📏35. Be There, for Him💊

25 8 0
                                    

35. Be There, for Him

Arga menatap Tsabita dengan pandangan yang bingung, "Memangnya setelah membaca tulisan itu apa yang ingin kamu perbuat? Apa yang ingin kamu lakukan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arga menatap Tsabita dengan pandangan yang bingung, "Memangnya setelah membaca tulisan itu apa yang ingin kamu perbuat? Apa yang ingin kamu lakukan?"

Tsabita mengetukkan telunjuknya di dagu, "Aku ingin tahu saja, apa setelah menikah nanti, aku bisa menyentuh hatimu. Aku ingin menghitung berapa presentase seorang bernama Tsabita ini, akan memenuhi hati seorang bernama Arga. Kita akan menjalani kehidupan pernikahan yang sebenarnya. Bukan begitu?"

Arga merenung. Ia tak berpikiran sejauh itu. Jujur saja, Tsabita adalah sahabat kecilnya. Rasa sayang sebatas sahabat, akan berbeda dengan rasa sayang sebagai kekasih. Bagaimana caranya hati berganti kisah dan rasa yang berbeda dalam satu waktu?

Tsabita tertawa, melihat raut wajah Arga yang terkejut dan mematung, "Aku hanya mengujimu, Ga. Tidak usah dipikirkan. Entah, kenapa mood-ku benar-benar enggak bisa kukendalikan."

"Jadilah, Tsabita yang normal! Aku malah takut kamu begini," diam-diam Arga mengembuskan nafas lega. Arga sudah berpikir bahwa Tsabita akan menuntutnya menjadi suami yang mencintai seorang istri. Arga rasa untuk mengubah dan mengolah perasaan seperti itu, dirinya perlu waktu yang cukup.

Tsabita membenarkan kaca matanya yang melorot, "Baik. Aku akan mencoba bersikap normal kembali. Memang menyebalkan berada di masa kesakitan seperti ini," Tsabita memegang perutnya yang agak nyeri.

"Makan yang sehat supaya enggak sakit. Minum banyak air putih, kompres dengan air hangat di atas perut yang sakit juga," saran Arga.

Tsabita mengerling, "Kamu tahu banyak, Ga. Hayo ngaku, kamu pernah memperhatikan perempuan dalam masa seperti ini, ya?"

"Siapa lagi kalau bukan kamu, Ta. Kamu lupa siapa yang pingsan di SMP saat jam olahraga?" Arga menggeleng tak habis pikir.

Tsabita tergelak, "Oh iya. Panik banget kamu waktu itu, ya?"

"Dua jam kamu pingsan. Gimana enggak panik? Umi langsung ke sana setelah operasi pasiennya selesai," Arga mengenang masa itu.

"Makasih Ga," ucap Tsabita.

"Hey, itu udah lama! Kenapa kamu bilang makasih sekarang?" protes Arga.

Tsabita menggeleng, "Bukan itu saja. Semuanya. Aku sadar bahwa dari kamu, aku belajar ketulusan. Ketulusanmu menjadi seorang sahabat bagi aku. Aku sudah cukup bahagia. Perhatianmu dan hadirmu bahkan membuatku lebih baik. Aku merasa ada dan terlihat di dunia ini, di saat orang-orang tidak melihat ke arahku."

"Kamu enggak perlu berterimakasih. Seharusnya aku yang minta maaf ke kamu. Kamu telah masuk jauh dalam keegoisanku dan sebentar lagi aku nggak tahu kalau kamu nggak terluka karenaku, Ta. Rasanya untuk berganti status, aku belum siap untuk berganti perasaan. Aku ketakutan jika kamu tidak bisa masuk ke dalam hatiku."

"Aku sudah masuk dalam hatimu, Arga. Aku yakin itu. Dengan ketulusan yang kamu punya, aku sudah masuk di hatimu jauh sebelum kita mengenal arti cinta pada lawan jenis. Untuk mengganti perasaan aku enggak menuntut itu. Aku juga masih berusaha dan belajar. Kelak, Allah sendiri yang mengubahnya. So, take your time."

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang