24. Invitation and Surprise
Setelah memutuskan apa yang akan dipakai untuk acara khitbah Ungu dan Al, Tsabita mematutkan penampilannya di cermin. Dress berwarna soft pink dengan aksen manik-manik berwarna silver, dipadukan dengan khimar warna senada bermotif floral favoritnya. Sepatu slip on dari Versace warna hitam bergaris gold, tampilan elegan-sederhana di kakinya.
Meraih shoulder bag-nya dari Dior dan kunci mobil, Tsabita melangkah keluar kamar. Bersiap menuju kediaman Ungu.
"Bita, kamu mau ke mana?" Saat Tsabita membuka pagar, Maira yang sedang menyapu halaman bertanya, suaranya sedikit keras karena terhalang jarak.
"Umi?" Tsabita menghampiri Maira. Lalu mengambil tangan Maira dan menciumnya.
"Cantik begini mau ke mana, sih?" tanya Maira lagi, memandang Tsabita yang tampil tak seperti biasanya.
"Teman Bita mau menerima khitbah-an. Bita mau mendampinginya, Umi," jawab Tsabita. Ia memang tidak berbohong kepada Maira, tetapi ia harus menutupi siapa nama temannya yang menerima khitbah. Kalau biasanya ia akan menjawab dengan detail nama temannya, tempat atau lokasi bertemu bahkan hingga perkiraan waktu sampai di rumah kembali. Kali ini, jawaban sederhana yang terlontar beberapa detik yang lalu adalah pilihan yang tepat dalam pikiran Tsabita. Tsabita yakin, jika Maira mengetahui bahwa nama temannya yang akan dikhitbah adalah Ungu, bisa dipastikan kabar itu, akan sampai pada telinga Arga secepatnya. Bahkan hari ini juga.
"Masyaallah, semoga lancar acaranya," sahut Maira.
Tsabita mengangguk, "Aamiin Umi."
"Terus kamu kapan, Ta?" Maira mengerlingkan mata, bermaksud menggoda Tsabita.
Tsabita tersenyum, "Paling cepat kalau Mama mendengar selentingan dari saudara atau tetangga, menanyakan kapan anaknya menikah," ada jeda sejenak, "saat itu juga Mama menyiapkan semuanya, termasuk calon Bita."
Senyum di bibir Maira luntur, "Tapi kamu punya andil dalam memilih calon yang kamu inginkan Bita."
Tsabita menggeleng, "Nggak Umi. Mau Bita merengek ke Mama sekalipun, Bita nggak bisa milih," setelah itu, Tsabita menampilkan senyum tegarnya. Mencoba menampilkan ekspresi baik-baik saja. Tsabita dan ekspresi palsu, Maira sangat paham dengan anak Firda yang sudah seperti anak perempuannya itu.
Diam-diam Maira menghela nafas, memeluk pelan Tsabita, menepuk punggungnya sayang, "Nggak usah dipikirkan. Belum tentu Mamamu berpikiran yang seperti itu. Impian menjadi dokter? Ya, kamu perlu berpikir untuk itu dulu, Ta."
Dari sudut mata yang berair, Tsabita segera menyekanya, lalu mengangguk, sebelum berkata, "Bita berangkat dulu ya, Umi. Takut terlambat nanti."
"Iya, lebih baik kamu berangkat. Nanti teman kamu nyariin lagi," Maira terkekeh, "oh iya, nanti makan malamnya di rumah Umi, ya? Ada kejutan spesial dari Umi untuk Bita yang manis," Maira mencubit pipi Tsabita pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Spiritual[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...