ABOUT RAMA KRISTANTO

257 45 15
                                    

Dua hari yang lalu

Di siang hari ketika jam istirahat tiba, Firman menghampiri Helsa di ruangannya. Entah ada angin apa pria itu begitu antusias untuk menemui rekan kerjanya tersebut. Ia berniat mengetuk pintu ketika gagangnya telah dibuka dari dalam dan Helsa tersentak kaget dengan kehadiran Firman yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu ruang kerjanya.

"Lho, Fir. Sejak kapan Kamu di situ?"

"Baru saja."

"Apa ada hal penting yang ingin Kamu sampaikan?" tanya Helsa.

"Ada. Aku harap setelah kita makan siang, Kamu meluangkan sedikit waktu untuk bicara," ajaknya tanpa basa basi.

"Ok."

Helsa menyetujui permintaan Firman. Ia berpikir cepat atau lambat masalah yang selama ini masih memenuhi benaknya segera terjawab dan cepat tuntas segala permasalahannya. Mereka kini sedang berada di tempat makan sebelah klinik untuk makan siang bersama. Setelah menikmati hidangan masing-masing mereka memutuskan untuk berjalan di area taman klinik. Kini keduanya duduk di sebuah bangku kosong yang memang tersedia di area taman tersebut.

"Ada hal penting apa sehingga Kamu mengajakku bicara seserius ini?" tanya Helsa membuka obrolan.

"Bolehkah jika seandainya aku meminta hasil catatan medis Sekar Arum selama lima tahun ke belakang?"

Helsa mengerutkan dahi. Ia sedikit bertanya dalam benaknya untuk apa rekan kerjanya itu meminta catatan medis dari seorang gadis bernama Sekar Arum. Ia teringat bahwa memang pernah menyarankan agar Firman menemui kakaknya untuk menjelaskan semua kronologi yang dialami oleh gadis bernama Sekar Arum yang pernah ditolong oleh Arfi

"Untuk apa Kamu meminta hasil rekam medis Rani?"

"Bukankah kakakmu bilang bahwa Arum pernah mengalami gangguan mental. Sebenarnya aku tidak yakin dengan apa yang dikatakan oleh kakakmu. Bisa saja kalian bersekongkol untuk menjatuhkan nama Arum agar aku mundur dan tidak mengusik ketentraman gadis itu," tudingnya sarkastik.

"Tunggu! Apa maksudmu berkata seperti itu? Atas dasar apa Kamu berpikir buruk tentang aku dan kak Arfi?"  protes Helsa agak tersinggung dengan ucapan Firman.

"Bagaimana mungkin gadis seperti Arum mengalami depresi? Tentu saja aku tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapan dari kakakmu. Aku mengenal dengan baik siapa Arum. Dia memang gadis yang agak pendiam tapi bukan seorang introvert sepenuhnya. Jadi tolong Kamu jelaskan bagaimana keadaan Arum selama lima tahun ke belakang sebelum aku tahu dimana keberadaannya hingga dia pura-pura tidak mengenaliku saat kami kembali bertemu," tuntutnya.

"Kapan kalian bertemu? Setahuku Rani jarang menemui orang lain di luar aktivitasnya?"

"Bukan hal penting untuk Kamu tahu soal pertemuan kami, Els. Yang jelas pertemuan kami tidak disengaja dan tanpa diduga," tukasnya menyela.

"Lalu apa tujuanmu meminta hasil rekam medis milik Rani? Bukankah ... "

Firman menyela ucapan Helsa sebelum menyelesaikan perkataannya.

"Agar aku tahu keadaan Arum yang sebenarnya. Dan apa yang diucapkan kakakmu adalah kebenaran. Karena aku tidak bisa mempercayai ucapan kakakmu begitu saja tanpa ada bukti. Bisa saja dia berbohong dan Kamu ... "

"Cukup!" sanggah Helsa.

"Aku ini seorang dokter dan sebelum menyandang profesi ini, dulu aku pun telah disumpah untuk mengemban tugas sebagai tenaga medis menyelamatkan orang lain. Bagaimana mungkin aku melawan aturan itu dengan memberikan informasi palsu tentang kondisi seorang pasien. Apa Kamu lupa bahwa kita ini berprofesi sama. Dan kita pun punya kode etik yang sama pula, bahwa riwayat rekam medis pasien adalah sebuah rahasia yang tidak boleh dibeberkan begitu saja pada sembarang orang kecuali pihak keluarga dan pasien itu sendiri," tekan Helsa karena tidak terima dengan tuduhan Firman.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang