59. A Doubt
Arga membantu Tsabita berbaring di bed pasien yang berada di dalam ruang VIP. Setelah USG abdomen selesai, Arga mendapat telepon dari Firda dan Firda berpesan agar langsung membawa Tsabita menuju ke ruang inap yang telah dibooking oleh Firda untuk Tsabita.
Ruangan VIP seluas 10x10 meter pesergi, terletak di lantai ke lima rumah sakit tempat Tsabita koas. Ruangan itu dilengkapi berbagai fasilitas, baik lemari pendingin, sofa hingga dua bed pasien yang berukuran lebar.
"Mama mau ambil baju-baju kamu, Ta, di rumah. Sekalian Mama juga mau shopping," Firda masuk ke dalam ruangan bersama Maira dan berucap kepada Tsabita, "kamar ini cukup nyaman, kan? Mama pilihkan yang paling besar."
Tsabita menghela napas, "Iya Ma," sahut Tsabita singkat. Jawaban 'iya' atas pamitnya Firda untuk pergi ke rumah sekaligus shopping, juga untuk kamar VIP ini.
"Oke, kalau gitu. Mama tinggal dulu. Kamu sama Arga aja, ya? Kalau ada apa-apa bisa telepon Mama," lantas Firda menghampiri Tsabita dan memeluknya singkat, "cepat sembuh, Ta. Mama enggak mau kamu jadi berpenyakitan kayak gini."
Tsabita tersenyum tipis sebagai respons. Seharusnya, ia bersyukur jika Mamanya ini peduli padanya. Ia ingat ketika dahulu, saat ia jatuh sakit atau hidungnya yang sering berdarah, ia tak bisa mendapatkan sedikit pun perhatian seperti saat ini. Mamanya tak pernah menganggapnya ada saat itu. Tak menjadikannya sebagai prioritas.
"Ra, kamu jadi temenin aku, kan?" lalu, Firda menoleh ke arah Maira. Memastikan.
"Iya, aku bisa temenin. Tapi tunggu, aku mau ngobrol sebentar sama Bita," jawab Maira.
"Oke jangan lama-lama, aku tunggu di luar," Firda melenggang keluar ruangan VIP.
Maira mengusap pucuk kepala Tsabita, lalu beralih ke kedua pipinya, "Cepat sembuh, ya, Ta. Semoga Allah cepat mengangkat penyakitmu dan menjadikan sakit ini sebagai penggugur dosa," ucapnya lembut.
Tsabita tersenyum lebar dan mengangguk, "Iya Mi, aamiin. Makasih doanya," Tsabita menanggapinya dengan lembut juga. Maira adalah orang yang selalu peduli padanya.
"Umi tadi khawatir kamu kenapa-napa," lanjut Maira.
"Maaf Umi. Maaf kalau Bita ini sakit. Bukan seperti yang Umi harapkan," Tsabita tahu. Tsabita melihatnya. Ada seberkas rasa kecewa di tatapan mata Maira kepadanya.
"Bita, kenapa kamu bilang begitu? Umi sekarang enggak berharap apa-apa, kok," tentu saja Maira berucap dengan nada panik. Ia tak mau jika Tsabita menyalahkan dirinya sendiri. Meski kenyataannya, Maira sedikit terdistraksi oleh keinginannya untuk memiliki cucu. Apalagi melihat teman Tsabita yang perutnya sedikit menonjol itu. Siapa lagi kalau bukan Ungu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Spiritual[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...