SEBUAH FAKTA

288 42 0
                                    

Masih di ruangan yang sama ketika sepasang mata menatap ke arah mereka seolah menyiratkan ketidaksukaan terutama pada seorang gadis yang kini ditatap begitu memuja oleh lelaki yang sedang bersamanya. Dia seolah tak rela jika lelaki yang dulu pernah bertahta di hatinya dengan mudah teralihkan afeksinya. Matanya yang menyorot tajam begitu kentara.

'Jadi benar dia, model yang sering disebut media selalu dekat dengan Arfi,' monolognya dalam hati.

Tanpa mereka sadari, Monica memperhatikan sejak tadi dengan tatapan tak percaya tatkala orang yang begitu dirindukan berubah haluan. Jelas bahkan sangat nyata bahwa yang dilihatnya bukan ilusi semata meski sebenarnya Monica berharap apa yang tersaji di hadapannya hanyalah
imajinasi.

Sejak awal dia menduga jika memang gadis yang dimaksud dekat dengan Arfi itu memanglah sang model di Yudhistira Coorporation namun semula tak yakin jika gadis itu adalah Rani. Tak tahan melihat keintiman mereka yang tampak mesra dan seolah tak menyadari keberadaannya yang tak
diacuhkan sedikit pun segera, ia segera ambil tindakan.

“Arfi!” panggil Monica dibuat sedikit manja alihkan perhatian Arfi yang terfokus pada Rani.

Mereka pun seketika menoleh bersamaan ke arah Monica. Perlahan Rani melepaskan tangan Arfi yang menyeka pipinya dan membenarkan posisi duduknya agak berjauhan.

“Kenapa Ran?” tanya Arfi.

“Ada kekasihmu Kak, enggak enak sama dia takut salah paham,” Rani sedikit canggung
diperhatikan seintens itu oleh Monica.

Arfi mengernyit bingung dengan ucapan Rani barusan tentang alasan apa yang membuat gadis itu berasumsi demikian.

“Kekasih siapa?”

“Bukankah dia kekasihmu,” tunjuk Rani dengan dagunya pada Monica yang tersenyum ke
arahnya.

Arfi geleng kepala dan tersenyum simpul menatap Rani makin dalam. Dia paham jika gadis itu memang dalam mode jealous hanya saja tak mau mengakui. Sedangkan Monica tambah jengkel dengan sikap Arfi yang tak acuh sedikit pun saat dipanggil malah kembali terfokus pada gadis yang duduk
di sebelahnya.

“Arfi!” panggil Monica sekali lagi namun Arfi bersikap seakan keberadaan si pemanggil tak
disana.

“Kenapa Kak Arfi menatapku seperti itu?” heran Rani.

Arfi makin tersenyum menggoda Rani. Kemudian berkata lirih di telinga gadis itu, “Aku senang
melihatmu cemburu. Itu artinya Kamu mencintaiku.”

Rani alihkan pandangan hindari tatapan Arfi, itu dilakukan agar pria tersebut tak melihat ekspresinya
yang tengah malu. Dia tak menyangka jika Arfi mampu menebak isi hatinya. Sejak Arfi ungkapkan persaannya, Rani tak sekali pun beri jawaban pasti dan hingga kini masih tetap sama, namun Arfi tahu kalau
sebenarnya perasaan itu terbalas meski tanpa kata dari gadis yang begitu dicintainya.

Sikap dan perhatiannya
sangat terlihat dan semua itu tak lepas dari usaha Siska kala itu yang coba yakinkan si gadis.
Monica yang melihat kemesraan keduanya makin geram merasa kehadirannya hanya angin lalu.
Dia mendekat dan tarik paksa lengan Arfi yang seketika ditepis pria itu.

“Kamu apa-apaan sih?” jengkel Arfi.

“Kamu itu masih sakit Ar, harusnya istirahat bukannya pacaran. Lagian juga aku cariin dari tadi Kamu kemana? Malah pergi gitu aja enggak pamit.”
Monica mendumel ungkapkan kekesalannya.

Arfi geleng kepala dengan sikap Monica yang tiba-tiba posesif. Pikirnya apakah gadis itu kini
mendadak lupa atau bahkan amnesia dengan statusnya kini yang sudah tak ada hubungan apapun alias putus. Sedangkan Rani hanya memperhatikan mereka tanpa berniat ikut campur. Perlahan Arfi berdiri dan menghadap ke arah Monica.

PENJAGA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang