AKSI SANG RIVAL

249 40 0
                                    

Sudah terhitung seminggu sejak para awak media menyerbu kantor Yudhistira Corporation  yang dibuat penasaran demi menanti klarifikasi langsung dari dua belah pihak yang bersangkutan, meski hasil informasi yang didapat hanya statis karena Siska hanya menyampaikan secara umum saja yang membenarkan perihal kedekatan Arfi dan Rani. Namun pemaparan dari wakil owner Yudhistira Corporation tidak membuat mereka puas. Sejak hari pertama mereka berkunjung ke sana hingga  hari ini masih hilir mudik. Tentu saja masalah ini membuat Siska dan Andre makin pusing sebab hampir di semua tempat, mereka berdua selalu saja dibuntuti oleh paparazi hingga menimbulkan rasa risih tiap kali bertemu dengan wartawan-wartawan itu. Dia dan Andre merasa seperti publik figur papan atas yang populer mendadak akibat sensasi yang sengaja dibuat untuk melambungkan nama. Mau tidak mau wajah mereka akhirnya tiap hari harus terpampang di layar kaca. Karena hal itulah mereka sering diburu wartawan dan sering membuat mereka kewalahan sendiri akibat ulah atasan mereka.

"Kok jadi kita sih, Ndre yang jadi bulan-bulanan mereka?" keluh Sisca saat mereka lolos dari kejaran paparazi.

"Apa nggak sebaiknya Kamu temuin si Bos, Sis? Jujur deh, aku tuh capek tau nggak diuber mulu. Berasa kayak maling kegep warga," balas Andre mulai lelah dengan situasi yang membuatnya terhimpit masalah yang tak kunjung selesai.

"Gimana mau nemuin Arfi, kalau  si dia aja lagi ngumpet. Bisa-bisa waktu nyamperin ke rumahnya yang ada diikuti wartawan lagi," ujarnya kesal sendiri.

"Terus gimana dong? Nggak mungkin kita ikutan menghindar terus. Lagian kalau dibiarin mereka tambah ngelunjak aja jadi bikin pusing."

"Ternyata nggak enak banget ya jadi publik figur kalau tiap hari dikerubuti kayak gitu. Kalau nanya prestasi, kan nggak masalah. Lah ini malah nanyain hal privasi tentang skandal," gerutu Siska makin dongkol.

"Apa mungkin ya, Sis gegara aku nganterin Rani di Situlembang waktu itu?" ucap Andre mengingat dirinya yang mengantar Rani menuju ke sana.

"Bisa jadi sih."

"Tapi kok mereka malah nulis berita yang enggak-enggak. Kayaknya sih ada yang sengaja memesan sesuatu pada mereka untuk menyebar isu tentang masa lalu Rani dan menjadikan si Bos sebagai obyek mereka untuk menjatuhkan reputasinya.

Siska manggut-manggut menanggapi ucapan Andre sambil meminum jus jeruk yang sudah mereka pesan tadi di sebuah kedai makanan sederhana di pinggir jalan saat lelah menghindari para awak media yang masih saja mengikuti mereka.

"Lho kok kalian di sini?" Suara seorang wanita yang menyapa mereka dan berjalan menghampiri tempat duduk mereka turut bergabung di warung itu.

Andre dan Siska menoleh bersamaan ke arah suara yang menyapa mereka.

"Els, sini!" sapa Siska heboh sambil berdiri menyambut sepupunya.

Helsa tersenyum menanggapi kehebohan sepupunya sambil menarik kursi di sebelah Andre kemudian duduk dengan nyaman.

"Aku dan Andre tadi ngumpet ngindarin wartawan. Capek banget tahu nggak," keluh Siska.

"Beneran, Ndre?" tanya Helsa.

Andre mengangguk sekilas.

"Kita udah berasa artis yang menyebar sensasi tahu nggak, Els," adu Andre merasa dongkol kala mengingat Arfi dan Rani.

Helsa terkekeh mendengar keluhan dan aduan sahabat dan sepupunya.

"Jangan ketawa! Untung mereka nggak tahu tentang Kamu. Bisa-bisa Kamu ikutan diburu sama paparazi itu. Rasanya kayak diuber debt collectors yang udah lewat jatuh tempo belum bayar hutang gila nggak tuh!" ketus Siska makin bermuka masam.

"Hahaha, Sorry. Aku nggak bermaksud kayak gitu," sahut Helsa menahan perutnya karena kaku menertawai mereka sambil membayangkan betapa ribetnya diikuti belasan wartawan hanya demi mengorek info tentang kakaknya dan Rani.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang