📏67. One and Only💊

20 3 0
                                    

67. One and Only

Mata Tsabita berkaca-kaca, ia menatap Arga tepat di bola matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Tsabita berkaca-kaca, ia menatap Arga tepat di bola matanya. Tangannya terulur menyentuh pipi Arga dengan penuh kelembutan.

"Assalamualaikum, Suami yang cinta sama Bita!" respons dari pernyataan cinta Arga, dibalas salam oleh Tsabita. Suaranya lembut dan penuh ketulusan. Bukankah memberi salam juga sama dengan memberi doa?

"Waalaikumussalam, Istri yang cinta sama Arga," balas Arga tersenyum manis.

"Aku juga punya rahasia, Kak," setelah saling menatap selama beberapa detik, Tsabita bersuara. Ia menatap langit-langit di ruangan inapnya.

"Apa yang kamu rahasiakan, hm?" tanya Arga. Matanya enggan berpindah pada satu titik fokus yang telah menyita hatinya. Bahkan gerak-gerik dan ekspresi Tsabita tak luput dari netranya.

"Rahasiaku ada tiga. Aku coba kasih tahu yang pertama. Yang kedua sama ketiga, kapan-kapan kalau ada waktu," ada jeda sejenak. Tsabita menyengir lebar, "sebenarnya Kak, tentang buku diarymu itu, aku melanjutkan tulisannya. Meromantisasi setiap kenangan itu sangat menyenangkan. Apalagi men-spill tipis-tipis isi hati. Selain curhat sama Allah, nulis juga bisa bikin lebih lega."

"Aku sudah baca tulisanmu, kok," sahut Arga tenang. Itu bukan rahasia lagi, karena Arga mencuri baca kelanjutan buku diary itu.

Tsabita melebarkan matanya, "Beneran? Kapan?"

"Kamu enggak perlu tahu. Yang terpenting, ada hal yang harus kuluruskan. Semua tulisanku di buku diary itu, enggak melulu tentang isi hatiku, Bita Sayang. Itu pun juga tak kutujukan untuk Ungu aja. Kalau kamu lebih teliti lagi, kamu pasti tahu kalau aku banyak menulis tentangmu."

"Ah, enggak usah dibahas lagi, Kak. Yang penting poinnya sekarang, aku paham dan jelas dengan isi hatimu, Kak," Tsabita berganti menyentuh rahang Arga. Ia menelusuri garis-garis tegasnya.

"Makasih, Bita. Makasih kalau kamu udah ngertiin aku," balas Arga. Ia mencium tangan Tsabita yang masih bertengger di rahangnya.

Tsabita menggeleng, "Kita ini emang bodoh banget, Kak. Pikirannya terlalu rumit, padahal cuma butuh konfirmasi aja, butuh komunikasi."

"Komunikasi pun terlalu sulit kalau udah ada ego dan gengsi, Bita Sayang. Enggak papa, kita jadikan pelajaran ke depannya, ya? Kita akan menjadi benar-benar bodoh kalau kita ngelakuin hal yang sama di kemudian hari," dengan gerakan pasti, Arga menelusuri alis Tsabita, "Bita Sayang, cinta itu seperti air laut. Ada masa pasangnya, ada masa di saat surutnya. Meski nanti, perasaan ini berubah-ubah, satu hal yang perlu kamu ingat. Libatkan Allah dan serahkan hanya kepada-Nya. Semoga Allah jaga hati kita karena tujuan kita itu Allah."

"Kak, aku mau bertanya, untuk apa Kakak menikah? Alasannya kuatnya, ya?" Tsabita menjauhkan tangannya dari rahang Arga. Berganti dengan meremas jari-jari tangannya. Satu hal yang Tsabita lupa menanyakannya pada Arga sebelum akad. Pertanyaan tentang alasan Arga menikah. Bukan alasan memilih dirinya untuk dinikahi. Tetapi, benar-benar alasan Arga kenapa harus menikah.

Dark Sky With(out) StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang