📏9. Go Back On💊

47 12 0
                                    

9. Go Back On

"Hati-hati Bita! Jangan lupa telepon Umi, ya?" Maira memeluk Tsabita sekali lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hati-hati Bita! Jangan lupa telepon Umi, ya?" Maira memeluk Tsabita sekali lagi.

Tsabita mengangguk, menggenggam tangan kanan Maira, "Doain ya, Mi. Perjalanan lancar, sampai tujuan dengan selamat."

"Pasti, Bita sayang. Umi selalu berdoa buat Bita," Maira mengelus pipi Tsabita.

"Ya udah Mi, Bita berangkat ke bandara dulu," Tsabita menarik koper warna merahnya.

"Arga, aku pulang, ya? Semoga cepat sembuh," Arga hanya diam, lalu mengangguk pelan.

"Assalamualaikum," salam Tsabita, lalu menoleh ke arah Manaf, "Ayo Bi!" Manaf mengangguk, mengambil kunci mobil di atas meja untuk mengantar Tsabita menuju bandara.

"Bita tunggu!" Arga berseru sebelum Tsabita menutup pintu kamar inap Arga. Tsabita menoleh ke arah Arga dan diam memandang apa yang tengah dilakukan Arga.

Arga mengambil buku diary bersampul warna-warna pastel. Ada gradasi warna hijau muda, ungu, dan salem.

"Simpan ini, tolong!" Arga menyodorkan buku itu ke arah Tsabita. Tsabita pun mendekat ke arah Arga dan mengambil buku diary itu.

"Oke, i will save it," ucap Tsabita, tersenyum tipis. Maira dan Manaf hanya saling pandang, tak berani menginterupsi interaksi Tsabita dan Arga.

Tsabita mengelus pundak Maira yang berada di samping brankar Arga, "Umi Bita pergi dulu," lalu melangkah keluar diikuti Manaf di belakangnya.

Suasana kamar inap Arga menjadi hening setelah kepergian Tsabita. Tak urung, Arga memejamkan matanya.

"Ada masalah sama Bita kamu, Kak?" tanya Maira melihat Arga yang memejamkan mata.

Arga membuka kembali matanya, menoleh ke arah Uminya, "Nggak Mi."

"Oh kirain. Biasanya cerewet banget kalau Bita balik ke Indo. Kakak kan selalu perhatian. Bita jaga diri, Bita mau bawa oleh-oleh apa? Bita datang ke sini lagi, ya, Bita save flight, ya. Umi sampai hafal tuh," Maira sedikit terkekeh.

Arga tersenyum tipis, "Arga pikir, Arga harus lebih dewasa lagi, Mi. Apalagi kelak Arga akan jadi kepala keluarga. Supaya baik Bita maupun Arga nggak saling ketergantungan. Kita berdua punya jalan hidup masing-masing."

Senyum di bibir Maira meluntur. Berganti dengan raut sendu. Bertanya dalam hati. Sejak kapan Arganya jadi begini? Seberapa cepat perubahan itu terjadi?

"Kenapa Kakak bilang seperti itu?" lirih Maira, bertanya.

"Apa yang salah, Mi? Arga dan Bita punya kehidupan masing-masing, kan? Arga dengan pendidikan Arga di sini dan Bita dengan pendidikannya di Indo. Apa yang salah?" tanya Arga.

Maira menggeleng, "Umi rasa Kakak bukan bermaksud bicara seperti itu. Umi rasa Kakak akan atau punya rencana menjauh dari Bita."

Arga tertawa, "Nggak mungkin lah, Mi. Bita juga anak kesayangannya Umi, kan? Mana mungkin Arga berpikir seperti itu."

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang