13

19.7K 2K 74
                                    

"Kak Lova, udah doooong ... capek nih. Bisa potek kaki aku ...."

Arkan yang sudah menyerah menjadi bulan-bulanan kakak perempuan yang sedang mengamuk. Karena ulahnya sendiri, ia harus rela menerima hukuman menjadi patung selamat datang di jalan komplek menuju perumahannya. Sudah lebih dari tiga puluh menit Arkan berdiri di pinggir jalan. Badannya membungkuk hormat setiap ada mobil, motor atau orang yang lewat di depannya. Sialnya, hari ini banyak orang yang melewati jalan itu.

Malu-malu dah! Pikir Arkan.

Sedangkan Marta sedang duduk di dalam pos ronda. Ia memandori Arkan agar adiknya tidak kabur. Marta juga tak lupa untuk mengabadikan  momen itu di ponselnya.

"Uluuu ... uluuu, kaciannya adikku yang ganteng ini." Marta melambaikan tangannya memanggil Arkan untuk duduk di dekatnya.

Arkan bernafas lega karena hukumannya berakhir. Hukuman kakaknya ini memang selalu aneh-aneh dibandingkan hukuman yang diberikan Alva kalau ia melakukan kesalahan. Jika Alva menghukum dirinya dengan cara berlari keliling kompleks selama sepuluh putaran, push-up, nguras kolam renang, atau hukuman fisik lainnya. Berbeda dengan Marta yang pernah dihukum untuk menggantikan Diah belanja ke pasar tradisional, menjadi model make up amatiran Marta, atau yang paling parah Arkan pernah dihukum Marta memakai daster seharian di dalam rumah. Ya, walaupun nyatanya hanya bertahan selama dua jam Arkan melakukannya, itupun karna Ayu tidak tega melihat putra bungsunya yang ditindas oleh Marta.

"Udah yuk, Kak. Udah panas nih." Arkan menarik tangan Marta.

"Jangan lupa jelasin ke Zain. Kakak gak mau dia mikir yang aneh-aneh ke Kakak." Marta mengingatkan saat mulai melangkahkan kakinya untuk pulang ke rumah.

"Iya ...." 

"Kalau nyampe enggak, aku posting videomu ini ke sosmed dan aku tag akunmu!" ancam Marta menunjukkan video Arkan tadi.

Arkan mati kutu. Mau tidak mau ia harus menjelaskan kejahilannya kepada Zain. Arkan kemudian mencari cara agar Marta tidak marah lagi kepadanya. Akhirnya ia menemukan ide.

"Kak, aku punya tebak-tebakan nih ... jawab, ya!"

"Hmm," jawab Marta malas.

"Pertanyaannya gampang kok."  Arkan meyakinkan.

"Ya udah, buruan!"

"Iya-iya ...." Arkan melirik Marta. Kakaknya terlihat lucu kalau lagi jutek.

"Bandara, bandara apa yang disukai laki-laki?" tanya Arkan.

"Nggak tau," jawab Marta cepat.

"Huh, masa langsung nyerah!" keluh Arkan.

Marta menggelengkan kepalanya, "Nggak tau, Ar. Nyerah deh, nyerah!"

"Bandara ... Juanda," jawab Arkan sambil menunjuk Marta lalu berlari mendahului Marta.

Marta yang menyadari dirinya sedang digoda adiknya, berlari mengejar Arkan yang masuk ke dalam pagar rumah mereka. 

"Arkan! Dasar bocah nakal!" teriak Marta kesal.

Tetapi, Marta melihat Aisah baru ke luar dari mobil dan membanting pintunya dengan kencang, Marta melihat Aisah menangis. Dilihat  dari keadaannya, Aisah tampak begitu sangat kacau dengan mata yang sembab dan kemerahan.

"Aisah!" panggil Marta. Marta menghampiri Aisah tetapi Aisah mengabaikan panggilan Marta dengan terus berjalan masuk ke dalam rumah.

"Isa butuh waktu, Ta. Nanti kamu ke sini lagi saja kalau Isa sudah tenang." Ustad Lutfi menahan Marta untuk tidak mengikuti Aisah masuk.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang