FIRASAT

219 33 2
                                    

Di sebuah ruangan seorang wanita disekap. Dia dicecar banyak pertanyaan oleh pria yang ada di depannya. Wanita itu terdiam dengan tatapan tajam penuh kebencian pada pria di hadapannya. Sementara seorang pemuda meronta-ronta sambil memohon untuk dilepaskan dari cekalan di kedua tangannya. Badan pemuda itu dikunci oleh dua orang bertubuh kekar dan lengan kanannya melingkar di leher agar tidak berkutik. Melihat sang kakak diperlakukan tidak baik dia berteriak lantang untuk menghentikan aktifitas pria yang sedang mencecar wanita tersebut.

"Lepaskan kakakku brengsek! Urusanmu hanya padaku, Narend. Jangan libatkan kakakku lagi!"

Lelaki yang dipanggil Narend tertawa sumbang mengelilingi pemuda yang baru saja mengumpat padanya.

"Bahkan Kau pun tak bisa menolong kakakmu. Jadi sebaiknya turuti ucapanku!"

Cuuiihhh

Pemuda itu meludahi Narend dan menatap penuh kebencian.

"Aku tidak sudi jadi budakmu! Kamu sudah keterlaluan. Wujudmu memang manusia tapi kelakuanmu selayaknya  denawa," umpat pemuda itu sekali lagi.

Narend mengusap wajahnya yang terkena ludah. Tanpa banyak kata dia menjentikkan jari telunjuk dan jempolnya dua kali mengisyaratkan anak buahnya melakukan tugasnya. Mereka yang paham instruksi itu sontak saja menghajar pemuda itu hingga babak belur tanpa ampun.

"Hentikan! Jangan pukuli adikku, brengsek kalian!" Perempuan itu berteriak marah agar mereka menghentikan tindakan brutalnya.

Pemuda itu sudah tidak berdaya bahkan tidak  bertenaga meski sekadar meronta. Dia lemas akibat pukulan yang bertubi-tubi yang dilayangkan ke arahnya. Tubuhnya perlahan jatuh luruh tergeletak di lantai. Melihat sang adik terkulai lemas, dia berteriak histeris. Reflek dia berdiri dan berhasil melepaskan ikatan dan tergesa menghampiri sang adik.

"Kenapa jadi begini? Maafkan kakak," ucap perempuan itu sambil menangis sesenggukan.

"Kakak tidak salah. Akulah yang salah karena tidak bisa menjaga Kakak. Uhuk." Darah segar keluar dari mulut pemuda itu.

"Rey, jangan tinggalkan Kakak!" tangis perempuan itu kian terisak pilu.

Perlahan kesadaran pemuda itu kuan menurun. Kedua mata berangsur terpejam.

"Rey, jangan pergi!" isak tangisnya tak bisa dibendung lagi.

Perempuan itu berusaha membangunkan sang adik dengan menepuk pelan pipi kanannya saat masih memangku wajah.

Butiran-butiran air serupa embun pagi membasahi dahi. Memenuhi seluruh wajah pemuda yang kini tidur dalam gelisah. Tanpa disadari, ia berteriak seraya kedua mata terbuka lebar kala mendengar suara sang kakak memanggil namanya dengan sangat nyaring diiringi tangis pilu.

"Kakak!"

Dia kini terduduk bangun dari tidur lelapnya sambil melempar arah pandang di sekeliling tempatnya berada saat ini. Dia tampak tak percaya dimana keberadaannya saat ini. Dengan tergesa ia meraba sekujur tubuhnya guna memastikan sesuatu. Seingatnya---dia---tadi sempat dipukuli oleh dua orang bertubuh kekar dan menghajarnya tanpa ampun. Bagaimana bisa sekarang justru keadaannya baik-baik saja. Bersamaan dengan itu seseorang menerobos masuk ke bilik kamarnya dengan raut penuh kecemasan.

"Mas Rey, tidak ada apa-apa, kan?" tanya orang itu khawatir. "Apa terjadi sesuatu? Apa Mas Rey baru saja mimpi buruk?" tanyanya bertubi-tubi tanpa jeda.

Rey terlihat linglung menatap orang yang sedang menanyainya. Dia masih sibuk mengedarkan pandangan di sekeliling ruangan berharap menemukan seseorang yang sedang dicarinya sejak tadi. Apa yang dialaminya barusan mengingatkan dirinya pada sang kakak. Dia berpikir sekali lagi. Jadi benar apa yang terjadi padanya dan sang kakak adalah mimpi. Namun apa yang dialaminya begitu sangat nyata.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang