12

21.2K 2.2K 95
                                    

Zain membersihkan diri di toilat umum taman. Baju yang basah terkena keringat sudah berganti dengan kaos putih yang dibawanya. Zain harus berjalan kaki sekitar sepuluh menit untuk sampai di parkiran mobilnya. Sebelum pulang, Zain mencoba menghubungi Marta, tetapi tidak diangkat. Zain kemudian masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraannya menyusuri jalan raya. Sekitar dua puluh menit kemudian, Zain sampai di rumah kakeknya yang kini menjadi tempat tinggal mamanya dan dirinya.

"Assalamualaikum warohmatullahiwabarokatuh." Suara Zain terdengar nyaring di ruangan yang sepi.

Ustadz Lutfi berdiri dan tersenyum melihat Zain yang mengulurkan tangan kanannya."Waalaikumsalam warohmatullahiwabarokatuh," jawab Ustadz Lutfi menyambut uluran tangan Zain.

"Mohon maaf, Ustadz ... bila Ustadz harus menunggu saya terlalu lama," ucap Zain. 

"Tidak mengapa, Zain. Kami hanya ingin bersilatuhami sekaligus mengantarkan Isa. Dia ingin bertemu denganmu."

Zain mengerti. Beberapa waktu yang lalu setelah Zain mengunjungi kediaman Ustadz Lutfi, Aisah menghubunginya dan mengatakan ingin bertemu secara lansung. Zain mengiyakan dan akan menyampaikan sendiri apa yang akan menjadi keputusannya. Namun Zain tidak menyangka, Aisah akan mengunjungi rumahnya.

Tetapi Zain senang Aisah datang bersama Ustadz Lutfi, karena Zain ingin meminta pendapat Ustadz Lutfi tentang usaha yang akan dirintisnya. Zain ingin mendirikan tempat usaha yang mengambil konsep Bisnis Islam. Mereka berdua saling bertukar pikiran, membicarakan masalah restoran, pesantren dan rencana Zain kedepannya masalah pekerjaan. Zain meminta pendapat tentang rencananya yang akan mengelola harta gono gini yang sudah dilimpahkan atas namanya.

Zain memang sudah berencana bahwa besok Zain akan pergi ke kantor kakaknya, untuk belajar tentang perusahaan. Bagaimanapun Zain belum memiliki pengalaman apapun dalam menjalankan perusahaan besar. Zain masih harus banyak belajar dari kakaknya yang sudah mengambil alih tugas papanya yang sejak papa Zain terpuruk dengan penyesalannya.

Kesalahan di masa lalu hingga membuat istri dan anak bungsunya pergi meninggalkan rumahnya, membuat papa Zain menjadi sadar bahwa betapa berartinya keluarganya selama ini.

Sepeninggal Zain dan istrinya, papa Zain menjadi frustrasi. Sering keluar masuk ke club untuk menghilangkan beban di pikiranya, mencari hiburan dan mabuk-mabukan. Hal itu membuat perusaahaannya menjadi kacau. Anak sulungnya-pun harus membagi waktunya antara kuliah dan mengurus perusahaan sang papa dibantu oleh orang-orang kepercayaan papanya. Berkat kegigihannya, perusahan menjadi berkembang pesat dan mulai merambah ke bisnis Internasional. Perusahaan kembali stabil dan berjaya setelah beberapa tahun kemudian, tapi papa Zain tidak bisa meneruskan perusahaannya karena menderita stroke dan penyakit komplikasi akibat dari pengaruh menimuan keras, fikiran yang stres dan kurangnya istirahat akibat rasa penyesalan yang amat mendalam, membuat kesehatan papa Zain menurun. 

Kakak sulung Zain akhirnya mengambil alih semua tugas dan tanggung jawab perusahaan papanya, dan mengirim sang papa untuk berobat ke luar negeri didampingi oleh orang-orang kepercayaannya.

Zain dan Ustadz Lutfi masih asyik mengobrol, tiba-tiba seorang gadis cantik berhijab datang mendekat dari arah luar rumah. Senyumnya mengembang ketika melihat Zain, pandangannya langsung menunduk penuh rasa malu.

"Assalamualaikum, Bang Zain," sapa Aisah sambil mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada.

"Waalaikumussalam. Neng Isa dari mana?"

"Dari restoran, Bang. Tadi ikut Bu Ratih," jawab Aisah lembut, wajahnya masih menundukkan pandangan.

"Sekarang, mama ada di mana?"

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang