[17+] - C O M P L E T E
Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arga membuka matanya ketika Tsabita sudah kembali ke posisi semula. Yaitu, berbaring di bed yang ada di sampingnya. Ia menatap ke samping. Tsabita tidur menyamping, membelakanginya.
Arga sampai kesulitan bernapas ketika Tsabita mencium keningnya diam-diam. Ciuman pertama mereka. Kenapa jantung Arga berdebar-debar? Ia merasakan kegugupan yang luar biasa. Baginya, Tsabita seperti bom waktu, yang bisa meledak tiba-tiba tanpa aba-aba. Arga akan berada dalam bahaya jika berdekatan dengan Tsabita.
Ia memegangi dadanya, lantas tersenyum. Bibir lembut yang menempel di keningnya itu masih terasa hingga saat ini. Ia tak menyangka, Tsabita yang pemalu itu, bisa melakukan hal yang demikian.
Arga bangkit dari tidurnya, meski kesulitan menggerakkan sebelah kakinya. Ia berusaha untuk turun dari bed-nya. Dengan tertatih, ia berjalan menuju bed Tsabita. Ia membenarkan tata letak infusnya, lalu menyamankan tubuhnya untuk tidur di samping Tsabita. Dengan tangan bergetar, ia memeluk tubuh Tsabita.
Sebenarnya, apa yang dilakukan Arga? Dirinya pun juga tidak tahu dan tidak mengerti. Ia hanya ingin melakukannya. Tidur di samping Tsabita dan memejamkan matanya. Tubuhnya lelah dan ia butuh istirahat yang nyaman. Ia pikir, Tsabita adalah tempat ternyamannya.
"Ini salahmu, Ta. Salahmu yang menggodaku lebih dahulu," wajah Arga memerah. Ia masih kebingungan dengan perasaannya saat ini.
Tsabita membalikkan badannya. Posisinya kini, Arga dan Tsabita saling berhadapan.
"Manis," gumam Arga. Ia melihat wajah Tsabita. Mulai dari alis, kedua kelopak matanya, hidung, dan bibirnya, "Pencuri Manis ini, telah mencuri kesucian dahiku," senyum Arga melebar. Ia pun memejamkan matanya.
Tak lama, Arga memasuki alam mimpi. Dua orang sahabat yang berganti status menjadi pasangan suami istri itu, tertidur dalam satu bed yang sama. Udara malam yang masuk melalui ventilasi udara di atas jendela kamar inap Arga, bukan lagi terasa dingin. Namun, hangat. Hati keduanya menghangat, dengan tubuh saling menempel dekat.
Kumandang azan Subuh mulai terdengar sayup-sayup dari kamar inap Arga. Tsabita yang pertama kali membuka mata. Ia mengerjapkan matanya, perutnya terasa berat. Ia melirik ke bawah, ada tangan yang melingkari perutnya.
Mata Tsabita mendelik, saat ia melihat wajah Arga yang berada tepat di depannya, "Aku tidak salah tertidur di bed-nya Arga, kan?" gumam Tsabita.
"Tidak, aku yang menuju bed-mu," Arga menjawab. Sontak saja, Tsabita langsung sigap terbangun. Ia geli dengan hembusan napas Arga yang terasa di dahinya.
"Astaghfirullah hal adzim, Arga?!" Tsabita mati-matian menahan rasa malunya.