DUGAAN FIRMAN

250 33 11
                                    


Seperti hari-hari biasanya Helsa melakukan aktifitasnya sesuai profesi yang dijalaninya selama ini begitu pun dengan Arfi yang melaksanakan tugasnya sesuai pekerjaan yang memang dilakoninya. Mereka selalu bangun pagi dan memulai segala aktifitas tiap pukul lima tepat. Terkadang sempat jogging di sekitar lingkungan rumah. Seperti hari ini mereka baru saja selesai dari kegiatan rutin itu meski cuma sebentar dan saat ini istirahat di teras rumah sambil selonjoran mendinginkan keringat yang agak
bercucuran setelah olahraga ringan. Baru duduk sebentar ponsel di saku celana Helsa berdering tanda panggilan masuk. Ia langsung membuka lock screen dan menekan tombol hijau menerima panggilan itu.

“Hallo. Selamat pagi! Bisakah saya bicara dengan dokter Helsa Maharani?” tanya sesorang di
seberang sana.

“Iya. Betul dengan saya sendiri. Kalau boleh tahu ini dari siapa ya?” Helsa balik tanya.

“Saya Hilman utusan dokter Yudi. Saya hanya menyampaikan pesan beliau bahwa hari ini beliau tidak dapat menghadiri seminar kesehatan di kampus Bhakti Husada. Jadi beliau ingin Anda dan dokter Firman yang  menggantikan,” pinta si penelpon itu menjelaskan maksudnya.

“Iya. Saya sebentar lagi akan berangkat.

“Terima kasih,” ucap orang di seberang sana.

Setelah pembicaraan itu selesai Helsa menutup panggilan tersebut dan bergegas masuk rumah untuk bersih-bersih bersiap ke klinik karena tugas dadakan.

“Dari siapa Els kayaknya penting banget?” tanya Arfi yang mensejajarkan langkahnya menyusul sang adik masuk ke dalam rumah.

“Dari klinik.”

“Kenapa buru-buru sih?” Udah nggak sabar ya ketemu dokter kece?” tanya Arfi sambil menggoda Helsa.

“Apaan sih Kak?” elak Helsa.

“Udah nggak usah malu-malu gitu. Kakak seneng kok, kalau adikku yang cantik ini udah punya pacar. Kapan-kapan ajak kesini dong?” goda Arfi lagi sambil menatap Helsa lekat-lekat.

Rani melihat Arfi agak kambuh jahilnya meledek sang adik, hanya tersenyum dan menggelengkan kepala sedangkan yang diledek tak merespon. Helsa segera menyingkir tak peduli ocehan kakaknya. Jika saja ia tak sedang buru-buru pastilah menyanggah ucapan Arfi dan terkadang adu debat pula. Ketika Arfi berusaha melanjutkan aksinya, Rani mencegahnya dengan menahan lengannya agar berhenti. Arfi pun menoleh ke arah Rani
yang mengisyaratkan untuk segera mandi dan bersiap ke kantor. Arfi tersenyum dan mengangguk.
Arfi dan Rani berjalan beriringan menaiki tangga.

“Memangnya siapa dokter kece yang Kakak maksud?’ tanya Rani penasaran.

“Ada deh.”

“Gitu aja dirahasiain segala.” Rani sedikit merajuk.

“Itu rekannya Helsa yang nugas di klinik,” ucap Arfi beri penjelasan.

“Kakak pernah bertemu dengannya?”

“Belum, tapi sebentar lagi pasti diajak kesini sama Helsa.

“Terus namanya siapa, Kak?” Rani makin penasaran.

“Fir---siapa ya?” Arfi coba mengingat nama dokter yang dimaksud.”

“Firman, kalau nggak salah.” tukas Arfi ingat nama seseorang yang dimaksud.

Rani merasa familiar ketika mendengar nama yang baru saja disebutkan Arfi seolah
mengingatkannya tentang seseorang yang pernah mengisi seluruh hatinya.

‘Apa mungkin orang itu adalah dia? Mungkinkah dia benar-benar telah kembali.’ Monolognya dalam hati menerka tentang seseorang yang pernah berarti dalam hidupnya.
Beberapa menit kemudian Helsa sudah bersiap dengan menenteng tas dan blazer yang belum dipakainya. Kali ini tak seperti pagi biasanya yang selalu menyempatkan sarapan bersama dikarenakan tugas dadakan itu. Ia pun berangkat lebih dulu dan tentu lebih awal dari biasanya sedangkan dua sejoli itu masih menikmati sarapannya.





PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang