua bersama untuk saling menyembuhkan luka. Cinta atau getaran pada hati, apakah mereka merasakannya saat ini? Mereka pikir kenyamanan adalah yang utama untuk saat ini.

Semua orang tidak ada yang ingin menyela. Tidak ada riuh ledekan, atau siulan menggoda, bahkan kerlingan mata jahil setiap undangan kepada orang di sampingnya. Seakan tahu, atmosfer suasana ini, bukan untuk sebuah respons yang umumnya terjadi. Saling meledek dan tersenyum jahil. Karena mereka semua melihat sendiri, kedua pengantin itu sesenggukan dengan bahu bergetar.

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang