SALAH PAHAM

321 37 50
                                    

Hal yang menyakitkan adalah ketika seseorang dari masa lalu hadir lagi dan dengan mudahnya meminta agar kita kembali mengulang sejarah usang bahkan tak pantas untuk dikenang sedangkan dia tidak tahu betapa pedihnya saat berjuang untuk menyembuhkan luka yang telah ditorehkan kala dia pergi begitu saja berpaling pada yang lain dengan menganggap hati hanya sebuah mainan yang ditinggalkan ketika telah bosan, maaf saja karena hati bukanlah tempat singgah untuk menampung segala lelah dan gundah yang kemudian ditinggalkan dengan mudah hingga akhirnya menyemai lara dan butuh waktu lama untuk memulihkannya. Dan aku tak ingin terjatuh untuk kedua kalinya.

Arfian Yudhistira


🍀🍀🍀

Di sebuah ruangan yang didominasi cat berwarna putih kombinasi abu-abu dengan hiasan di dinding sebuah lukisan pemandangan dan sebuah foto berukuran 10R salon terpajang manis di sisi kiri agak tengah sebelah pintu masuk. Foto itu sengaja dipasang di sana agar Arfi leluasa memandangi gadis pujaannya. Foto Sekar Maharani terpampang jelas di sana.

Kini ia sedang menunggu wanita di depannya untuk membuka obrolan. Namun Monica masih bergeming memandanginya dengan tatapan penuh kerinduan. Seandainya saja perpisahan mereka bukan karena kesalahan yang ia perbuat mungkin dengan leluasa ia meluapkan seluruh renjana yang menggunung di dadanya dengan mudah. Akan tetapi itu hanya sebuah khayalan entah bisa menjadi nyata atau tidak ia pun tak tahu. Bisa saja ia melakukan kehendak nurani namun logika melarangnya. Ia sadar betul keadaanlah yang tidak mendukung. Ia hanya takut semua rencana yang tersusun rapi berantakan hanya karena ego yang tak terbendung sebab rindu yang kian membubung.

"Boleh aku tahu apa sebenarnya tujuanmu kemari?" tanya Arfi memecah keheningan selama hampir setengah jam menunggu Monica bertanya terlebih dahulu namun justru wanita itu sibuk mengagumi parasnya.

"Monic? Apa Kau mendengar ucapanku?"

Monica tertegun mendengar suara halus dari Arfi menyentuh gendang telinganya. Ia masih saja terbuai oleh angan-angan tentang kebersamaannya dulu dengan pria di depannya.

"Jujur saja, aku tidak punya banyak waktu untuk melihatmu berdiam diri seperti patung pancoran. Atau sebaiknya Kau pulang dan menenangkan diri terlebih dulu?"

"Tidak, Ar! Maaf," tolak Monica.

"Lalu apa tujuan Kamu kemari?" ucap Arfi tegas seraya bersedekap dada menatap lurus padanya.

"Aku ingin meminta maaf, Ar?"

"Jadi ... Kamu jauh-jauh datang ke sini hanya untuk mengucapkan hal itu?"

"Tentu saja tidak."

"Lantas apa?" tanya Arfi.

"Selain itu, aku ingin meminta satu kesempatan lagi untuk menebus semua kesalahanku."

"Kesempatan seperti apa yang Kamu maksud?" Arfi pura-pura tidak mengerti.

"Aku ingin agar kita seperti dulu lagi," ucapnya jujur.

Sesungguhnya Arfi paham betul maksud dari perkataan Monica, hanya saja ia ingin memastikan bahwa dugaannya tidak keliru dengan cara mendengar langsung kalimat itu terlontar dari bibir wanita di depannya.

Ia mendesah lelah dan tak habis pikir apa sebenarnya yang ada di benak perempuan di depannya ini. Bagaimana mungkin ia menyatakan ingin merajut kembali tali kasih yang telah terlerai. Dengan lugas ia mengatakan ingin kembali seakan tanpa rasa bersalah.

"Apa Kamu sedang mabuk? Itu jelas tidak mungkin, Monic."

"Apa yang tidak mungkin, Ar? Semua tidak ada yang mustahil jika kita mencoba sekali lagi," pintanya.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang