LUAPAN RASA YANG SAMA

278 31 2
                                    



"Els."

Langkah Helsa terhenti kala mendengar seseorang memanggil namanya. Ia meredam gejolak perasaan yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan. Menetralkan degub jantung yang bergemuruh acapkali mendengar suara seseorang yang mengusik hati dan pikirannya selama beberapa bulan ini. Setelah mampu menguasai diri, ia menoleh ke arah lelaki yang memanggil namanya. Ia memasang senyum manis.

"Iya, Fir. Ada apa?"

"Apa Kamu ada waktu sore ini? Jika iya, aku ingin mengajakmu keluar. Ada hal yang ingin aku tanyakan."

Helsa mengernyit bingung. Selama mereka saling mengenal dan berteman, baru kali ini pria itu hendak mengajaknya hang out. Ia merasa aneh.

'Tumben Arfi mau ngajakin aku keluar,' batinnya.

Dalam hatinya bertanya-tanya entah alasan apa yang mendasari pria itu mengajaknya keluar. Selama mereka berteman interaksi keduanya hanya sebatas di klinik kalau pun ada kegiatan di luar itu juga karena menghadiri acara seminar di kampus terkadang mengisi acara di radio lokal sebagai narasumber. Sekadar makan bersama saat istirahat siang di kantin klinik dan terkadang di warung sederhana di area luar klinik ketika bosan dengan menu yang variasinya hanya sedikit, itu pun tak hanya berdua saja. Di antara mereka kadang Tasya atau Fandy yang ikut bergabung saat mereka kebetulan di shift yang sama. Kalau boleh untuk kali ini saja Helsa merasa sedikit percaya diri karena untuk pertama kali pria yang sedang dikaguminya mengajaknya keluar. Tapi semua pikiran itu segera ia tepis. Ia takut terbuai oleh ekspektasi yang berlebihan. Seketika ia pun sadar akan realita yang ada di depan mata tentang kemungkinan bahwa ajakan rekannya itu ada maksud lain.

"Apa tidak bisa kita bicara di sini saja?" tawar Helsa.

Helsa tampak enggan dengan ajakan tersebut yang awalnya menggiurkan seolah membuatnya riang seperti anak ABG yang baru diajak kencan oleh gebetan. Mungkin ia akan sangat antusias jika suasana hati sedang baik dan tentunya jika pria yang disukainya itu sedikit peka tidak berlarut pada cerita cinta usang dan membuat gagal move on.

"Ini sangat penting, Els. Aku tidak bisa membicarakannya di sini. Aku harap Kamu mengerti," pinta Arfi.

Helsa menghela nafas sejenak. Ia berpikir sebentar untuk mempertimbangkan.

"Sepenting apa?" tanya Hela sekali lagi.

"Ini tentang Sekar Arum."

Hatinya seakan dihantam bebatuan besar hancur lebur berserakan. Bagaimana tidak, semua kemungkinan dari analisanya selama ini seperti jawaban yang benar-benar valid. Dan ia merasa tertampar oleh kenyataan itu. Untuk menghindar pun percuma. Semakin masalah ini segera selesai akan makin baik. Segala kebenaran segera terkuak. Tak hanya jadi pertanyaan yang hanya berputar tak jelas di angan-angannya saja.

"Baik."

"Kamu tentukan tempat dan waktunya lewat pesan Whatsapp. Kita ketemu di sana," lanjut Helsa.

Firman mengangguk saja. Sedangkan Helsa pamit pergi setelah mengatakan itu untuk segera kembali ke ruangannya sebab masih banyak pekerjaan. Lelaki itu merasa lega, sebab rekannya tersebut tidak menolak permintaannya.








🍀🍀🍀







Sudah seminggu ini tiap jam empat sore selalu menjadi rutinitas Rani untuk menemui Arfi. Hal itu disebabkan karena jadwal pemotretannya berlangsung pagi hingga jam tiga sore. Ia sangat beruntung jadwalnya kali ini tidak berada di luar kota. Jadi dirinya tidak kecapekan di perjalanan, belum lagi terkadang pengambilan gambarnya tidak hanya di satu lokasi. Dengan langkah riang ia berjalan di koridor klinik Medical Center. Namun ia tak sendiri, kali ini ditemani oleh Siska yang terlihat bersemangat pula.





PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang