54. Never Mind Then
Mengendarai mobil dengan kecepatan cukup karena jalanan basah oleh air hujan yang jatuh satu jam yang lalu, Tsabita kini sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya.
Tsabita mengetukkan jari telunjuknya di setir mobil, berpikir apalagi yang harus ia perbaiki di tugasnya untuk besok. Juga apa saja yang penting, yang harus ia tandai, yang harus dipelajari untuk materi diskusi selanjutnya. Saat lampu merah menyala di depan sana, ia segera mngurangi kecepatan dan menginjak remnya. Netranya seketika tertuju pada gerobak mie ayam di pinggir jalan, ia merasa de javu dibuatnya.
Warung mie ayam kesukaan mereka waktu kecil terlintas dalam pikirannya. Pedagangnya sudah cukup tua saat itu, tetapi tak perlu meragukan tenaga beliau yang melayani pesanan mie ayam banyak orang. Saat kecil, ia akan makan mie ayam satu mangkuk untuk berdua. Dia dan Arga. Tanpa sadar, Tsabita merindukan masa-masa itu. Masa-masa di mana tak ada begitu banyak beban yang dipikul. Masa-masa ketika mereka hanya berpikir secara sederhana. Masa-masa ketika tak banyak hal yang perlu dikhawatirkan. Dan masa-masa di mana hanya ada kepolosan, ketulusan, dan tak ada kebohongan yang sengaja untuk disembunyikan. Ia tersenyum tipis sebelum kembali melajukan mobilnya, melanjutkan perjalanannya.
Tsabita memutar kemudi saat sudah sampai tepat di depan rumahnya. Ia langsung saja memakirkan mobilnya ke dalam garasi rumahnya. Sementara untuk beberapa hari terakhir dan beberapa waktu ke depan, ia akan kembali ke kamarnya. Kamar tidur yang sudah ia diami sejak masih kecil.
Tsabita selalu masuk ke dalam rumah melewati pintu garasi setelah parkir mobil, karena itulah kunci yang ia gantungkan di kunci mobil adalah kunci pintu garasi. Ia memasukkan kunci untuk membuka pintunya.
Toh, ia hanya sendiri di rumah besar ini. Makanya ia mengunci pintu utama dari dalam rumah dan hanya membawa kunci garasi saja. Ia sudah terbiasa sendiri. Orang tuanya? Seperti biasa, Mama dan Papanya lebih sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Kadang pulang hanya sekadar untuk mengecek keadaan rumah dan dirinya. Walau Mama dan Papanya sudah melunakkan sikap mereka kepada Tsabita sejak ia menikah, namun, rasa asing seperti yang ia rasakan sejak kecil tak begitu signifikan perubahannya untuk menghilang penuh.
Tsabita meletakkan tasnya di meja depan sofa dan merebahkan kepalanya pada lengan sofa. Ia memejamkan matanya. Ia berencana untuk sebentar saja memejamkan mata. Faktor kelelahan juga karena tadi malam ia belum sempat tidur mungkin, jadi, kelopak matanya seakan memberat ingin menutup. Tak lama kemudian, ia pun sudah terlelap.
🌫🌫🌫
"Assalamualaikum, Mi," Arga menyalimi Maira yang membukakan pintu untuk dirinya.
"Waalaikumussalam, Kak," Maira menyambut tangan Arga serta memeluknya erat, "semua udah selesai urusannya di sana?" tanya Maira, memberi jarak, melepas pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sky With(out) Stars
Spiritual[17+] - C O M P L E T E Tsabita Ruby Hasyim, perempuan penyuka warna merah, memiliki kedua orang tua yang selalu mencampuri dan mengatur jalan hidup kepadanya seperti apa yang mereka inginkan. Membuat gadis berkacamata itu, bersikap apatis terhadap...